Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Teenlit "Dia {Nggak} Suka Aku?! ! ~ 1/2

Lagi bingung nyari ide buat lanjutin cerpen part karena tetep nggak nemu. Yah seperti biasa, mencoba nyari ide selingan. Nulis cerpen yang di usahain bisa langsung end sekali ketik. Sebenernya emang langsung end si, tapi ternyata kepanjangan. So di jadin dua part deh. Cerpen teenlit "Dia {Nggak} suka aku?!" . Judulnya sesuatu yak, ala tebak tebakan. Soalnya phan pake tanda seru sama tanda tanya. Gimana sama cerpennya langsung simak ke bawah aja deh. Cekidots...

Cerpen Dia nggak suka aku

Meskipun nafasnya kini sudah ngos – ngosan, Rika tetap nekat berlari. Nggak tau ini memang harinya yang sedang sial atau apa. Yang jelas dari tadi pagi begitu banyak kejadian buruk melandanya. Mulai dari tidurnya tadi malam yang di hantui mimpi buruk, bangun pagi kesiangan. Harus ngantar adiknya, Chicy ke sekolah dulu karena motornya tiba – tiba bocor sehingga ia harus meminjam motor adiknya yang sekolahnya memang lebih deket dari rumah.

Namun sialnya, ternyata saat memakai motor Cicy pun, tiba – tiba di jalan mogok juga. Dan ia tidak tau itu karena apa. Terpaksa ia dorong hingga sampai kebengkel. Karena tak ingin terlambat kesekolah, ia tinggal. Untung saja bengkelnya tidak jauh dari sekolah, sehingga ia memutuskan untuk jalan kaki saja. Sayangnya ia tetap harus berpacu dengan waktu. Lewat dari jam 07:00 gerbang sekolah akan di tutup. Jadi memang tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain berlari.

Saat melihat gerbang sekolah yang masih terbuka di kejauhan, senyum mengembang di bibir Rika. Walau keringat membasahi, ia tetap merasa gembira. Paling tidak, ia belum terlambat bukan? Lagipula selaku siswa teladan di sekolahnya, seumur hidup Rika memang belum pernah datang terlambat.

Namun senyum di wajah Rika berlahan memudar sebelum kemudian benar – benar punah saat matanya menangkap sebuah senyum misterius milik seseorang yang berdiri di depan gerbang. Fadlan, rival seumur hidupnya kini tampak berdiri di sana sambil memegang gembok. Jangan bilang kalau pria itu akan mengunci pintu pagarnya. TIDAK!!!.

Terlambat, saat kaki Rika tiba di sana, pintu gerbang sudah benar – benar di tutup. Membuat tenaga Rika yang sudah lemes semakin ngedrop. Matanya menatap kesel kearah Fadlan yang tampak tersenyum puas.

“Fadlan. Bukain nggak!. Loe iseng banget si jadi orang!” bentak Rika kenceng.

“Enggak,” balas Fadlan santai. “Ini kan udah jam 07:00. Emang sudah saatnya pintu pagar di tutup kale. Lagian salah sendiri, punya motor itu buat di tungangin. Bukan di dorong – dorong. Ha ha ha. Da da Rika, selama menikmati keterlambatannya ya. Gue masuk dulu. Bye bye,” kata Fadlan sambil melambaikan tanganya sebelum kemudian berlalu. Mengabaikan teriakan sumpa serapah Rika di belakangnya.

Untunglah sepertinya Rika masih bernasip mujur. Karena beberapa saat kemudian, Pak Tarno, panjaga sekolahnya muncul. Karena ia sudah cukup di kenal di sekolah itu ia mendapat sedikit kemudahan. Sudah ia katakan bukan kalau selama ini ia selalu menjadi siswa teladan. Bahkan ketika ia menceritakan kronologi kejadianya, Pak Tarno hanya tertawa. Pria tua itu berkata, ia juga sempat heran kenapa tiba – tiba ada Fadlan menawarkan diri untuk menutup gerbangnya. Sepertinya pria itu sengaja melakukannya saat tak sengaja melihat dirinya waktu mendorong motornya yang mogok tadi. Sialan.

