Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Galau "Bahagia Itu Kita Yang Rasa"

G to the A to the L to the A to the U = Nyesek. Ibarat pepatahnya ni ya, Di telen pahit di buang sayang. Itu sih yang admin rasain sekarang. Dan tau tau di bawa ngetik jadi deh Cerpen Bahagia Itu Kita Yang Rasa. Nggak tau deh kok bisa gitu. Nah buat yang udah penasaran sama gimana ceritanya bisa langsung simak kebawah. Happy Reading

Cerpen Bahagia Itu Kita Yang Rasa

"Aku Menyukaimu. Kau mau kan Jadi kekasihku?."

Bagai patung, Irma membatu. Tepat dihadapannya Rey bersimpuh sambil tersenyum manis. Setangkai bunga mawar di tangan menambah romantika suasana. Namun tetap Irma masih terpaku dan membisu.

"Kenapa mesti aku?" tanya Irma setelah berhasil mendapatkan pita suaranya kembali setelah beberapa saat yang lalu menghilang karena shock.

Kepala Rey mengeleng perlahan. Masih dengan senyum yang tersunging di sudut bibirnya. Tanpa kata, tanpa suara. Hanya menanti jawaban atas tawaran resmi hubungannya.

Sejenak Irma memejamkan mata. Selangkah demi selangkah kakinya bergerak mundur.

"Maaf," cukup satu kata yang keluar dari bibirnya sebelum kemudian Irma berbalik dan tidak menoleh lagi.

"Brak."

Irma mengangkat wajahnya kaget. Raut marah Ana yang baru saja mengebrak meja tepat di hadapannya jelas tergambar. Membuat Irma mengerutkan kening bingung.

"Ada apa?" tanya Irma hati - hati.

"Ada apa? Ada apa loe bilang? Harusnya gue yang nanya, loe kenapa?"

"Memangnya gue kenapa?" Irma balik bertanya. Masih tidak mengerti arah dan tujuan pembicaraan sahabatnya barusan.

"Seisi kampus kita heboh, katanya loe nolak Rey. Apa itu bener?"

Irma terdiam sambil tersenyum samar. Sepertinya ia mulai mengerti kemana arah pembicaraan itu akan di bawa. Dengan perlahan kepalanya mengangguk membenarkan.

"Apa loe udah gila?" tanya Ana lagi.

"Sejak kapan menolak mengajak pacaran itu di sebut gila?" bukannya menjawab Irma malah balik bertanya.

"Kalau loe di tembak oleh Bang ocor ataupun bang jony terus loe tolak baru wajar. Ini Rey, Irma. Reyhan Sinatrya. Idola di kampus kita," terang Ana penuh penekanan.

Kali ini Irma hanya angkat bahu membuat Ana harus mati - matian menahan diri untuk tidak langsung menjitak kepala sahabatnya saat itu juga.

"Kasih tau alasannya kenapa loe nolak dia?" tambah Ana dengan nada memaksa, membuat mulut Irma sedikit maju. Jelas merasa tidak terima.

"Karena gue nggak punya satupun yang bisa di jadikan alasan kenapa gue harus menerima dia," balas Irma santai. Kali ini ia membalas tatapan tajam Ana yang terhunjam padanya.
"Nggak ada satu pun alasan loe bilang?! Astaga, dia itu cowok paling sempurna yang bisa di jadikan rujukan pacaran jaman masa kini. Tampang cakep? Jelas! Baik? Nggak di ragukan lagi. Kaya? Semua orang juga udah tau. Dan loe malah dengan seenak jidat bilang nggak ada alasan buat nerima dia. Heh, belum pernah liat sendal melayang nyangkut di kepala ya?"

"Ya ampun Ana, loe marah - marahin gue cuma karena gue nolak tawaran Rey tadi pagi?" keluh Irma pasang tampang dramatisir yang sumpah nggak mempan untuk meredakan kemarahan Ana.

"Itu _ Bukan _ Cuma!" tandas Ana penuh penekanan.

"Hufh," Irma tampak menghembuskan nafas secara berlahan. Merasa lelah dan percuma untuk melakukan perdebatan. Terlebih mendebat seorang Ana. The Master of Debater (???).

"Sudah lah, nggak usah di bahas lagi. Gue mau pulang. Loe mau bareng nggak?" tanya Irma mengalihkan pembicaraan. Diraihnya tas yang berada di atas meja. Siap berbalik pergi, namun langkahnya terhenti ketika mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Ana.

"Hanya karena tidak ingin terluka bukan berarti loe harus takut untuk merasa bahagia."

Walau berat untuk mengakui, Irma mengerti kalau apa yang Ana ucapkan ada benarnya. Tapi, rasa ego masih bersarang di hatinya. Tanpa berbalik ia kembali melangkah. Meninggalkan Ana terpaku sendirian.

Sambil terus melangkah angan Irma melayang jauh. Sejauh mimpi yang ingin ia raih. Dengan perlahan ia melangkah kedalam bus yang akan membawanya pulang kerumah. Matanya mengamati sekeliling. Entah memang takdir, atau kebetulan di dunia ini selalu ada. Hampir semua bangku pernuh kecuali bangku yang berada tepat di belakang sopir.

Harusnya, ya harusnya Irma sama sekali tidak keberatan untuk duduk disana kalau saja matanya tak lebih dahulu mengenali siapa sosok yang duduk di sana dengan mata terpejam. Rey, Seseorang yang ia tolak tadi pagi.

