Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen remaja "Aku mencintaimu" ~ Part 1/2

Ceritanya lagi mau ngumpulin hasil karya yang berceceran ntah dimana-mana. Sekalian agak sedikit dirapiin biar lebih enak di baca. Ntah itu soal typo yang berhamburan ataupun soal susunan kata yang acak adut. Yang pasti buat yang penasaran atau belum baca cerpen aku mencintaimu ini bisa langsung simak di bawah. Cuma dibagi dua part doank kok. Happy reading.

Cerpen aku mencintaimu

Selama ini aku tidak pernah percaya akan cinta
Menurutku cinta itu hanya lah omong kosong belaka.
Sebuah dongeng pengantar tidur anak kecil.
Sampai suatu ketika, aku merasakannya.
Sebuah kisah yang sangat sederhana...........

Klise, mungkin itu adalah satu kata yang paling pas bagi ending kisah dari kebanyakan koleksi bacaan Fanya. Tepatnya dari novel - novel yang mengisi hampir 3/4 lemari di kamar tidurnya. Begitu juga dengan anime dan film dengan genre romantis yang mengikutinya. Dimana pemeran utama wanita selalu berakhir bersama pemeran utama prianya. Tak perduli apapun tema ataupun ide cerita yang di buat. Ntah itu benci jadi cinta, entah itu sahabat jadi pacar, ataupun kasus perjodohan sekalipun. Namun begitu, tetap saja Fanya tidak pernah bosan untuk mengikuti setiap alurnya. Baginya itu bisa jadi hiburan tersendiri.

"Fanya!!!"

Teriakan bernada nyaring sontak membuat Fanya menoleh. Matanya menatap kesel kearah Ivang, sahabatnya yang dengan seenak jidat telah membuyarkan aktivitasnya menikmati kisah cinta antara "Mia dan Alex" di Sunshinee becomes you.

"Loe lagi ngapain?" Ivang dengan santai duduk disamping Fanya. Sama sekali tidak terpengaruh dengan raut kesel diwajah sahabatnya. Bahkan kini dengan santai tangannya meraih novel bercover warna pink dari tangan gadis itu.

"Huwahahahaha."

Fanya mengernyit, setaunya novel yang ia baca berakhir tragis dan sukses membuatnya menangis. Tapi kenapa Ivang justru malah tertawa. Belum sempat ia mernyuarakan pendapatnya sahabatnya itu sudah lebih dahulu buka mulut dengan nada meledek. "Loe baca novel cinta? Nggak salah? Bukannya loe bilang sendiri kalau loe nggak percaya sama yang namanya cinta?"

"Diem loe," kesel Fanya sewot sambil mengambil kembali buku miliknya baru kemudian memasukannya kedalam tas. Ia yakin, selama Ivang masih ada disampingnya, ia tidak akan bisa menikmati bacaannya lagi.

"Loe mau ngapain sih kesini?" sambung Fanya mengalihkan topik.

"Gara - gara gue sahabatan sama loe sepertinya gue ikut kena getahnya."

"HA?" kening Fanya berkerut bingung. "Maksut loe?"

"Gue jatuh cinta."

"APA? LOE JATUH CINTA SAMA GUE?"

"Pletak."

Fanya meringis. Ivan dengan kurang ajar baru saja menjitak kepalanya.

"Jangan ngomong sembarangan!" gerut Ivan sewot.

"JANGAN JITAK SEMBARANGAN!" balas Fanya tak kalah sewot.

"Makanya loe kalau orang ngomong tu di dengerin."

"Dasar loe nya aja kalau ngomong nggak jelas."

"Eh..."

"Udah lanjut, katanya loe jatuh cinta? Sama siapa? Terus apa hubungannya sama gue," potong Fanya cepat. Jika tidak begitu Fanya yakin obrolannya dengan Ivang akan molor entah kemana yang tentu saja dengan pembahasan yang nggak jelas.

"E... Gue jatuh cinta sama cewek yang nggak percaya sama yang namanya 'Cinta," terang Ivang lirih.

Satu detik....

Dua detik....

Tiga detik.....

"Wuakakakkakakka," gantian tawa Fanya yang meledak mengabaikan raut Ivang kini menatapnya kesel.

"Please deh Fan, nggak ada yang lucu di sini. Lagian ini nggak akan terjadi kalau bukan karena gue deket - deket sama loe."

"Siapa bilang? Justru ini tu lucu banget kali, masa loe jatuh cinta gue yang di salahin. Hu.."

"Lho gue beneran kan? Karena loe nggak percaya sama cinta jadi gue yang kena imbasnya."

"Ho ho ho, eits tunggu dulu. Ini maksudnya? Hubunganya dari mana?"

"Ya karena gue kenal sama loe, terus kita sahabatan, dan elo nggak..."

"Maksut gue, gue yang nggak percaya kenapa loe yang kena getahnya?" potong Fanya cepat.

"Nah itu dia kenapa gue kesini."

"Gue masih nggak ngerti."

"Loe harus bantuin gue dapatin tu cewek," tandas Ivang.

"Ha?" Fanya melongo.

