Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 13 / 13

Yuhuuu... akhirnya, cerpen Kala Cinta Menyapa bisa nemu sama yang namanya ending juga. Secara ya kan, idenya sempet timbul tengelam gitu. Nah, buat yang udah penasaran pengen tau akhir kisahnya bisa langsung simak kebawah. Dan biar nyambung sama jalan ceritanya, bagusan kalau baca dulu bagian sebelumnya disini. Happy reading guys...

Cerpen Kala Cinta Menyapa

"Jadi kita mulai dari mana?" tanya Irma sambil menyeruput jus alpukatnya.

Erwin menawarkan diri untuk acara negosiasi yang mereka lakukan agar di lakukan di kantin kampus saja. Selain tempatnya nyaman, perut juga bisa kenyang. Artinya sekali mengayuh dua tiga pulau terlampaui.

"Em... Menurut loe ngajak kencan cewek yang paling berkesan itu gimana?" tanya Erwin ragu sekaligus terlihat kaku.

"Uhuk uhuk uhuk," Irma kontan tersedak. Dengan cepat diraihnya tisu dihadapan guna mengelap mulutnya yang belepotan.

"Ya ampun, loe minum aja nggak bisa. Gimana si?" gerut Erwin kesel.

"Loe bilang apa barusan. Kencan?" tanya Irma mengabaikan kekesalan Erwin yang walaupun masih kesal namun tak urung mengangguk.

"Wuhahahhahahah," tak bisa di cegah atau di rem lagi, tawa langsung meledak dari mulut Irma saat mendapati jawaban Erwin barusan. Membuat sosok itu semakin kesal.

"Nggak ada yang lucu!".

"Hado... Perut gue sakit. Kebanyakan ketawa. Loe nanyain tempat kencan sama gue, kayak nggak pernah ngajak cewek lain aja," kata Irma setengah mencibir.

"Emang nggak pernah".

"He?" tawa di wajah Irma lenyap, langsung digantikan wajah bengong sekali gus tak percaya.

"Loe belom pernah ngajakin cewek?"

Kepala Erwin menggeleng.

"Sekalipun?" Irma meyakinkan.

Lagi - lagi Erwin mengeleng.

Untuk kedua kalinya tawa pecah dari mulut Irma. Padahal ia sudah berusah untuk menahannya. Apalagi ketika melihat raut Erwin yang jelas jelas menatapnya kesel. Namun sepertnya kenyataan itu terlalu mengelitik hatinya.

"Ya ampun Erwin, umur loe sekarang berapa si?. Masa sampe segede gini leo nggak pernah ngajakin cewek kencan. Menyedihkan".

"Oke, lupakan apa yang kita bicarakan barusan. Sepertinya gue menyesal minta bantuan sama loe," selesai berkata Erwin langsung bangkit berdiri. Bersiap meninggalkan Irma sendirian kalau saja gadis itu tidak lebih dahulu menarik tangannya, membuatnya kembali duduk di tempat semula.

"Gitu aja ngambek, kayak cewek aja loe," ledek Irma kemudian. Erwin hanya diam saja.

"Baiklah, gue punya ide. Gimana kalau loe ajak dia liat kembang api. Nah kan bagus tu. Rani pasti suka, abis itu loe langsung tembak dia. Pasti romantis banget. Kayak yang di drama drama gitu. Ah so sweet," kata Irma sambil tersenyum sendiri membayangkan apa yang baru saja ia utarakan.

"Gimana?. Loe setuju?" tanya Irma lagi.

Kepala Erwin mengeleng perlahan. "Ini bukan tahun baru, so mustahil ada yang bikin acara bakar kembang api segala. Kalau gue pake duit gue sendiri, emangnya loe pikir tu nggak mahal. Lagi pula, bagusnya juga cuma sebentar terus ilang. Itu jelas mubazir namanya".

"Astaga, loe cakep cakep ternyata pelit yak. Baru tau gue," cibir Irma.

"Gue bukan pelit tapi hemat. Udah, kita cari ide lain," bantah Erwin membela diri.

"Nah gimana kalau loe ajak dia makan. Terus baru kemudian loe tembak dia. Sejenis romantic candle light dinner gitu deh. Gimana?" usul Irma setelah berfikir beberapa saat.

"Makan? Nggak nggak nggak," tolak Erwin cepat.

"Kenapa?" tanya Irma bingung.

"Rani itu rakus. Dia makannya banyak banget. Gue pernah ngajak dia makan di Sari Bumbu. Dan loe tau, restoran sari bumbu itu resauran buffet. Disana bisa makan sepuasnya hanya dalam satu paket. Dan loe tau apa yang terjadi? Mulai dari nasi, mi goreng, telur dadar, capcai, beef black paper semua di ambilnya. Belum lagi gado - gado sama sup. Bahkan, sampe bubur, es campur dan buah plus jajan pasar juga di embat sama dia. Untuk seseorang yang berporsi makan kayak dia, sebenernya gue cukup takjup karena tubuhnya tetep kurus. Jadi, gue nggak berpikir kalau mengajak dia makan itu merupakan ide yang bagus. Yang ada bukannya romantis, isi kantong gue abis".

