Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Lucu Mis. TULALIT part 1 {Update}

Cerpen lucu Mis Tulalit, cerpen yang admin tulis berdasarkan dari pengalaman hidup keseharian masa lalu. Waktu jamannya sekolah. Bahkan sengaja nyomot nama temen – temen. Soalnya kangen sama masa – masa dulu. Tapi admin yakin lho, di antara mereka nggak akan ada yang tau. Dan bisa di pastikan, nggak akan ada yang baca Serial Mis Tulalit. Satu – satunya temen yang dulu pasti baca karya yang admin tulis di buku aja nggak pernah buka internet. #gubrag.

Okelah, berikut Cerpen lucu Mis Tulalit dari admin dengan pengubahan dan pengeditan sana sini. Sengaja di revisi dari versi sebelumnya. Soalnya, admin kebetulan belum punya ide juga kemauan buat ngelanjutin ataupun bikin cerpen yang baru. Cekidots…

Cerpen Lucu Mis Tulalit


Dengan tergesa-gesa April masuk kelasnya. Untung saja bel belum berbunyi, jadi ia masih bisa selamat dunia ahirat dari semprotan Bu Murtafiah, guru akuntansi yang kebetulan masuk jam pertama dikelasnya. Selang lima menit kemudian, tu guru beneran masuk.
“ Huh, untung saja,” gumam April lega.
Tapi kelegaan itu tidak berlangsung lama karena begitu ia membuka tas ternyata buku akuntansinya tidak ada. Padahalkan hari ini ada PR. Bisa di tebak, pasti tu buku ketinggalan lagi dimeja belajar dirumah.
“Semuanya kumpulkan PR kalian, dan ibu tidak mau ada yang tidak membuatnya,” suara Bu Murtafiah terdengar tegas.
Tanpa perlu mendengar perintah untuk kedua kalinya, semua teman-teman April maju ke depan sementara April sendiri justru hanya duduk diam dengan hati was – was dan cemas.
“April tugas kamu mana?” tanya Bu Murtafiah santai namun syarat ancaman.
“Anu bu, bukunya ketinggalan,” sahut April takut – takut. Kepalanya menunduk dalam.
“Apa?” tanya bu Murtafiah. “Ketinggalan? Lagi?”
“Ia bu tadi malam sehabis ngisi, April taruh dimeja. Lupa masukkin kedalam tas,” terang April lagi. Masih tidak berani mengangkat wajahnya.
“Hidung kamu kalau nggak lengket, pasti juga lupa untuk di bawa,” kata Bu Murtafiah, yang membuat seisi kelas di penuhi tawa seketika.
“Kok hidung si buk, yang ketinggalan kan buku,” gerut April sambil mengusap hidungnya berlahan.
“April sekarang ibu tanya sama kamu, udah berapa kali kamu lupa bawa buku PR-nya?” tanya Bu Murtafiah dengan tampang sabar yang di buat-buat.
“Berapa ya bu….!? Tiga kali ya …..? eh… bukan empat atau lima ya?” sahut April mencoba mengingat – ingat.
“Bukan lima April, tapi sembilan kali. Kamu sudah sampai sembilan kali tidak mengumpulkan tugas kamu…. Tau….!”
“Aduh sembilan ya bu. Maaf April lupa,” kata April sambil menggaruk-garuk kepalanya yang emang banyak ketombenya. Kontan hal itu membuat teman-temanya makin tertawa lepas. Sementara Bu Murtafiah hanya bisa geleng-geleng kepala menghadapi makhluk ajaib yang berstatus sebagai siswinya.
“April… kesabaran ibu sudah habis. Ibu sudah tidak bisa mentoleri sifat kamu lagi, jadi ibu terpaksa harus menghukum kamu, bersihkan kamar mandi sekolah sekarang.”
“Apa bu?” tanya April refleks. Tak yakin dengan perintah yang baru saja di dengarnya.
“Ia. Bersihin kamar mandi sekolah.”
“Sekarang bu?” April pasang tampang memelas. Membersihkan kamar mandi? Ya salam, tempat yang satu itu kan amit – amit banget. Terlalu horror untuk gadis yang sangat menyukai kebersihan seperti dirinya. Ciuuss.
“Nggak, tahun depan. “Bentak bu Murtafiah
“Alhamndulilah,” puji syukur April sambil duduk kembali pada kursinya.
