Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 12 / 13
Hello guys. Ketemu lagi nih bareng admin yang muncul untuk menyapa lewat cerpen kala cinta menyapa nya. Gimana? Ada yang penasarankan sama lanjutan kisahnya Erwin dan Rani? Kalau jawabannya iya, monggo langsung simak kebawah. Jangan lupa, baca dulu bagian sebelumnya disini. Happy reading ya....
"Rani, loe baik baik aja kan?" tanya Irma prihatin saat melihat tampang kusut Rani yang selama beberapa hari ini tidak pernah hilang dari wajahnya.
"Kalau loe berharap gue jawab bohong. Iya gue baik baik aja. Tapi kalau gue boleh jawabjujur. Tentu saja tidak. Gue nggak lagi baik baik aja. Apa lagi melihat mereka," terang Rani dengan telunjuk mengarah lurus kearah Erwin yang tampak sedang berbicara akrap dengan Syintia.
"Loe cemburu ya?".
"Iya," aku Rani tanpa berpikir dua kali. "Atau gue labrak aja ya mereka sekarang?" sambungnya lagi.
"Ha?" mulut Irma melongo mendengar kalimat tegas yang keluar dari mulut gadis di sampingnya. "Ehem. Loe... Bercanda kan?" tanya Irma hati - hati.
"Gue nggak bercanda. Gue cuma nggak serius aja. Lagian mana mungkin gue berani melabrak mereka. Emangnya status gue apa? Mantan calon pacar? Iya kali, cuma calon udah jadi mantan pula. Sok sokan berani nabrak."
"Loe si, kalau memang suka kenapa pake nolak".
"Kan itu gara - gara loe juga. Loe kan yang pake nakut nakutin gue kemaren. Loe sendiri yang bilang kalau sampe gue jadian sama si Erwin, gue bakal di bully abis sama anak - anak disini. Siapa yang nggak takut kalau gitu coba?"
"Oh soal itu. Iya juga ya. Hampir aja gue lupa," Irma tampak mengangguk angguk membenarkan. Sama sekali tidak merasa bersalah.
"Terus gue harus bagaimana?" tanya Rani sambil merebahkan kepalanya di atas meja. Terlihat sama sekali nggak bersemangat.
""Aha, gue punya ide," teriak Irma sambil menjentikan jarinya. Mengikuti gaya - gaya di tv kalau pas sedang mendapatkan ide cemerlang.
"Apa? Loe punya cara supaya Erwin suka lagi sama gue?" tanya Rani terlihat antusias.
"Bukan," kepala Irma menggeleng keras. "Berhubung Erwin nggak suka sama loe, gimana kalau mulai sekarang loe..." Irma sengaja menghentikan ucapannya. Menanti reaksi dari Rani yang tampak menatapnya penuh harap. "Move On aja gimana?"
"Heh," Rani langsung mencibir. Move on? Ngomong si gampang, tapi ngelakuinnya itu yang susah. Bener nggak si?
"Ih, gue serius lagi. Kalau leo terus - terusan menyesali diri, terus ngarepin cinta Erwin balik lagi sama loe sementara jelas - jelas sekarang dia sudah deket sama cewek lain itu jelas cuma nyakitin diri sendiri. Mendingan loe Move On aja".
"Iya, tapi cara nya gimana non Irma yang genius?" tanya Rani dengan nada menyindir.
"Apa gue harus pura - pura nggak kenal sama dia padahal bayangan dia selalu aja bermain di kepala gue, atau gue harus pura - pura bersikap cuek, padahal jelas gue selalu memperhatikan dia diam - diam?" tambah Rani lagi. Membuat Irma hanya mampu tersenyum masam.
"Ya sudah kalau gitu. Gue ganti. Gimana kalau mulai sekarang loe aja yang deketin dia. Siapa tau ntar dia balik suka lagi sama loe?" saran Irma yang langsung di balas gelengan kepala oleh Rani.
"Kenapa?".
"Karena nggak ada dalam kamus hidup gue harus ngejar - ngejar cowok. Terlebih gue udah pernah nolak dia".
"Astaga Rani. Please deh. Jangan bikin orang waras kaya gue jadi gila. Loe disuruh move on nggak mau, buat bikin dia yang suka sama loe juga ogah. Terus loe maunya apa?" tanya Irma terliaht frustasi.
Lagi - lagi kepala Rani mengeleng perlahan sebagai jawabannya. "Gue juga nggak tau?" gumamnya lirih.
Kali ini Irma ikut ketularan menggeleng kepala. Tak tau harus berkomentar apa lagi. Matanya hanya mampu menatap miris wajah lemes Rani yang kembali merebahkan kepalanya di meja. Ikut prihatin akan nasib yang menimpa sahabatnya. Tak dipungkiri sedikit banyak ia juga merasa bersalah. Rani itu anaknya memang polos. Terlalu polos malah sampai - sampai ia mau menelan mentah - mentah nasehatnya kemaren. Ya ampun, apa yang harus ia lakukan untuk membantunya?.