"Iya, selama gue masih belum jadian sama 'Dia' loe harus bertanggung jawab!"

"HA?"

"Ish, dari tadi 'HA' mulu. Pokoknya loe harus bantuin gue. Titik."

"Sebelum titik adak komanya," protes Fanya tidak terima.

"Kalo titik pake koma jadinya titik koma....."

"Hufh......... Oke, jadi intinya?"

"Intinya ada di tengah - tengah donat," balas Ivang sama sekali nggak nyambung, membuat Fanya memutar mata melihatnya.

"Donat apa yang pake inti?"

"Donat salah bikin."

"Oke. Jadi sekarang kita ngomongin donat?" tanya Fanya ngambek.

"Oh tentu saja bukan. Kita sedang ngomongin masalah pertanggung jawaban loe. Bahwa loe harus bantuin gue sampe gue bisa jadian sama cewek yang gue taksir itu."

"Kalo gue nggak mau?" tanya Fanya pura - pura menantang.

"Loe yang gue pacarin," balas Ivang santai.

"HA?"

"Ck, gue udah bilang nggak usah pake HA segala."

"Baiklah, jadi sekarang gue harus ngapain?" tanya Fanya ngalah.

"Ya elah dari tadi gue ngomong masa cuma muter - muter doank. Kan gue udah bilang loe harus bantuin gue."

"Iya tapi gue harus ngapain?"

"Itu dia yang gue bingung."

"Peletak."

Kali ini gantian sebuah jitakan yang mendarat di kepala Ivang.

"Membalas itu lebih baik dari pada tidak ada balasannya," ujar Fanya cepat sebelum mulut Ivang sempat terbuka untuk protes.

"Dan jangan temui gue apalagi sampe bilang gue harus bertanggung jawab kalo loe sendiri belum bisa menjawab pertanyaan tentang apa yang harus gue lakuin buat ngebantu loe," sambung Fanya lagi. Tapi kali ini sambil bangkit berdiri.

"Gue mau kekekelas, kalau itu yang pengen loe tanyain," tambah Fanya saat melihat mulut Ivang yang terbuka untuk bertanya. "Kalau loe mau ikut, silahkan. Kalau nggak juga terserah. Yang jelas..." Fanya terdiam untuk sejenak sambil melirik jam yang melingkar di tangan "Sepertinya lima menit lagi kelas kita bakal di mulai deh."

Selesai berkata Fanya benar - benar berlalu. Untuk sejenak Ivang terdiam, merasa kagum akan sahabatnya yang tidak memberinya sedikitpun kesempatan untuk berbicara. Namun pada detik berikutnya ia segera tersadar akan kalimat terakhir yang gadis itu ucapkan.

"Fanya, gue jangan di tinggal," teriak Ivang sambil berlari mengikuti jejak Fanya yang telah hilang dari pandangan.


"Gue udah tau caranya."

"Ha?" Fanya hsnys mampu pasang tampang blo'onnya. Pasalnya Ivang ngomong tanpa prolog sama sekali.

"Gue udah tau gimana caranya loe bantuin gue," terang Ivang lagi.

"O, emangnya gue pernah bilang kalau gue mau bantuin loe?" serang Fanya balik setelah mengerti maksud ucapan sahabatnya.

"Jadi maksutnya loe mau jadi pacar gue. Ah, itu sudah lebih dari cukup dari sekedar membantu."

"Pletak."

Untuk kedua kalinya pada hari yang sama sebuah jitakan kembali mendarat di kepala Ivang. Parahnya, pelakunya masih orang yang sama.

"Astaga Fanya, sekarang gue tau kenapa sampe sekarang loe nggak pernah pacaran. Ternyata loe cewek jadi - jadian ya. Untung aja gue...."

"Loe barusan bilang apa? Cewek jadi - jadian?"

"Ehem... Apa? Gimana? Emang gue ngomong apa barusan?" Ivang pasang raut sok linglung. Fanya yang melihatnya hanya mencibir. Baru kemudian berjalan meninggalkan kelas. Ivan segera mengekor disampingnya.

"Jadi?"

"Jadi?" ulang Ivang bingung.

"Astaga Ivang. Otak lu pentium berapa si? Tadi katanya loe udah punya ide gue harus ngapain buat bantuin loe. Ya sudah, sekarang apa?" tanya Fanya setelah menghela nafas untuk sejenak. Bahkan ia sampai harus menghentikan langkahnya untuk memberikan tatapan fokus kearah Ivang yang ikut berhenti.

"Oh iya. Hampir aja gue lupa. Jadi gini, Gue ceritanya mau pedekate sama tu cewek. Tapi ya, gue kan belum berpengalaman. Jadi ya ah loe tau sendirilah."

"Gue nggak tau tuh," balas Fanya santai.

"Iya deh, oke lanjut," kata Fanya saat melihat tatapan tajam terjurus kearahnya.

"Gue jadi lupa. Sudahlah, lupain aja. Lagian sepertinya loe juga nggak tertarik. Pulang aja yuk," kata Ivang sambil berjalan mendahului Fanya.

"Eits tunggu dulu. Kok jadi loe yang ngambek si?"