“Kok kamu malah duduk?” tanya Bu Murtafiah terlihat heran.
“Ya…. Ibu bilangkan tahun depan, padahal satu bulan lagi sudah ujian akhir. Jadi kalau tahun depan mah April udah nggak sekolah disini lagi. Artinya hukumannya hangus dong,” terang April panjang lebar dengan wajah sok pinternya yang sumpah sama sekali tidak cocok.
Detik itu juga tanduk Plus taring bu Murtafiah keluar .
"April. Bersihkan kamar mandinya SE-KA-RANG!!!"
Suara mengelegar Bu Murtafiah segera melenyapkan nyali April yang sebelumnya memang sudah menciut. Akhirnya dengan berat hati juga berat tenaga dan pikiran secara berlahan April bangkit berdiri.
“Dasar bloon loe Pril,” sekilas April masih bisa menangkap suara ledekan dari mulut Isul yang duduk tepat di belakangnya.
“Baik bu,” pamit April menunduk sambil berjalan keluar. Dan karena ia jalannya terus menunduk kebawah tanpa sadar ia menabrak daun pintu, yang tentu saja membuat tawa teman-temannya semakin riuh. Bu Murtafiah hanya bisa geleng-geleng kepala.
Dengan telaten April mengepel lantai setiap kamar satu persatu. Begitu selesai satu kamar, ia harus membersihkan kamar yang lainnya, dan ketika ia masuk kesalah satu kamr mandi ia langsung berteriak kaget karena mendapati seorang seorang siswa perempuan tergeletak pingsan.
“Astahfirulloh hal azzi,” lonjak April kaget dan langsung menghampiri sang gadis yang pingsan untuk menolongnya.
“Tolong…….tolong……tolong.” April sambil memapah sang gadis yang masih tak sadarkan diri.
Tentu saja teriakan April membuat guru dan siswa-siswi yang mendengarkannya heran, dan kontan berlari kearahnya. Langsung kaget ketika mendapati seseorang pingsan dikamar mandi, kemudian segera dibawa keruang UKS.
“April. Sebenarnya apa yang terjadi sama Tina. Kok dia bisa pingsan?” tanya pak Rasid, guru favoritnya di sekolah.
Ternyata gadis yang pingsan itu bernama Tina, dan dia adalah satu – satunya anak kepala Desa (????).
“Nggak tau pak. Ps April liat, dia udah pingsan. Ya udah deh, terus April langsung teriak minta tolong,” terang April jujur.
Pada saat yang bersamaan Tina pun sadarkan diri dari pingsan dan kaget ketika mendapati dirinya dirubungi banyak orang. Barulah sejenak kemudian ia ingat dan menceritakan kejadian tadi pagi kenapa ia pingsan. Ternyata kondisi tubuhnya belum fit, setelah sembuh dari sakit, ditambah lagi ia tadi pagi tidak sarapan. Dan akibat kejadian itu April tidak perlu melanjutkan hukumannya dan diizinkan untuk mengikuti pelajaran seperti biasanya.
“April tadi da kejadian apa sih ditoilet?” tanya Nia, temen sebangkunya pas istirahat.
“Tadi ada anak cewek pingsan.”
“Oh ya…..? Siapa….?” tambah Ijah ikut penasaran
“Tina, anak kepdes.”
“O…. emangnya kenapa kok dia pingsan?” Guntur yang sedari tadi mendengarkan ikut buka mulut, tapi hanya dibalas angkat bahu oleh April. Gadis itu justru tampak sibuk merapikan buku – bukunya.
“Eh kekantin yuk,” ajak Jumi tiba – tiba.
“Loe mau ntraktir kita nih?” todong April langsung.
Jumi menatap April dengan pandangan mencibir. Namun beberapa detik kemudian sebuah senyuman tergambar di wajahnya. Disusul anggukan kepala dan jawaban singkat. “Bisa.”
“Serius?” Nia menoleh kaget. Tumben amat ni anak baik. Padahal doi kan udah kadung mendapat gelar pelit nggak ketulungan #DihajarJumi.
“Suer deh,” Jumi meyakin kan dengan mengankat kedua jarinya membentuk huruf ‘V’. Detik itu juga sorakan kegirangan terdengar sebelum pada detik berikutnya kembali hening dalam sepinya suasana hanya karena lanjutan kata dari mulut Jumi.