Sempat merasa ragu namun pada akhrinya Irma melangkah kearah bangku itu. Mendaratkan tubuhnya secara perlahan.

Merasa kehadiran seseorang di sampingnya refleks Rey membuka matanya. Bola mata hitam nan tajam langsung terhunus kearah Irma yang hanya mampu tersenyum kaku. Mendadak merasa menyesal akan keputusannya. Harusnya tadi ia lebih memilih untuk berdiri saja dari pada berada dalam situasi seperti ini.

Sebuah senyum tulus yang tergambar di wajah Rey pada detik berikutnya langsung menghancurkan keraguan Irma. Senyum itu, walau samar tapi terlihat tulus. Bahkan mampu menular pada dirinya. Terbukti saat tanpa di sadari bibirnya juga tertarik membentuk lengkungan.
"Baru mau pulang?" tanya Rey membuka permbicaraan.

Kepala Irma mengangguk membenarkan . Mulutnya masih terkunci. Bingung mau berkata apa. Pada saat bersamaan Rey ikut mengangguk. Sebuah formalitas semata sepertinya.

Untuk sejenak suasana kembali sepi. Hening yang merasahkan _ setidaknya itu yang Irma rasakan. Kepalanya sedikit melirik kearah Rey yang tampak kembali pada aktifitas sebelum kedatangannya. Memejamkan mata. Sementara bus juga sudah kembali berjalan.

"Maaf?"

"Eh?" Irma menoleh. Menatap lurus kearah Rey, sementara yang ditatap sama sekali tidak terpengaruh. Tetap asik dengan kebisuannya. Seolah kalimat yang baru saja di tangkap oleh indra pendengaran Irma hanyalah halusinasi semata.

"Untuk yang tadi pagi, aku minta maaf."

Kali ini Irma yakin kalau ia tidak salah mendengar. Terlebih Rey membalas tatapannya. Masih dengan senyum yang terus menghiasi bibirnya.

"Harusnya aku yang meminta maaf," gumam Irma lirih.

"Untuk?"

"Eh?" Irma yang tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti itu kontan menjadi salah tingkah.

"Untuk penolakan yang kau lakukan tadi? Sepertinya tidak perlu terlalu di fikirkan. Setiap orang punya perinsip nya masing - masing. Lagi pula tadi itu aku juga hanya ingin mengungkapkan perasaan ku saja. Soal kau yang tidak menyukai ataupun memiliki rasa yang sama seperti aku sama, sekali tidak aku pikirkan _ walau_jujur saja aku berharap kau memang punya rasa yang sama".

Lagi - lagi Irma membisu. Tak tau harus berkata apa.

"Kenapa?"

"He?" gantian Rey yang menoleh bingung.

"Kenapa harus aku?" tanya Irma menegaskan maksut ucapannya.

Lama Rey membisu. Tidak langsung mejawab pertanyaannya.

"Karena Bahagia itu kita yang rasa. Dan aku ingin membagi rasa bahagiaku bersama orang yang ku sukai. Dan orang itu adalah kamu."

Biar singkat tapi Irma merasakan ketegasan dari setiap patah kata yang keluar dari mulut sosok di sampingnya. Tanpa sadar sebuah senyum bertenger di sudut bibirnya. Ditatapnya wajah Rey yang juga tersenyum. Hanya senyuman. Tanpa kata.
Apalah arti kata bila hati sudah cukup untuk menjawabnya.

END

APA INI!!!!!.... Entahlah, penulis lagi setres akut kayaknya. Wukakka... Yang jelas sampai bertemu pada cerpen cerpen lainnya aja ya...

Detail Cerpen
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

13 comments for "Cerpen Galau "Bahagia Itu Kita Yang Rasa""

  1. ""*Hanya karena tidak ingin terluka bukan berarti loe harus takut untuk merasa bahagia*"".

    Bgian it ijin copas ya?

    ReplyDelete
  2. Kaka... Masa takut gak ada yang baca???? -.-"

    banyak tau yang ngarep cerpen2 kka d lanjut !! Intinya, Yang penting d lanjut tuh cerpen2.. Mau berantakkan mau nggak.. Yang penting asik ceritanya.. *cieegitu :D

    ReplyDelete
  3. keren cerpennya =) keep writing '-')9
    mampir di blogku ya.. --> www.lely-bouvier.blogspot.com

    ReplyDelete
  4. ya ampuuun jawaban Andy sweat banget!
    Andy : karna bahagia itu kita yg rasa. dan aku ingin membagi rasa bahagiaku bersama orang yg aku sayang. dan orang itu adalah kamu.

    aaa. sweaat :D
    aku juga punya cerpen, kalau mau mampir ya. hehe

    ReplyDelete
  5. aku merindukan cerpen mu yang berpart-part ana...Berpart-part tapi bikin buapeerr sangaaatt... lanjutkan yaa ana.. banyak yang menantikan cerpenmu. :) :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akh iya bener.
      Berpart part ya...
      Syip, ntar coba nulis lagi deh...

      Delete
  6. Kakak, kakak keren yah, galau galau aja jadi cerpen.
    makan apa sih kak? :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Emp, kebanyakan makan hati deh kayaknya... #ekh

      Delete

Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...