Ketika Rika memasuki kelas, tatapan tajam segera ia arahkan kearah Fadlan yang tampak cengengesan dengan senyum tanpa dosanya. Membuat Rika yang sudah kesel semakin kesel. Dalam hati ia berjanji ia akan menyiapkan pembalasan yang setimpal untuk pria itu nantinya. Awas, liat saja.
Waktu terus berlalu. Jam istirahat telah tiba. Walau kakinya terus melangkah, Rika tetap tidak berhenti mengerutu. Merasa kesel akan ulah gurunya. Ia tau kalau disekolahnya ia memang seorang yang layak di jadikan suri teladan karena sikap rajinnya. Dan jujur sebenernya ia juga merasa cukup bangga ketika guru selalu memberi perhatian lebih padannya. Sayangnya, perhatian yang di berikan kadang mencakup segala hal. Termasuk ia yang pertama sekali mendapat perhatian untuk membawa tumpukan tugas dari seisi kelas ke ruang gurunya. Ayolah, emangnya ia kacung gadungan. Mana bukunya berat. Banyak lagi. Sampai sampai itu hampir menutupi wajahnya.

“Rika awas…”

Tanpa sempat menyadari apa yang terjadi, yang Rika tau saat ini ia sudah duduk di lantai. Semua bukunya sudah bertebaran entah ke mana, sementara jidatnya sendiri benar – benar terasa berdenyut nyeri. Melihat bola yang mengelinding tak jauh darinya membuat ia bisa menebak apa yang terjadi. Begitu kepalanya menoleh, matanya langsung melotot tajam kearah Fadlan yang sedang berlari kearahnya..

“Loe nggak papa?” tanya Fadlan dengan nafas yang masih ngos – ngosan. Sebelah tanganya terangkat mengusap keringat yang membasai dahinya dengan tatapan terjurus kearah Rika yang masih belum bergerak sama sekali.

“Nggak papa gimana? Nggak liat ni jidat gue benjol gini?!”

Fadlan terdiam. Kali ini matanya mengamati Rika dengan seksama. “Cuma dikit gitu. Manja banget sih?” kata Fadlan santai sembari berjalan kearah bola kaki yang tadi tidak sengaja ia tendang jauh saat bermain di lapangan samping sekolah yang justru nyasar kekepala Rika yang kebetulan lewat.

Rika melongo. Bukan hanya karena sikap santai Fadlan tapi juga karena tiada iktikad bertangung jawab sama sekali dari makhluk itu. Terlebih saat ia melihat punggung Fadlan yang mulai berjalan meninggalkan dirinya begitu mendapatkan bolanya kembali.

“Gue di bilang manja?” gumam Rika sendiri. “Eh busyed. Dasar cowok songong. Tidak bertanggung jawab. Minta maaf kek, bantuin beresin buku ini dulu kek. Dasar kurang ajar!” teriak Rika kesel, tapi Fadlan hanya membalas dengan lambaian tangan tampa menoleh sama sekali.

Walau masih merasa sangat kesel, Rika akhirnya membereskan buku bukunya kembali. Merasa percuma berteriak – teriak memaki Fadlan yang sama sekali tidak perduli. Dalam hati ia terus menyumpahi makhluk itu agar celaka.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Rika segera menuju kearah kantin sekolah. Ia yakin ketiga temannya pasti sudah menunggu. Tak lupa, di belinya sebutir telur dari pemilik kantin untuk meredam benjolan di jidatnya.

“Ya ampun Rika, jidat loe kenapa?” tanya Icha khawatir begitu melihat wujud Rika yang kini duduk di hadapannya. Tatapan Andriani dan Lauren juga menyiratkan rasa penasaran yang sama.

