Cerpen remaja "Aku mencintaimu" ~ Part 2/2
Bagian kedua sekaligus bagian terakhir dari cerpen Aku mencintaimu. Untuk yang masih penasaran dengan kisahnya, bisa langsung simak ceritanya ke bawah ya guys. Happy reading....
"La la la la la la".
Sesekali mulut Fanya ikut bersenandung mengikuti lagu yang mengalun dari handset yang terpasang di telinganya sementara tangannya sendiri dengan terampil mencabuti rumput - rumput liar yang tumbuh diantara tanaman hias yang tumbuh di pelataran rumahnya.
Sebuah senyuman terukir manis di bibirnya setelah usahanya menyingkirkan tumbuhan perusak pemandangan, apalagi saat melihat bunga - bunga yang selama ini ia rawat mulai bermekaran. Mumpung libur ia memang sengaja berniat untuk membersihkan halamannya yang telah terlantar selama seminggu. Setelah dirasa beres, ia segera bangkit berdiri namun hampir saja ia jatuh saking terkejutnya saat mendapati Sosok Ivang yang berdiri tepat di belakangnya.
"Astaga ivang. Loe pengen bikin gue mati muda ya?" geram Fanya sambil mengusap dada. Berusaha untuk mentralkan kembali debaran jantungnya.
"Ha ha ha, Jangan lebay. Sejak kapan loe menderita sakit jantung." Bukannya merasa bersalah, Ivang justru malah tertawa meledek.
"Loe ngapain disini?" tanya Fanya dengan kening berkerut sambil mengamati penampilan Ivang dari ujung kepala sampai keujung kaki. "Mana rapi gila lagi, keren," pujinya sembari mengendus bau semerbak yang tertangkap indra pencimannya. Harum yang menguar jelas sama sekali tidak berhubungan dengan bunga yang bermekaran, melainkan dari parfum pria di depannya.
"Ah, sama wangi juga." Ivang memutar mata. Penting banget gitu Fanya harus sedetail itu mengambarkan dirinya. Terlihat sesantai itu, benar - benar berbanding terbalik dengan ririnya saat ini. Setelah menghembuskan nafas berat, tanpa kata ia berbalik. Duduk di bangku di bawah pohon manga yang memang tumbuh terawat di pekarangan rumah Fanya. Keluarga Fanya memang rajin sih kalau urusan tanam menanam. Liat saat pekarangan mereka yang asri itu.
Merasa sedikit aneh dengan ulah sahabatnya itu, tak urung Fanya menghampiri.
"Loe kenapa?"
"Kencan gue batal."
"Ha?" Lagi, Ivang memutar mata. "Bisa nggak sih loe ngasih ekspresi yang lain gitu".
"Sorry. Maksudnya gimana? Kencan loe batal?"
Ivang tidak membalas. Sebaliknya di keluarkannya lipatan kertas dari dalam saku. Tiket nonton film hari ini. Fanya tidak memberikan komentar apa - apa walau tak urung ia merasa kalau nasip sahabatnya itu terlihat sedikit menyedihkan.
"Padahal gue udah nyusun rencana buat hari ini."
Fanya menatap sahabatnya sembari menimbang - nimbang. Beberapa saat kemudian, mulutnya berujar.
"Daripada mubazir, gimana kalau loe ngajak gue aja?"
"Sama loe?"
Sembari menampilkan wajah polos ala - ala, Fanya mengangguk kepala membenarkan. Toh nggak ada yang salah. Hari ini juga dia gabut, nggak ada kegiatan. Sekalian aja, ia menawarkan diri.
"Oke, boleh juga. Kalau gitu ayo kita kemon."
Gantian Fanya yang terlihat keberatan. Pasalnya Ivang langsung main tarik tangannya.
"Nggak langsung sekarang juga kali," gumamnya. "Gue ganti baju dulu lah. Loe aja udah sekeren itu, masa gue cuma pake kaos nggak jelas gini. Ya kebanting lah."