"Ivang, udah deh. Loe nggak cocok ngambek," kejar Fanya mengikuti langkah Ivang yang terlihat berjalan lebih cepat dari biasanya. Tapi Ivang masih terdiam.

"Ivang..." panggil Fanya tidak menyerah. "Iya deh, gue ngaku gue salah. Gue...Aduh."

Fanya mengusap kepalanya yang barus saja menabrak pungung Ivang karena pria itu tiba - tiba menghentikan langkahnya. Belum sempat mulutnya melontarkan protes, Ivang sudah lebih dahulu bertanya.

"Hari ini loe buru - buru mau pulang nggak?"

"he?.. kenapa?"

"Temenin gue makan es cream yuk."

"Loe yang traktirkan? SETUJU!" balas Fanya tanpa berpikir dua kali. Selamatnya langsung balik mendengar kata "ice Cream". Ivang hanya mengeleng - geleng kepala sambil tersenyum sipul. Ia tau, "Ice Cream" adalah kesukaan gadis yang kini berdiri tepat disampingnya.
"Nyam.... Ice cream disini enak ya. Ah loe emang tau banget selera gue," kata Fanya sambil menikmati ice cream yang ada di hadapannya. Ivang hanya tersenyum menangapinya.

"Oh ya Fan, gue boleh nanya sesuatu gak?"

"Nanya apa?"

"Kenapa loe nggak percaya sama yang namanya cinta?"

Fanya mengernyit. Setelah terdiam sejenak mulutnya berujar. "Mungkin karena sampe saat ini gue belum pernah jatuh cinta _ dalam arti yang sesungguhnya _ kali ya?"

Ivang mengangguk - angguk paham.

"Oh ya, kalau nggak salah denger tadi loe bilang cewek yang loe taksir itu juga nggak percaya sama cinta. Iya kan?"

Lagi - lagi Ivang mengangguk.

"Kenapa?"

"Gue juga nggak tau," Ivang angkat bahu. "Mungkin dia punya sejarah masa lalu atau mungkin juga dia punya alasan yang sama kayak loe. Dia belum pernah merasakan jatuh cinta dalam arti yang sesungguhnya."

"O... gitu ya?" gantian Fanya yang mengangguk. "Jadi sekarang rencana loe apa?" sambung Fanya lagi.

"Gue akan ngenalin dia akan apa yang namanya "Cinta".

"Ide bagus. Terus caranya?"

" Nah, besok kan kuliah libur. Jadi rencananya gue pengen ngajak dia jalan. Terus nonton. Kita makan. Yah intinya besok gue pengen ngajak dia kencan."

"Itu pinter. Ya sudah, terus maslahnya apa?"

"Masalahnya gue nggak yakin dia mau."

"Ha ha ha... ayolah. Kita itu udah kenal berapa lama ha? Sudah sepuluh tahun lebih kali. Dan gue tau banget kalau loe bukan type orang yang akan menyerah semudah itu. Jadi gue yakin kali ini loe pasti bisa."

"Loe yakin dia mau?" tanya Ivang ragu.

"Kalau loe yang ngajak 100% gue yakin di mau dengan catatan dia belum punya pacar. Gue tau kok kalau biar jelek gini kan loe idola kampus kita," kata Fanya sambil mengacungkan kedua ibu jari tangannya. "Tapi ... e, 90% aja deh," ralat Fanya sambil tertawa saat melihat tampang cemberut Ivang.

"Eh, tapi ngomong - ngomong siapa si tu cewek. Perasaan gue nggak pernah liat loe deket sama cewek deh?" Fanya mendadak kepo.

"Ada deh....."

"Aelah. Loe nganggap gue temen apa bukan sih? Gitu aja pake dirahasiain."

"Tenang aja, kalau sampe gue jadian sama dia, loe orang pertama yang akan gue kasi tau."

"Bener ya?"

Ivan hanya membalas dengan anggukan mantap.

"Terus tadi kan loe bilang kalau seandainya loe jadian sama dia gue akan jadi orang pertama yang loe kasi tau, tapi kalau sampe loe nggak jadian sama dia loe bakal ngasi tau gue nggak?"

"Kalau soal itu kita liat aja entar."

"Yah..........."

Fanya masih ingin protes, tapi Ivan sudah lebih dulu bertindak. Pria itu bahkan dengan sengaja menyendokan ice cream miliknya kearah mulut Fanya. Aksi nyata untuk membuat gadis itu tutup mulut. Dan obrolan tentang siapa gadis itupun di tutup.

Next to Cerpen Aku Mencintaimu part 2

Detail cerpen
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

5 comments for "Cerpen remaja "Aku mencintaimu" ~ Part 1/2"

  1. Ijin posting kata2 yg di bagian awal ya kak.

    ReplyDelete
  2. Ijin posting kalimat awalnya ya kak ana. 😀😊

    ReplyDelete
  3. Ijin posting kalimat awalnya ya ka Ana

    ReplyDelete
  4. Kak part 2 gak bsa kebuka sama yang rainbow after the rain

    ReplyDelete
  5. Kaka part 2 gak kebuka sama full part rainbow after the rain

    ReplyDelete

Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...