“Kena bola” sahut Rika singkat.

“Bola? Kok bisa?”

“Ya bisa donk. Ini buktinya.”

“Ye ditanya baik baik, jawabnya sewot gitu. Santai aja kali,” komentar Lauren, tapi Rika yang melongos.

“Tunggu dulu. Jangan bilang kalau itu ulah Fadlan lagi?” tebak Andrani beberapa saat kemudian. Saat melihat raut kesel di wajah Rika bertambah langsung meyakinkannya kalau tebakannya benar.

“Ha ha ha,” tawa koor langsung meluncu dari bibir Lauren, Andrean dan Icha. Benar – benar kontras dengan raut wajah Rika saat ini.

“Nggak ada yang lucu,” gerut Rika kesel.

“Ha ha ha, Beneran deh kita heran banget. Emang kali ini gimana lagi kronoligi kejadiannya. Secara seriusan tau, dari jaman dulu kala kenapa si loe nggak pernah akur sama cowok yang satu itu. Tiap hari pasti ada ada aja. Perasaan baru kemaren loe bilang loe ketabrak doi yang lagi belajar sepeda, tadi pagi loe dikunci diluar pagar sama dia, lah masa kali ini malah kena bola,” komentar Icha di sela tawanya.

“Tau, tu cowok emang pembawa sial buat gue kali.”

“Hush. Nggak boleh ngomong gitu tau. Entar kena batunya baru tau rasa.”

“Kena batunya apaan. Orang yang gue omongin beneran juga. Sumpah ya, nggak ada orang lain di dunia ini yang gue benci selain tu cowok.”

“Hati – hati sis, entar kena omongan sendiri lho. Inget, orang bilang benci sama cinta itu beda tipis. Soalnya sama sama selalu di pikiran. Entar tau tau loe jatuh cinta sama dia baru tau rasa,” kata Andini menasehati yang di balas cibiran sinis Rika.

Jatuh cinta sama musuh bebuyutan? Dalam dunia mimpi juga mustahil.

“Bener tuh apa yang Andini bilang. Yang kaya di Ftv atau didrama korea kan seringnya gitu. Loe yang demen nonton pasti juga nyadar itu kan Rik?” Lauren menambahkan. Icha juga tampak mengangguk angguk membenarkan.

“Ngaco loe ya pada. Sembarangan aja kalau ngomong,” kesal Rika. “Lagian ni ya, walau dunia kebalik sekalipun. Itu nggak akan kejadian. Mustahil, imposible. Nggak akan pernah. NEVER!!!!” sambung Rika menegaskan. Tapi lagi lagi ketiga sahabatnya hanya tertawa.
Selang waktu berlalu, seperti biasa. Setiap Pak Ivan yang masuk kekelas, Rika selalu kebagian tugas untuk mengumpulkan tugas dari teman – temannya baru kemudian membawanya keruang guru. Jika menurutkan hati, Rika ingin sekali protes. Tapi entah mengapa jika ia berhadapan langsung dengan wajah guru bahasa indonesianya itu, bibir nya selalu terkunci rapat. Bahkan biasanya senyum selalu mengambang. Ia yakin, itu pasti karena pengaruh dari wajah tampan yang di miliki Pak Ivan. Apalagi gurunya memang masih bujangan. Benar benar penganiaayan yang tidak termaafkan.

Tepat saat di korirodor belokan kelasnya, dari arah yang berlawanan tampak seseorang yang belari dengan begitu kencang. Karena kemunculannya yang begitu tiba – tiba, Rika sama sekali tidak bisa menghindar sehingga tabrakan pun terjadi. Setumpuk buku yang ia bawa kini berserakan di lantai sementara ia sendiri sudah terlebih dahulu terduduk diam.

“Sory … sory … sory… Gue nggak sengaja.”

Mulut Rika yang terbuka untuk marah – marah terpakasa ia tahan saat melihat raut bersalah di wajah seseorang yang berjongkok di hadapannya sambil mengumpulkan buku – bukunya. Melihat dari penampilannya, sepertinya pria itu adalah adik kelasnya.