Mendengar itu, Ivang tersenyum malu. Saking semangatnya, ia sampai lupa. Memutuskan menunggu di luar, sementara Fanya ganti baju. Selang beberapa waktu kemudian, keduanya sudah duduk santai di dalam mobil. siap menjalankan acara kencan dadakan mereka.
Bersarkan rencana kencan yang sudah Ivang susun sebelumnya, tujuan pertama mereka adalah taman hiburan. Selaku yang di ajak, Fanya setuju - setuju saja. Terlebih ia juga memang idenya dia kemaren saat Ivang menanyakan rekomendasi tempat yang tepat. Walaupun jawaban yang ia berikan merupakan jawaban asal yang ia ambil berdasarkan dari scane koleksi drama korea yang ia tonton. Yang ternyata, Ivang setujui tanpa protes.
Satu - satunya yang di luar dugaan adalah, pasangan kencan itu adalah Fanya sendiri.
Nilai plus, Fanya benar - benar menikmati waktu yang mereka habiskan di taman hiburan tersebut. Baru kali ini Fanya benar - benar menyadari bahwa Ivang adalah pribadi yang sangat menyenangkan. Bahkan setelah hampir sepuluh tahun ia mengenalnya.
Saat melakukan hal yang menyenangkan, waktu memang lebih cepat berlalu. Tanpa terasa, hampir seluruh wahana permainan sudah mereka coba.
"Cape ya?" tanya Ivang saat keduanya duduk disalah satu bangku yang ada di sana.
Fanya mengangguk. Namun tak urung, senyum sumringah menghiasi wajahnya. "Tapi yang jelas, gue bahagia banget sih hari ini."
Melihat senyum itu, Ivang ikut tersenyum puas. "Loe tunggu disini sebentar ya. Jangan kemana - mana".
Tanpa menunggu balasan, Ivang berbalik pergi. Meninggalkan Fanya yang hanya angkat bahu. Terserah pria itu mau kemana. Yang jelas ia lelah. Tenggorokannya juga terasa kering efek teriak - teriak nggak jelas saat maniki wahana tadi.
"Haus kan? Minum gih?"
Fanta menoleh. Sebotol air mineral dengan tutupnya yang terbuka kini di sodorkan Ivang padanya. Ternyata sahabatnya itu pergi untuk membeli minuman dingin.
"Ma kasih," balas Fanya sambil menerimanya. Setelah menghilangkan rasa haus di tengorokan, tangannya terulur menerima tutup botol yang Ivang sodorkan. "Gue baru nyadar sih, ternyata loe itu baik ya. Nyenengin juga. Terus pengertian lagi."
"Iya. Loe kan emang nggak pernah nyadar," gumam Ivang lirih.
"Gimana?" ulang Fanya. Ivang ngomong terlalu lirih, ia nyaris tidak menangkap sama sekali apa yang ia katakan.
"Abis ini kita mau kemana lagi?"
Walau yakin bukan itu yang Ivang katakan sebelumnya, Fanya tak ambil pusing. Sepertinya itu bukan hal yang penting juga. "Kemana aja boleh. Gue mah ngikut aja."
"Kalau makan gimana?"
"Boleh." Kebetulan Fanya juga merasa kalau perutnya lapar. Terlebih hari juga sudah siang. Sementara tadi pagi ia hanya menyantap setengah porsi nasi goreng.
"Ya udah kalo gitu. Ayo kita cari makanan," ajak Ivang sambil bangkit berdiri dikuti Fanya disampingnya.
Selesai makan keduanya kembali melanjutkan acara kencan mereka. Setelah mengunjungi taman hiburan mereka jalan - jalan ke mall. Dilanjutkan dengan menonton.
Barulah saat hari sudah malam Ivang mengantarnya pulang.
"Loe tau nggak sih. Seumur hidup gue, kayaknya hari ini adalah hari yang paling menyenangkan. Semuanya berkat loe, ma kasih ya."
"Nggak usah lebai," bantah Ivang. walaupun diam - diam dalam hati ia bersorak puas. Sepertinya rencananya berjalan lancar.