"Tapi entar kalau bokap gue udah jadi Presiden, jadi kalau sekarang…. Yah terpaksa bayar masing-masing dulu ya.”
Gumpalan sobekan kertaspun segera berhamburan dan mendarat di kepala Jumi yang masih tertawa lebar.
“Hu….. sialan loe, kirain beneran,” gerut Hambali.
“Sampai lebaran Monyet juga bokap loe nggak bakalan deh jadi Presiden,” tambah Idah yang membuat Jumi makin tergelak.
“Loe kenapa Pril?” tanya Sugeng heran, karena sedari tadi April hanya terdiam.
“Gue lagi mikir aja,” jawab April dengan raut serius.
“Mikir apa an….? “Ana ikutan ngeksis.
“Gue heran, apa hubungannya lebaran Monyet dengan jadi Presiden. Lagian sejak kapan Monyet lebaran,” jelas April dengan tampang lugu nya.
“Hu. Dasar Mis. Tulalit!!” sorakan seisi kelas sembari mengalihkan sasaran tembakan gumpalan kertas kearah April yang hanya melongo. Tidak tau apa salah dan dosanya. Hanya saja ia merasa kalau dirinya hanyalah seseorang yang menjadi korban penganiayaan.
Begitu bel berbunyi tanda pelajaran telah berakhir semua siswa dan siswi langsung mengemasi buku-bukunya dan bersiap-siap untuk pulang. Tak terkecuali April. Tapi belum juga ia keluar dari kelasnya Hakim dan Sofa' mencegahnya untuk mengingatkan April agar membersihkan kelas terlebih dahulu, kebetulan besok pagi giliran piket mereka.
Sebenarnya yang mendapat giliran piket enam orang, tapi karena dua orang temannya tidak hadir. Dan Nia yang kebetulan juga giliran piket bersamanya sudah tak tampak batang hidungnya sejak masuk istirahat kedua tadi. Jadi terpaksa tinggal mereka bertiga, begitu Hakim dan Sofa' selesai mengangkat bangku untuk diletakkan diatas meja agar mudahkan saat menyapu lantainya, mereka bersiap-siap untuk pulang.
“Lho…. Kalian mau kemana….? “April menghentikan aktivitasnya begitu melihat Hakim dan Sofa' sudah menjinjing tas masing-masing.
“Mau pulang dong, lagain sesuai perjanjian yang cowok mengangkat bangku dan yang cewek menyapu lantai. Jadi sekarang tugas kami sudah selesai, soo kita duluan,” sahut Sofa tanpa rasa bersalah.
“Yah.. jangan dong, entar April jadi sendirian lagi.”
“IDL,” balas Hakim santai.
“IDL….? Apa an tuh?” tanya April dengan kening sedikit bekerut.
“Itu Derita Loe,” balas Hakim dan Sofa' serentak, sambil tertawa dan langsung beranjak pergi meninggalkan April sendirian.
“Aduh… ! gimana nih…? April sendirian lagi, mana lantainya kotor, entar kalau ada hantu gimana?” gumam April sendiri.
Tiba-tiba bulu kuduknya merinding ketingan ingatannya tertuju pada film horror yang sering ia tonton tentang sekolah-sekolah yang berhantu.
Pada saat April menyapu salah satu kolong meja dengan posisi membungkuk dan membelakangi pintu, samar-samar ia mendengar langkah kaki yang berjalan mendekat kearahnya. Jantungnya jadi dig dug nggak karuan, dengan sedikit keberanian yang masih tersisa ia menoleh kebelakangnya dan……
“Dor!!!”
“Uwa…..Tolong……!!! Tolong…..!!! tolong…!!!” teriak April sekencang-kencangnya disusul tawa cekikikan seorang hantu wanita.
“Ha…. Ha….. ha……. Kaget ya loe? ” terdengar suara tepat dibelakang April.
“Kurang ajar, setan alas, babon kue,” maki April begitu tau kalau sosok dibelakangnya adalah Nia.
“Kenapa…..? Loe pikir gue hantu?” tanya Nia di sela tawanya.
“Ia….. April kira tadi kuntilanak yang datang, e….. nggak taunya malah kuntilemak,” umpat April masih shok.
“Sembarangan!” damprat Nia sewot.
“Lagian bukanya loe udah pulang ya?” tanya April heran.