Mulut Irma mangap beru kemudian kepalannya mengeleng tak percaya. Entah tak percaya sahabatnya seperti yang ia deskripsikan barusan ataupun tak percaya Erwin bisa berbicara sepanjang lebar itu hanya dalam satu tarikan napas. Apapun itu, keduanya terkesan menakjupkan.

"Cari ide laen".

"Tunggu dulu. Bentar. Gara - gara loe gue nggak bisa mikir lagi. Ntar malam deh, gue cari ide," kata Irma akhirnya.

"Lho kok gitu".

"Sekarang gue masih ada kelas. Udah deh, gue kabur dulu. Besok gue jawab. Da".

Tanpa menunggu balasan Irma langsung kabur meninggalkan Erwin sendirian. Lagi pula kalau ia kelamaan di sana itu sama sekali tidak membantu.
Keesokan harinya dengan santai Irma melangkah menuju kekelasnya. Tadinya ia sempat mengedarkan pandangan kesekeliling. Siapa tau bertemu Erwin. Sepertinya ia sudah punya banyak ide untuk pria tersebut. Sayang, yang di cari justru malah tidak menujukan batang hidugnya. Karena itulah, Irma memutuskan untuk langsung kekelas yang ternyata masih sepi, rekan rekannya yang lain sepertinya masih betah berhamburan di luar. Akhirnya dengan santai dihampirinya Rani yang terlihat duduk sambil melamun dengan tampang kusutnya.

"Kapan si gue ketemu loe tampang loe berseri. Nggak kusut kayak gini?"

Mendengar kalimat yang keluar dari sampingnya, Rani langsung menoleh.

"Bukan kusut tapi gue lagi mikir. Sumpah Andilau banget. Antara dilema dan galau. Gue yakin, kalau loe mendengar ini pasti loe bakal kaget," balas Rani sambil membenarkan letak duduknya. Menghadap kearah Irma yang kini sudah duduk cantik di sampingnya.

"Oh ya? Kabar apaan emang?" tanya Irma sama sekali tidak menoleh. Tangannya dengan terampil mengeluarkan barang barang dari dalam tasnya. Sekilas Rani sempat melirik kedalam tasnya. Ia hanya mengernyit heran, sahabatnya itu mau kuliah atau mau kesalon ya? Kenapa tasnya lebih banyakan alat kosmetik dari pada buku?.

"Ehem, gue kemaren di tembak."

"Apa?"

Bukan hanya Irma yang terlonjak kaget, tapi Rani juga. Bedanya, Irma kaget karena ucapan Rani, Rani kaget karena reaksi Irma akan ucapannya. Heran, kenapa sahabatnya jadi lebay gitu. Pake acara teriak segala lagi.

"Kapan?" tanya Irma yang sepertinya sudah lebih dulu bereaksi.

"Kemaren sore," balas Rani lirih. Mesih berusaha menetralkan detak jantungnya yang masih belum berdetak sercara normal.

"Ah, syukurlah. Akhirnya gue nggak perlu repot - repot. Terus terus dia nembaknya gimana. Cerita cerita cerita..." desak Irma super antusias.

Kening Rani sedikit berkerut, tanggapan Irma ternyata tidak seperti dugaannya. Walau begitu mulutnya tetap terbuka, menceritakan kronologis acara tembak menembak yang dialaminya.

"Jadi gini, dia itu kemaren nyamperin gue. Terus ngajak gue jalan. Eh taunya dia ngajak gue ketaman. Dia kasi gue balon (???) , terus dia bersimpuh didepan gue. Dia bilang dia suka sama gue, terus minta gue buat jadi pacarnya dia. Menurut loe gimana?" tanya Rani.

"Pelit".

"Eh?" lagi lagi Rani di buat terkejut akan tangapan - tangapan dari Irma akan ceritanya.

"Iya, menolak ide kembang api karena mubazir, makan di resto karena rakus. Eh taunya cuma pake Balon. Kalau nggak pelit apa coba?" gerut Irma kesel.

"Kok tangepan loe gitu si. Gue lagi bingung ni, antara gue terima atau gue tolak?".

"Masih nanya lagi, tentu saja harus loe terima!" kata Irma setengah membentak.

"Harus?' tanya Rani lagi.

"Iya, Bbukannya dia bilang kalau dia suka sama loe?".

"Memang. Dia bilang gue itu love at first sight nya dia. Tapi...".

"Tapi apa lagi? Ya ampun Rani. Gue udah eneg ya liat loe dari maren terlihat frustasi mulu. Kalau loe emang suka, ya udah loe terima aja. Soal apa yang gue bilang kemaren, oke. sory. Gue kemaren cuma nakutin loe. Lagian, sebenernya Erwin itu beneran suka kok sama loe".

"Kok jadi Erwin si? Namanya Dika," koreksi Rani bingung.

Untuk kesekian kalinya kedua gadis itu berekspresi sama. Sama sama kebingungan.