"Ih beneran tau. Nggak bohong gue mah," sambung Fanya meyakinkan. Tak lupa senyum tulus ia berikan.
Sayangnya, bukannya menjawab. Ivang justru malah terdiam sembari menatapnya tanpa kata. Keki ditatap begitu, Fanya hanya mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Terlebih ketika ia menyadari sesuatu. Nggak seharunya ia terlihat sebahagia itu. Hari ini terjadi kan karena kencan Ivang yang gagal. Bukan karena ia dengan sengaja menyiapkan rencana itu untuknya.
"Gue lupa. Sorry."
Sebelah alis Ivang terangkat. Apalagi ketika dilihatnya Fanya yang menampilkan raut bersalah sementara beberapa saat yang lalu gadis itu terlihat masih cukup bahagia setelah serharian ini menghabiskan waktu dengannya.
"Kenapa?"
"Gue lupa kalau nggak seharunya gue seseneng ini," sambung Fanya. "Harusnya gue inget, loe pasti masih sedih kan gegara kencan loe sama orang yang loe suka itu gagal. Justru loe malah terpaksa jalan sama gue."
Ivan tidak lantas membantah. Walau ia tak langsung membenarkan. Setelah ragu sejenak, berusaha meyakinkan dirinya. Ia berujar "Gimana kalau gue bilang hari ini gue berhasil mengajak orang yang selama ini gue suka jalan?"
Fanya menoleh, tak menyembunyikan tatapan binungnya. Namun sebelum mulutnya sempat berujar, Ivang sudah terlebih dahulu menambahkan. "Gimana kalau gue bilang, orang yang gue suka itu ternyata elo?"
Kali ini mulut Fanya terbuka tapi tanpa suara. Bahkan kata "Ha" sekalipun tidak mampu melewati kerongkongannya.
"Fanya, Gue Suka Sama loe," tambah ivang lagi. Kali ini lebih terdengar tegas dan mantap.
"Kenapa harus gue?" tanya Fanya setelah berhasil mendapatkan pita suaranya kembali. Sejujurnya ia masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Ini, Ivang nggak lagi ngeprank dia kan?
"Karena cinta bukan Pilihan".
"Gue nggak bisa memilih sama siapa gue harus jatuh cinta. Semua itu terjadi dengan sendirinya. Hanya saja selama ini gue takut untuk mengungkapkannya. Karena gue tau kalau loe sama sekali tidak percaya akan cinta. Tapi kalau gue boleh berharap, Untuk kali ini aja loe mau mencobanya. Loe mau mencobanya bareng gue".
Lama Fanya terdiam sebelum kemudian Kepalanya mengangguk berlahan tak lupa sebuah senyum menghiasi bibirnya.
Hei, Walaupun cinta itu belum ada namun tiada salahnya untuk mencoba bukan ???....
End....
Oke deh, biar afdhol, sekalian aja ku kasi lirik lagunya versy full...
Cerpen aku mencintaimu |
"La la la la la la".
Sesekali mulut Fanya ikut bersenandung mengikuti lagu yang mengalun dari handset yang terpasang di telinganya sementara tangannya sendiri dengan terampil mencabuti rumput - rumput liar yang tumbuh diantara tanaman hias yang tumbuh di pelataran rumahnya.
Sebuah senyuman terukir manis di bibirnya setelah usahanya menyingkirkan tumbuhan perusak pemandangan, apalagi saat melihat bunga - bunga yang selama ini ia rawat mulai bermekaran. Mumpung libur ia memang sengaja berniat untuk membersihkan halamannya yang telah terlantar selama seminggu. Setelah dirasa beres, ia segera bangkit berdiri namun hampir saja ia jatuh saking terkejutnya saat mendapati Sosok Ivang yang berdiri tepat di belakangnya.
"Astaga ivang. Loe pengen bikin gue mati muda ya?" geram Fanya sambil mengusap dada. Berusaha untuk mentralkan kembali debaran jantungnya.
"Ha ha ha, Jangan lebay. Sejak kapan loe menderita sakit jantung." Bukannya merasa bersalah, Ivang justru malah tertawa meledek.