“Nggak ah tadi gue ada ditaman belakang, sengaja nggak masuk. Males banget gue belajar bahasa Arab, bikin pusing,” sahut Nia yang dengan tidak sopannya duduk diatas meja.
“Cek cek cek. Sumpah parah loe,” kepala April mengeleng geleng sambil menatap Nia sinis. “Seharusnya kan…..”
“Harusnya apa…? Gue nggak boleh bolos….? Gitu?!” potong Nia.
“Harusnya kan loe ngajak-ngajak , April juga mau ikutan bolos kayak loe kali kalau tau da temennya, mumet masuk bahasa arab. Bikin ngantuk.”
“hu…..! kirain loe mau ngomong apaan….? Ternyata dua kali lima aja ma gue,” gumam Nia sebel.
“Udah deh, sekarang bantuin. Loe kan juga piket, enak aja nongkrong disitu.”
“Nggak ah… males gue, kotor,” tolak Nia langsung.
“Kotor pale loe, mau bantui nggak?!” ancam April sambil menghunuskan pedang sapunya kearah Nia.
“Iya…..iya . Gue nyapu nih, bawel banget sih loe. Jadi nyesel gue kesini, kalau tau begini mendingan langsung pulang aja gue tadi,” gumam Nia sewot. Namun tak urung diraihnya sapu yang ada pintu, dan mulai menyapu membantu April.
Keesokan harinya, terdengar gaduh sekali dikelas April. Pasalanya Azimisar, orang yang sudah libur beberapa hari sudah masuk kelas lagi, katanya sih liburan, dan ceritanya pagi ini. Dia bagi-bagi oleh-oleh, sambal kripik singkong. Masing-masing anak dapat jatah satu, tapi yang datang duluan ada yang ngambil dua, sehingga yang datang terlambat nggak kebagian deh. Salah sendiri ngapain telat.
“Gimana Azimisar, liburan loe seru nggak?” tanya Dewi sambil mengunyah keripiknya yang tinggal setengah.
“Wah gila coy, seru banget deh pokoknya, coba kalian ikut. PASTI minta langsung pulang,” cerita Azimisar terlihat semangat.
“Lho….?! Katanya seru…. Kok kita malah minta pulang?” tanya Sugeng heran.
“Ia… soalnya kalau kalian nggak mau pulang langsung aja gue usir. Enak aja, gue yang liburan kalian main nebeng sembarangan, modal donk!” sambut Azimisar yang membuat temen-temennya cemberut.
“Udah dong Azimisar, lanjutin cerita loe. Emang kemarin loe liburan kemana sih…? “Tanya Anis nggak sabar..
“Gue liburan kerumah Eyang gue. Ke Bokor,” sahut Azimisar bangga.
“Ha….. Bogor….? Ya ampun jauh banget, pantesan loe bilang seru, pasti asyik banget ya?” komentar Razimah takjub.
“Eh… cungkil tu upil ditelinga loe. Gue bilang Bokor bukan Bogor, pakek K bukan G, “ralat Azimisar sewot.
“Bokor……???!!! Dimana tuh?” tanya Sogiran yang kebetulan duduk di samping Azimisar mewakili yang lain yang juga ingin menanyakan hal yang sama.
“Iya, perasaan kita nggak pernah denger deh kota yang namanya Bokor?” sambung April, Mis Tulalit.
“Atau jangan-jangan luar Negri y?” tambah Nia makin salut.
“Luar Negri dari hongkong, lagian siapa yang bilang gue liburan keluar kota. Orang Bokor itu nama kampung eyang gue kok. Tepatnya Bokor Selatpanjang Riau Indonesia,” jelas Azimisar yang membuat teman-temannya tertawa.
“Ha….. ha…… ha……. Liburan kok keudik,” ledek Khairia tak mampu menahan tawa.
“Iya gue kirain Negara mana…? Ternyata keudik juga. Kha kha kha,” Isul ikut ikutan ngakak dengan tampang meledek.
“Kalian jangan ngehina dulu. Walau keudiak, tapi eyang gue itu juragan di kampung gue. Beliau punya kebun Duren, rambutan, duku, mangga, cempedak, pokoknya banyak deh.”
“Yang bener Azimisar?” Hambali yang sedari tadi hanya mendengarkan cerita tampak menelan menelan air liurnya sendiri. Ia kan paling doyan makan duren sama rambutan. Nggak kebayang deh gimana rasanya makan sepuasnya.