Sampai kemudian sebuah ide tiba tiba mampir di otaknya. Sepertinya ia harus melakukan sesuatu.
"Rani, loe baik baik aja kan?" tanya Irma prihatin saat melihat tampang kusut Rani yang selama beberapa hari ini tidak pernah hilang dari wajahnya.
"Kalau loe berharap gue jawab bohong. Iya gue baik baik aja. Tapi kalau gue boleh jawabjujur. Tentu saja tidak. Gue nggak lagi baik baik aja. Apa lagi melihat mereka," terang Rani dengan telunjuk mengarah lurus kearah Erwin yang tampak sedang berbicara akrap dengan Syintia.
"Loe cemburu ya?".
"Iya," aku Rani tanpa berpikir dua kali. "Atau gue labrak aja ya mereka sekarang?" sambungnya lagi.
"Ha?" mulut Irma melongo mendengar kalimat tegas yang keluar dari mulut gadis di sampingnya. "Ehem. Loe... Bercanda kan?" tanya Irma hati - hati.
"Gue nggak bercanda. Gue cuma nggak serius aja. Lagian mana mungkin gue berani melabrak mereka. Emangnya status gue apa? Mantan calon pacar? Iya kali, cuma calon udah jadi mantan pula. Sok sokan berani nabrak."
"Loe si, kalau memang suka kenapa pake nolak".
"Kan itu gara - gara loe juga. Loe kan yang pake nakut nakutin gue kemaren. Loe sendiri yang bilang kalau sampe gue jadian sama si Erwin, gue bakal di bully abis sama anak - anak disini. Siapa yang nggak takut kalau gitu coba?"
"Oh soal itu. Iya juga ya. Hampir aja gue lupa," Irma tampak mengangguk angguk membenarkan. Sama sekali tidak merasa bersalah.
"Terus gue harus bagaimana?" tanya Rani sambil merebahkan kepalanya di atas meja. Terlihat sama sekali nggak bersemangat.
""Aha, gue punya ide," teriak Irma sambil menjentikan jarinya. Mengikuti gaya - gaya di tv kalau pas sedang mendapatkan ide cemerlang.
"Apa? Loe punya cara supaya Erwin suka lagi sama gue?" tanya Rani terlihat antusias.
"Bukan," kepala Irma menggeleng keras. "Berhubung Erwin nggak suka sama loe, gimana kalau mulai sekarang loe..." Irma sengaja menghentikan ucapannya. Menanti reaksi dari Rani yang tampak menatapnya penuh harap. "Move On aja gimana?"
"Heh," Rani langsung mencibir. Move on? Ngomong si gampang, tapi ngelakuinnya itu yang susah. Bener nggak si?
"Ih, gue serius lagi. Kalau leo terus - terusan menyesali diri, terus ngarepin cinta Erwin balik lagi sama loe sementara jelas - jelas sekarang dia sudah deket sama cewek lain itu jelas cuma nyakitin diri sendiri. Mendingan loe Move On aja".
"Iya, tapi cara nya gimana non Irma yang genius?" tanya Rani dengan nada menyindir.
"Apa gue harus pura - pura nggak kenal sama dia padahal bayangan dia selalu aja bermain di kepala gue, atau gue harus pura - pura bersikap cuek, padahal jelas gue selalu memperhatikan dia diam - diam?" tambah Rani lagi. Membuat Irma hanya mampu tersenyum masam.
"Ya sudah kalau gitu. Gue ganti. Gimana kalau mulai sekarang loe aja yang deketin dia. Siapa tau ntar dia balik suka lagi sama loe?" saran Irma yang langsung di balas gelengan kepala oleh Rani.
"Kenapa?".
"Karena nggak ada dalam kamus hidup gue harus ngejar - ngejar cowok. Terlebih gue udah pernah nolak dia".
"Astaga Rani. Please deh. Jangan bikin orang waras kaya gue jadi gila. Loe disuruh move on nggak mau, buat bikin dia yang suka sama loe juga ogah. Terus loe maunya apa?" tanya Irma terliaht frustasi.
Lagi - lagi kepala Rani mengeleng perlahan sebagai jawabannya. "Gue juga nggak tau?" gumamnya lirih.
Kali ini Irma ikut ketularan menggeleng kepala. Tak tau harus berkomentar apa lagi. Matanya hanya mampu menatap miris wajah lemes Rani yang kembali merebahkan kepalanya di meja. Ikut prihatin akan nasib yang menimpa sahabatnya. Tak dipungkiri sedikit banyak ia juga merasa bersalah. Rani itu anaknya memang polos. Terlalu polos malah sampai - sampai ia mau menelan mentah - mentah nasehatnya kemaren. Ya ampun, apa yang harus ia lakukan untuk membantunya?.
Sampai kemudian sebuah ide tiba tiba mampir di otaknya. Sepertinya ia harus melakukan sesuatu.
nice story,,,,
ReplyDeletelove is something that makes me fulfill my destiny as a human being, to marry is the greatest hope that I hung far above the sky where I say a prayer to the Lord. thanks for the article interesting. continued success yes for CERT
ReplyDelete