"Loe ngapain disini?" tanya Fanya dengan kening berkerut sambil mengamati penampilan Ivang dari ujung kepala sampai keujung kaki. "Mana rapi gila lagi, keren," pujinya sembari mengendus bau semerbak yang tertangkap indra pencimannya. Harum yang menguar jelas sama sekali tidak berhubungan dengan bunga yang bermekaran, melainkan dari parfum pria di depannya.
"Ah, sama wangi juga." Ivang memutar mata. Penting banget gitu Fanya harus sedetail itu mengambarkan dirinya. Terlihat sesantai itu, benar - benar berbanding terbalik dengan ririnya saat ini. Setelah menghembuskan nafas berat, tanpa kata ia berbalik. Duduk di bangku di bawah pohon manga yang memang tumbuh terawat di pekarangan rumah Fanya. Keluarga Fanya memang rajin sih kalau urusan tanam menanam. Liat saat pekarangan mereka yang asri itu.
Merasa sedikit aneh dengan ulah sahabatnya itu, tak urung Fanya menghampiri.
"Loe kenapa?"
"Kencan gue batal."
"Ha?" Lagi, Ivang memutar mata. "Bisa nggak sih loe ngasih ekspresi yang lain gitu".
"Sorry. Maksudnya gimana? Kencan loe batal?"
Ivang tidak membalas. Sebaliknya di keluarkannya lipatan kertas dari dalam saku. Tiket nonton film hari ini. Fanya tidak memberikan komentar apa - apa walau tak urung ia merasa kalau nasip sahabatnya itu terlihat sedikit menyedihkan.
"Padahal gue udah nyusun rencana buat hari ini."
Fanya menatap sahabatnya sembari menimbang - nimbang. Beberapa saat kemudian, mulutnya berujar.
"Daripada mubazir, gimana kalau loe ngajak gue aja?"
"Sama loe?"
Sembari menampilkan wajah polos ala - ala, Fanya mengangguk kepala membenarkan. Toh nggak ada yang salah. Hari ini juga dia gabut, nggak ada kegiatan. Sekalian aja, ia menawarkan diri.
"Oke, boleh juga. Kalau gitu ayo kita kemon."
Gantian Fanya yang terlihat keberatan. Pasalnya Ivang langsung main tarik tangannya.
"Nggak langsung sekarang juga kali," gumamnya. "Gue ganti baju dulu lah. Loe aja udah sekeren itu, masa gue cuma pake kaos nggak jelas gini. Ya kebanting lah."
Mendengar itu, Ivang tersenyum malu. Saking semangatnya, ia sampai lupa. Memutuskan menunggu di luar, sementara Fanya ganti baju. Selang beberapa waktu kemudian, keduanya sudah duduk santai di dalam mobil. siap menjalankan acara kencan dadakan mereka.
Bersarkan rencana kencan yang sudah Ivang susun sebelumnya, tujuan pertama mereka adalah taman hiburan. Selaku yang di ajak, Fanya setuju - setuju saja. Terlebih ia juga memang idenya dia kemaren saat Ivang menanyakan rekomendasi tempat yang tepat. Walaupun jawaban yang ia berikan merupakan jawaban asal yang ia ambil berdasarkan dari scane koleksi drama korea yang ia tonton. Yang ternyata, Ivang setujui tanpa protes.
Satu - satunya yang di luar dugaan adalah, pasangan kencan itu adalah Fanya sendiri.
Nilai plus, Fanya benar - benar menikmati waktu yang mereka habiskan di taman hiburan tersebut. Baru kali ini Fanya benar - benar menyadari bahwa Ivang adalah pribadi yang sangat menyenangkan. Bahkan setelah hampir sepuluh tahun ia mengenalnya.
Saat melakukan hal yang menyenangkan, waktu memang lebih cepat berlalu. Tanpa terasa, hampir seluruh wahana permainan sudah mereka coba.
"Cape ya?" tanya Ivang saat keduanya duduk disalah satu bangku yang ada di sana.