“Ya seriuslah ngapain juga gue bohong,” sahut Azimisar puas.
“Kalau gitu loe dapat makan sepuasnya dong?” Mustawa pasang tampang iri. Bahkan Guntur yang duduk di hadapannya tampak sedang melomoti (???) jempol nya sendiri. Persis seperti orang ngidam yang nggak keturutan. Kesian….
“Mending gue bisa makan, pas gue datang tu pohon nggak ada satu pun yang berbuah. Cuma daun aja yang banyak. Emangnya gue kambing apa makan daun.”
“Hu…..!!!” sorakan seisi kelas kembali terdengar.
“Kasian deh loe,” ledek Izal sambil menatap Azimisar dengan raut meledek.
“Jadi pas loe datang emang lagi pas nggak musim buah?” Uun memastikan. Azimisar hanya mengangguk, sebelum kemudian mulutnya meralat cepat.
“Eh… gue inget kalau nggak salah waktu itu musim buah para, bisa dibilang tiap pohon berbuah. Banyak banget.”
“Oh ya? Buah para? Buah apaan tuh? Perasaan gue nggak pernah denger?” tanya Nia heran.
“Jadi kalian belum pernah denger apa itu buah para? Kasian, jadul banget sih” gentian Azimisar yang mencibir. Sepertinya pria itu berusah untuk membalas ledekan padanya tadi “Padahal itukan makanan spesial.”
“Spesial? Spesial untuk apa?” Nia makin tidak sabar sabar.
“Spesial buat…….,”Izal sengaja menggantungkan jawabanya. Ia ingin melihat ekspresi temen-temennya yang sudah tidak sabar “MONYET. Ha ha ha,” sambungnya langsung tertawa, jelas saja membuat teman-temannya sebel.
“Sialan loe.”
“Ia, bikin penasaran nggak taunya makanan monyet,” sambung Sofa cemberut, Azimisar justru makin ngakak.
“Jadi Zal, dirumah Eyang loe banyak monyetnya ya?” tanya Sanah tiba – tiba.
“Kalau dirumah Eyang gue nggak ada, kalau dikebunnya banyak,” sahut Azimisar meralat.
“Trus loe pernah lihat nggak….? Kayak apa si?” tanya Sanah lagi. Seumur-umur Sanah memang belum pernah melihat monyet secara langsung, kecuali dulu di tipi yang jadi model iklan XL.
“Ya pernahlah, kalau dilihat-lihat sih beda tipislah ama loe.”
“Sembarangan,” Sanah sewot sambil menjitak kepala Azimisar yang hanya tertawa, begitu juga dengan yang lain.
Tiba-tida bel berbunyi tanda pelajaran pertama akan segera dimulai. Semua segera menuju kekursi mereka masing-masing karena bu Anggi sudah tampak diambang pintu. Dengan wajah ceria masing-masing mengeluarkan buku bahasa inggrisnya, karena kebetulan hari ini pelajaran pertama bahasa inggris. Secara siapa yang tidak ceria, masih pagi-pagi sudah dapat kripik gratis. Tapi sayangnya keceriaan itu hanya berlangsung beberapa detik setelah kemunculan Bu Anggi dan segera berubah cemberut, begitu mendengar pengumuman dari bu Anggi kalau hari ini diadakan ulangan harian.
“Yah, Ibu…. Kok dadakan sih?” Isul protes.
“Ulangan dadakan…? why not ! Dangdut dadakan juga boleh,” sahut Bu Anggi menanggapi protesan Isul.
“Itukan dangdut bu. Masa bahasa inggris di samain ma dangdut, itu sih nggak nyambung,” Izal menimpali.
“Kalau gitu kalian pilih mana? Mau konser dangdut dilapangan atau ulangan bahasa inggris dikelas?” tanya Bu Anggi nggak tanggung – tanggung. Detik itu juga semua murid di kelas langsung mejudge kalau gurunya adalah salah satu dari sekian orang yang menjadi korbang ajang audisi pecarian bakat yang memang sedang marak – maraknya di siarkan di salah satu stasiun swasta Indonesia.
Walaupun soalan yang diberikan hanya 10 dan itu pun pilihan ganda semua tetap saja membuat semuanya pusing tujuh keliling. Sudah ngasih ulangannya dadakan, close book lagi. Gimana nggak sebel. Bahkan Dewi sang juara kelas juga dibuat pusing tuju belas keliling.