"Dika?" ulang Irma.

Kepala Rani mengangguk membenarkan.

"Dika siapa?" tanya Irma seperti orang bodoh.

"Orang yang nembak gue kemaren," balas Rani tak kalah hodoh.

"Bukan Erwin?"

Kali ini Rani mengeleng sebagai jawaban. Memang sedari tadi dia ada menyebutkan nama Erwin?

"Aduh, kepala gue pusing," keluh irma sambil memijit - mijit kepalanya yang memang mendadak terasa berdenyut nyeri. Dihelanya nafas dalam dalam sebelum kemudian dihembuskan secara berlahan.

"Jadi, maksut loe. Kemaren itu loe di tembak pake balon (??) sama cowok yang namanya Dika, bukan si Erwin?" tanya Irma.

"Iya. Makanya itu gue minta pendapat loe. Gue terima dia atau enggak".

"Tentu saja Tidak!!".
Jika cinta bisa mempersatukan perbedaan, maka persahabatan itu justru sebaliknya. Bersatu karena persamaan. Terbukti dengan tampang kaget yang tergambar di wajah Rani dan Irma saat mendengar kata - kata yang terlontar barusan. Saat berbalik, raut kesel Erwin langsung menyambutnya.

"Erwin?" kata Rani mempertegas penglihatannya.

"Yang loe suka kan gue, gimana bisa loe malah nerima cowok lain buat jadi pacar loe?" sahut Erwin to the point.

"Tapi loe kan nggak suka sama gue?" bantah Rani sedih.

"Siapa bilang. Bukan nya udah jelas kemaren gue bilang gue suka sama loe tapi malah loe tolak?".

Mulut Rani yang sudah terbuka untuk membantah kembali di tutup lagi. Ah, apa yang Erwin katakan barusan ada benarnya. Tanpa sadar digigitnya ujung jari kuku tangannya. Kebiasaan yang sering ia lakukan saat sedang merasa gugup.

"Jadi sekarang gue harus giamana?" tanya Rani terlihat oon.

"Tentu saja tolak tawaran tu cowok, dan jadian sama gue".

"Eh?" Rani melongo.

Kalimat Erwin tadi jelas cukup tegas. Cuma, Rani masih takut untuk mempercayainya.

"Maksutnya loe nembak gue lagi?".

Kalimat polos yang keluar dari mulut Rani barusan sukses membuat tangan Irma terangkat menutup mulutnya agar tidak tertawa ngakak saat itu juga. Ditambah tampang frustasi Erwin yang ada di hadapannya. Benar - benar terlihat seperti drama satu babak ala film jepang versi nyata. Xd.

"Ehem," Erwin sedikit berdehem untuk menyelamatkan dirinya dari sikap salah tingkahnya. Dalam hati tak urung memaki dirinya sendiri. Penembakan seperti ini sama sekali tidak masuk dalam rencananya. Selain tidak romantis sama sekali, ini justru malah terkesan tragis. Tapi ah sudah lah. Memikirkan Rani jadian sama cowok lain bukannya itu lebih terlihat menyeramkan ya? Apa lagi ia juga tau kalau gadis itu suka padanya.

"Kalau emang belum jelas. Baiklah gue perjelas sekali lagi. Rani, gue suka sama loe. Dan gue mau loe jadi cewek gue. Sekarang, apa jawaban loe?"

"Gelk," Rani tampak menelan ludah. Bingung, itu pasti. Kaget, tentu saja. Tapi seneng? Ah, siapa si orangnya yang nggak seneng di ajak jadian sama orang yang loe taksir?

"Berani sekali lagi loe nolak gue, beneran gue bunuh loe," ancam Erwin lirih. Saking lirihnya cukup Irma pihak ketiga yang mampu mendengarnya.

"Gue juga suka sama loe. Sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa banget! Dan gue mau jadi pacar loe!" sahut Rani sambil tertawa bahagia. Perduli kambing dengan posisinya berada saat ini.

Mendengar kaliamat yang baru saja terlontar dari mulut Rani, Erwin juga tertawa. Tentu saja tawa bahagia. Disusul suara tepuk tangan dan sorakan riuh dari sekeliling. Satu - satunya orang yang memasang tampang diam hanyalah Irma. Membuat Erwin menoleh, dan bertanya heran.

"Loe kenapa?"

Irma masih terdiam. Sahabatnya bahagia, harusnya ia juga bahagia. Tapi, ada begitu banyak hal yang ingin ia protes. Di tatapnya mata Erwin lurus - lurus. Hanya bertatapan sampai kemudian kepalanya mengeleng dan bibirnya tetarik membuat senyuman. Sementara dalam hati ia bergumam.

"Yang penting endingnya bahagiakan?".

END!!!..
Detail Cerpen
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

2 comments for "Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 13 / 13"

  1. i like all story in star night,,,,
    don't stop to make it.

    i'm waiting the next story

    ReplyDelete
  2. saya suka dengan cerpen-cerpennya. salam kenal gan. oya tukeran link sama follow'an yuk. tks

    ReplyDelete

Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...