Fanya mengangguk. Namun tak urung, senyum sumringah menghiasi wajahnya. "Tapi yang jelas, gue bahagia banget sih hari ini."
Melihat senyum itu, Ivang ikut tersenyum puas. "Loe tunggu disini sebentar ya. Jangan kemana - mana".
Tanpa menunggu balasan, Ivang berbalik pergi. Meninggalkan Fanya yang hanya angkat bahu. Terserah pria itu mau kemana. Yang jelas ia lelah. Tenggorokannya juga terasa kering efek teriak - teriak nggak jelas saat maniki wahana tadi.
"Haus kan? Minum gih?"
Fanta menoleh. Sebotol air mineral dengan tutupnya yang terbuka kini di sodorkan Ivang padanya. Ternyata sahabatnya itu pergi untuk membeli minuman dingin.
"Ma kasih," balas Fanya sambil menerimanya. Setelah menghilangkan rasa haus di tengorokan, tangannya terulur menerima tutup botol yang Ivang sodorkan. "Gue baru nyadar sih, ternyata loe itu baik ya. Nyenengin juga. Terus pengertian lagi."
"Iya. Loe kan emang nggak pernah nyadar," gumam Ivang lirih.
"Gimana?" ulang Fanya. Ivang ngomong terlalu lirih, ia nyaris tidak menangkap sama sekali apa yang ia katakan.
"Abis ini kita mau kemana lagi?"
Walau yakin bukan itu yang Ivang katakan sebelumnya, Fanya tak ambil pusing. Sepertinya itu bukan hal yang penting juga. "Kemana aja boleh. Gue mah ngikut aja."
"Kalau makan gimana?"
"Boleh." Kebetulan Fanya juga merasa kalau perutnya lapar. Terlebih hari juga sudah siang. Sementara tadi pagi ia hanya menyantap setengah porsi nasi goreng.
"Ya udah kalo gitu. Ayo kita cari makanan," ajak Ivang sambil bangkit berdiri dikuti Fanya disampingnya.
Selesai makan keduanya kembali melanjutkan acara kencan mereka. Setelah mengunjungi taman hiburan mereka jalan - jalan ke mall. Dilanjutkan dengan menonton.
Barulah saat hari sudah malam Ivang mengantarnya pulang.
"Loe tau nggak sih. Seumur hidup gue, kayaknya hari ini adalah hari yang paling menyenangkan. Semuanya berkat loe, ma kasih ya."
"Nggak usah lebai," bantah Ivang. walaupun diam - diam dalam hati ia bersorak puas. Sepertinya rencananya berjalan lancar.
"Ih beneran tau. Nggak bohong gue mah," sambung Fanya meyakinkan. Tak lupa senyum tulus ia berikan.
Sayangnya, bukannya menjawab. Ivang justru malah terdiam sembari menatapnya tanpa kata. Keki ditatap begitu, Fanya hanya mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Terlebih ketika ia menyadari sesuatu. Nggak seharunya ia terlihat sebahagia itu. Hari ini terjadi kan karena kencan Ivang yang gagal. Bukan karena ia dengan sengaja menyiapkan rencana itu untuknya.
"Gue lupa. Sorry."
Sebelah alis Ivang terangkat. Apalagi ketika dilihatnya Fanya yang menampilkan raut bersalah sementara beberapa saat yang lalu gadis itu terlihat masih cukup bahagia setelah serharian ini menghabiskan waktu dengannya.
"Kenapa?"
"Gue lupa kalau nggak seharunya gue seseneng ini," sambung Fanya. "Harusnya gue inget, loe pasti masih sedih kan gegara kencan loe sama orang yang loe suka itu gagal. Justru loe malah terpaksa jalan sama gue."
Ivan tidak lantas membantah. Walau ia tak langsung membenarkan. Setelah ragu sejenak, berusaha meyakinkan dirinya. Ia berujar "Gimana kalau gue bilang hari ini gue berhasil mengajak orang yang selama ini gue suka jalan?"