Ketika Dewi sedang konsentrasi mengisi soal nomor 8, tiba-tiba ada yang nimpuk kepalanya dari belakang pakek kertas. Saat menoleh, Dewi mendapati kalau ternyata Sugeng pelakunya. Terbukti dengan tingkah pria itu yang memberikan isarat padanya untuk segere mengambil ketras yang telah ia lemparkan tadi.
Walau kesel tak urung Dewi membungkuk guna mengambilnya. Matanya melotot sempurna saat membaca tulisan yang tertera.
“Gue minta jawaban nomor 7, 8, 9 dan 4, sama 3, 1 terus 10 buruan nggak pake lama!!!!”.
Jelas saja Dewi sebel, sudah minta tolong, maksa. Ia aja baru selesai tiga soal, eh sekali minta tolong tujuh. Kenapa nggak semua aja sekalian, tapi tak urung ia balas juga disebaliknya dan segera ia lemparkan kearah Sugeng. Selesai membacanya Sugeng langsung cemberut dan membuang kertas tersebut secara sembarangan. Alhasi mendarat tepat dikepala April. April kaget tapi tetap diambil nya kertas tersebut. Tampak sebuah senyum yang merekah di bibirnya begitu membaca.
Sugeng kemudian kembali menyobek kertas dan menulis
“Awas Loe!!!” dan kembali ia lempar ke Dewi.
Acara korespondensi dadakan pun terjadi karena Dewi langsung membalasnya segera laksanan SMS yang muncul di hanphonnya. Dengan santai di tulisnya kata di kertas sebalum kemudian kembali ia lemparkan ke arah Sugeng.
“Tenang, entar kalau gue kesandung gue nggak akan minta tolong loe deh.”
Tentu Saja surat balasan dari Dewi membuat Sugeng makin sewot. Kali ini ia menggunakan selembar kertas, dan mengambil stabilo kuning dari dalam tasnya. Sengaja ia tulis kalimat besar-besar, kemudian ia lemparkan ke Dewi. Tapi sayang karena terlalu bernafsu, lemparan itu mendarat dua meja didepan Dewi, tepat mengenai kepala bu Anggi yang dari tadi mondar-mandir seperti strkika demi untuk mengawasi siswanya.
Golll!!!!!.
Uppsss
Bu Anggi clingak clinguk sebelum kemudian sedikit membungkuk, memungut kertasnya. Membuka dan kemudian membacanya, seketika mukanya merah
“Siapa yang melemparkan surat kaleng ini?!” suara bu Anggi terdengar menggelegar laksana petir di siang bolong membuat Sugeng langsung mengkeret kayak Udang. Siswa yang lain hanya saling bertatapan heran, tidak tau apa yang terjadi.
“Siapa yang berani melempar surat kaleng ini?” ulang Bu Anggi mengulang pertanyaannya kali ini suaranya terdengar sangat tegas, tapi semua siswa tetap terdiam. Dewi melirik kearah Sugeng yang tampak semakin pucat.
“Jadi nggak ada yang mau ngaku ni?” ancam bu Anggi.
Tiba-tiba April mengangkat tangannya. Kontan saja semua mata tertuju kearahnya. Berani banget tu anak, sudah bosan hidup ya atau punya nyawa selusin?.
“Jadi kamu yang nimpuk ibu pakek surat kaleng ini April?” suara Bu Anggi sedikit terdengar lebih santai namun syarat ancaman.
“Ya bukan lah buk. Ada-ada aja, masa April berani menganggu sing… ehem maksudnya menggangu ibu,” kata April, hampir aja ia keceplosan menyebut gurunya singa betina.T_T.
“Kalau begitu kenapa kamu tunjuk tangan?” bu Anggi heran. Yang lainnya juga ikut penasaran.
“Ya April Cuma mau bilang kalau April udah nyelesaiin tugas yang ibu kasih. Nih,” April maju kedepan dan menyerahkan kertas ulangannya.
Ini anak pura-pura blo’on atau memang super blo’on sih. Nggak tau apa orang lagi marah.
“Ha?! Serius loe pril?” bisik Nia kaget sebelum April benar – benar bangkit maju kedepan. Tapi April hanya mengangguk mantap.
“Ia nih, gue aja baru tiga masa loe,Mrs. Tulalit kok sudah selesai. Yang benar sajalah,” tambah Dewi nggak percaya.
“Bomat. Yang penting gue udah selesai. Nih buk,” balas April makin pede.
Bu Anggi langsung mengambilnya, kemudian mengamati sejenak. Tapi dipikir kayak apa juga tetep nggak masuk akal karena jawabannya bener semua. Lho kok?! Baru sekilas melihat bisa langsung tau kalau jawabannya bener semua?.
“Ini bener kamu sendiri yang ngisi?” tanya bu Anggi.
“Ya ia lah buk. Abis mau minta tolong sama siapa?” April balik nanya.
“Kok bener semua?”
“Masa sih buk?” gantian April yang keheranan plus double girang.
“Ia nih buk, masa Mrs. Tulalit bisa bener semua?” kata Hakim nggak terima.
“Lagian baru sekali liat kok bisa yakin kalau jawabannya bener semua?” tambah Dewi.
“Ya ia lah langsung tau. Lah wong jawabannya dari nomor satu sampai sepuluh A semua,” jawab bu Anggi. Tapi dalam hati. Habis kalau dijawab keras-keras bisa batal tuh ulangan.
“Ya sudah. Mending kamu keluar dulu sana. Awas jangan sampai temen kamu ada yang nyontek,” kata bu Anggi kemudian.
“Beres bu,” April berjalan keluar menuju pintu sambil pasang tanpang TP. Tau kan…?. ‘tebar pesona’. Bangga banget lah dalam hati. Jelas saja teman-temannya makin jealous.
“Jangan-jangan dibantuin jin tu orang?” batin Nia yang jadi merinding membayangkan ucapanya sendiri.
Tepat saat kaki April menginjakan pintu keluar, tiba tiba ia berhenti karena teringat sesuatu. Langsung balik kanan menatap bu Anggi yang masih berdiri bengong menatap kertas ulangan di tangannya.
“Oh ya buk, hampir aja lupa. Tadi April mau nanya surat kaleng nya isinya apa sih. Jadi penasaran,” tanya April yang mengingatkan semuanya akan accident yang hampir terlupakan.
Deg! Jantung Sugeng seperti mau copot.
“Kurang ajar loe. Ngapain diingetin lagi sih. Padahal kan tadi udah lupa, dasar Mrs. Tulalit,” maki Sugeng dalam hati
“Untung kamu ngingetin. Hampir aja ibu tadi lupa, ayo sekarang semuanya ngaku siapa tadi yang sudah nimpuk ibu pake surat kaleng ini?” tanya bu Anggi lagi.
“Tenang dulu bu. Jangan marah marah. Percaya deh sama April bentar lagi ibu pasti bakal dapat kabar bagus,” saran April sok ngeramal. Yang lain heran, abis apa hubungannya?.
“Maksud kamu?”
“Gini buk, April juga pernah dapat surat kaleng kayak gitu. Dan setelah itu April langsung dapat kabar gembira. Suwer deh.”
Sedetik setelah April menyelesaikan ucapanya, tiba-tiba Hp bu Anggi berdering. Setelah berbicara sejenak ia langsung mematikan telponnya dan mendekati April.
“Ya ampun April. Ternyata kamu bener. Barusan ibu dapat kabar kalau ternyata keponakan ibu baru saja melahirkan anak nya dengan selamat. Terus kembar lagi.”
“Yang bener bu?”
“Sudah sekarang kumpulkan semua tugas kalian.”
“Tapi buk, kita belom selesai,” kata Minda.
“Nggak papa. Hari ini ibu kasih bonus, selesai nggak selesai kalian dapat nilai lapan semua. Kalau April 10. Oke!”
“Ha…?!”
Semua melongo, cengo dengan sikap ajaib gurunya. Tapi tak urung juga merasa girang. Gimana nggak? Secara nggak perlu mikir susah susah tapi dapat nilai 8. Blo’on banget kalau nggak mau.
Tapi heran deh ni guru sama murid kok sama aja ya. Sama-sama tulalit. He he he.
“Kalau begitu ibu pergi dulu. Oh ya April, mending surat kalengnya buat kamu saja. Siapa tau kamu dapat kabar bagus lagi,” selesai berkata bu Anggi langsung pergi meninggal kan siswanya yang kebingunggan.
Dengan agak terburu-buru April membuka bundelan kertasnya. Kemudian membaca keras-keras agar teman-temannya yang juga penasaran bisa ikut mengetahuinya.