Fanya menoleh, tak menyembunyikan tatapan binungnya. Namun sebelum mulutnya sempat berujar, Ivang sudah terlebih dahulu menambahkan. "Gimana kalau gue bilang, orang yang gue suka itu ternyata elo?"
Kali ini mulut Fanya terbuka tapi tanpa suara. Bahkan kata "Ha" sekalipun tidak mampu melewati kerongkongannya.
"Fanya, Gue Suka Sama loe," tambah ivang lagi. Kali ini lebih terdengar tegas dan mantap.
"Kenapa harus gue?" tanya Fanya setelah berhasil mendapatkan pita suaranya kembali. Sejujurnya ia masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Ini, Ivang nggak lagi ngeprank dia kan?
"Karena cinta bukan Pilihan".
"Gue nggak bisa memilih sama siapa gue harus jatuh cinta. Semua itu terjadi dengan sendirinya. Hanya saja selama ini gue takut untuk mengungkapkannya. Karena gue tau kalau loe sama sekali tidak percaya akan cinta. Tapi kalau gue boleh berharap, Untuk kali ini aja loe mau mencobanya. Loe mau mencobanya bareng gue".
Lama Fanya terdiam sebelum kemudian Kepalanya mengangguk berlahan tak lupa sebuah senyum menghiasi bibirnya.
Hei, Walaupun cinta itu belum ada namun tiada salahnya untuk mencoba bukan ???....
End....
Oke deh, biar afdhol, sekalian aja ku kasi lirik lagunya versy full...
Lirik lagu "Jangan bilang tidak"
By, Ayusita feat Raffi Ahmad
Ku pernah punya cinta, namun kini ku sedang suka kamu
Cinta ku dulu, tlah ku buang jauh. Kini ku ingin kamu
Ku pernah menyendiri, disini ku akan terasa sepi
Walaupun bibir penuh gelak tawa namun hatiku sepi
Jangan bilang tidak bila kita belum mencoba
Siapa tau akan sama hatiku dan juga hatimu
Banyak yang bercinta bertahun - tahun putus juga
Kuharapkan dengan dirimu walaupun singkat pendekatan
Cinta kita kan abadi
Ku pernah punya cinta namun kini ku sedang suka kamu
cintaku dulu tlah ku buang jauh kini ku ingin kau
jangan bilang tidak bila kita belum mencoba
siapa tau akan sama hatiku dan juga hatimu
Banyak yang bercinta bertahun - tahun putus juga
Kuharapkan dengan dirimu walaupun singkat pendekatan
Jangan bilang tidak waktu di cium aku bingung
Namun dada ini bergetar
Makanya sungguh aku mohon
Jangan bilang tidak....
Detail cerpenBy, Ayusita feat Raffi Ahmad
Ku pernah punya cinta, namun kini ku sedang suka kamu
Cinta ku dulu, tlah ku buang jauh. Kini ku ingin kamu
Ku pernah menyendiri, disini ku akan terasa sepi
Walaupun bibir penuh gelak tawa namun hatiku sepi
Jangan bilang tidak bila kita belum mencoba
Siapa tau akan sama hatiku dan juga hatimu
Banyak yang bercinta bertahun - tahun putus juga
Kuharapkan dengan dirimu walaupun singkat pendekatan
Cinta kita kan abadi
Ku pernah punya cinta namun kini ku sedang suka kamu
cintaku dulu tlah ku buang jauh kini ku ingin kau
jangan bilang tidak bila kita belum mencoba
siapa tau akan sama hatiku dan juga hatimu
Banyak yang bercinta bertahun - tahun putus juga
Kuharapkan dengan dirimu walaupun singkat pendekatan
Jangan bilang tidak waktu di cium aku bingung
Namun dada ini bergetar
Makanya sungguh aku mohon
Jangan bilang tidak....
- Judul Cerpen : Aku Mencintaimu
- Penulis : Ana Merya
- Status : Complete, cerpen, cerpen remaja
- Twitter : @ana_merya
- Instagram : @anamerya
- Panjang naskah : 1.251 Words
Post a Comment for "Cerpen remaja "Aku mencintaimu" ~ Part 2/2"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...