“DASAR BABON KOE!!!. JEMBELENGAN…!!!”
Kontan tawa seisi kelas meledak bahkan kelas sebelah yang tidak tau apa – apa juga heran mendengarnya. Kira-kira ada apa ya?.
“Gila. Bener-bener deh. Siapa sih yang berani bikin tu surat terus ngelemparnya kekepala bu Anggi. Punya nyawa selusin ya?” kata Guntur yang duduk tepat didepan meja guru.
“He’eh. Berani banget,” tambah Minah.
“Tapi siapa?” tanya April.
“Pasti elo. Ia kan Sugeng?” tuduh Dewi langsung.
“What?! Yang bener saja lah kou,” logat batak campuran Majeni langsung keluar.
“Ia. Masa sih elo Geng?” Nia menatap kearah Sugeng yang cengengesan sambil mengangguk membenarkan ucapan Dewi. Sofa' hanya bisa geleng-geleng kepala nggak tau lagi mau ngomong apa atau memang ia sudah tidak kebagian dialog. Entahlah.
“Nekat loe. Masa bu Anggi loe bilang babon. Jembelengan lagi. Udah kebal loe?” timpal Razimah yang diam diam naksir pria itu.
“Ya nggak lah. Lagian tu surat bukan buat Bu Anggi. Tadi itu cuma kesalahan teknis aja. Gara gara Dewi sih. Rese”
“Maksud nya?”
“Kita jadi bingung nih?”
“Ia tadi itu gue mau ngelemparnya ke Dewi. Tapi yang kena malah bu Anggi.”
“Untung aja nasib loe bagus. April tadi bisa nanganin. Coba kalau nggak?” ujar Nia.
“Tapi hari ini April keren ya. Udah ulangannya selesai duluan, bener semua pula tu. Terus juga bisa nanganin bu Anggi bahkan kita bisa dikasih bonus nilai lagi. Kok bisa ya?” gumam Izal curiga.
“Ia nih, atau jangan-jangan….?” timpal Nia dan tiba-tiba bulu kuduknya merinding membayang kan April dibantu oleh jin.
“Jangan-jangan apa?” tanya Ria penasaran.
“Jangan-jangan loe dibantuin jin ya?” tebak Nia langsung. Tentu saja semuanya kaget tapi tak urung membenarkan ucapan Nia.
“Jin gundul mu. Sembarangan aja kalau ngomong,” bentak April sewot.
“Kalau nggak loe bisa ngisi bener semua dari mana donk?” kejar Jumi.
“Nih. Liat aja sendiri,” April menyerah kan sobekan kertas yang ia ambil dari dalam saku bajunya.
“Lho, itu kan kertas yang gue buang tadi. Kok bisa ada sama loe?” Sugeng heran.
“Tau. Tadi gue liat dibawah kolong meja gue. Karena penasaran ya udah gue ambil aja. E nggak taunya jawaban soal B. Inggris tadi,” jelas April polos.
“Tunggu dulu, jadi tadi loe nyontek ini?” tanya Sofa' menegaskan..
April mengangguk.
“Maksudnya dari nomor satu sampai sepuluh jawabannya A semua?” tanya Dewi dan Sugeng serentak.
“Iya,” balas April. Ia heran kok Dewi juga bisa tau.
“Apa???!” .
“Bruk…!”.
Dewi tergeletak di lantai. Shok langsung pinsan. Padahal ia sudah meres otak buat nyari jawabannya, bahkan tadi saat membalas ia cuma ngasal aja. Tapi kok…
Teman-temannya panik. Dan langsung membawa Dewi ke ruang UKS.
“Ternyata bu Anggi beneran nggak beres ya. Masa jawaban dari satu sampai sepuluh A semua,” komentar Ina kemudian.
“Ah dasar kaliannya aja yang dodol. Pakek ngatain bu Anggi nggak beres segala. Kayak kaliannya beres aja” balas April sambil pergi meninggalkan kelas dengan gaya princes dadakannya.
To Be continue
Kita bersambung dulu ya. Lanjut baca ke Cerpen Lucu Mis Tulalit ~ 02. Ngomong - ngomong untung aja ya, temen – temen admin nggak ada yang demen baca. Coba aja mereka tau kalau image mereka di bikin ancur gini disini. Xi xi xi

~ With Love ~ Ana Merya ~
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~