“Kelvin, jangan lari loe!!”

Secara refleks Rika menoleh. Hal yang sama dilakukan oleh sosok yang berada di hadapannya. Keduanya menatap kearah seorang gadis yang sedang berlari kearah mereka.

“Mampus gue.”

Rika mengernyit ketika mendengar gumaman lirih Kelvin. Selang beberapa saat kemudian gadis itu melongo saat mendapati buku yang telah di susun Kelvin kembali berhamburan.

“Sory ya. Gue bukan nggak mau bantuin ataupun bertangung jawab. Tapi ini beneran urgen. Gue harus kabur sekarang. Beneran sory banget,” tanpa menunggu kalimat balasan sama sekali dari Rika, Kelvin langsung bangkit berdiri sebelum kemudian kabur menghilang entah kemana.

“Tunggu dulu, maksutnya tu orang kabur tanpa bantuin gue sama sekali?” gumam Rika sendiri setelah sedari tadi hanya terdiam. Mungkin karena otaknya beberapa saat ini memang suka lola sehingga kali ini kurang tangkap dengan apa yang terjadi.

“Akh, dasar rese. Sial banget sih gue,” gerutu Rika. Walau kesel tangannya mulai bergerak mengumpulkan buku – bukunya kembali.

“Makanya kalau jalan itu hati – hati, liat kiri kanan juga.”

Rika kembali menoleh. Matanya berkedap – kedip dengan mulut setengah terbuka tanpa kata. Pandangannya lurus kearah makhluk dihadapanya yang tidak menoleh sama sekali. Justru ia malah tampak sedang mengumpulkan buku milliknya. Rika tidak sedang bermimpikan? Fadlan sedang membantunya mengumpulkan buku. Fadlan?!

“Lagian loe jadi cewek sok baik banget.Walaupun sesama cowok, oke gue akui kalau Pak Ivan itu keren, tapi emang harus segitunya juga ya. Mau – maunya aja loe di jadiin kacungnya.”

“Yee.. apaan sih. Siapa yang di jadiin kacung. Lagian loe tumben – tumbenan perduli sama gue. Kesambet ya?” balas Rika judes.

Fadlan hanya melirik sekilas sebelum kemudian bangkit berdiri. Berjalan meninggalkan Rika. Melihat Fadlan yang berlalu, Rika cepat – cepat melakukan hal yang sama. Tadinya tidak berniat untuk mengejar makhluk itu. Apalagi sampai harus mengekorinya di belakang. Tapi masalahnya, sebagian buku yang harusnya ia bawa ada pada Fadlan, terlebih arah yang Fadlan ikutin adalah jalan menuju ke ruangan guru.

“Fadlan, loe mau kemana si? Buku nya kenapa loe bawa?” tanya Rika sambil berusaha mensejajarkan langkahnya. Tapi Fadlan tidak bergeming, kakinya terus melangkah. Dan tau tau mereka telah sampai. Setelah menyerahkan bukunya, pria itu segera berlalu. Kali ini, barulah Rika benar – benar berniat untuk mengejarnya. Tapi bukan karena ia naksir Fadlan ya, ia Cuma penasaran akan sikap aneh makhluk itu barusan.

“Loe ngapain ngikutin gue?” tanya Fadlan risih.

Rika tidak langsung menjawab. Matanya sedikit menyipit menatap kearah Fadlan. Berusaha menyelidiki maksut tersembunyi dari pria itu.

“Tadi itu loe ngapain? Loe bantuin gue?” tanya Rika curiga..

“Heh,” Fadlan sedikit mencibir sinis. Gadis itu bodoh atau apa. Sudah jelas – jelas tadi ia memang membantu, kenapa masih bertanya. Tanpa menjawab ia terus melangkah.

“Jiah, gue di cuekin. Hei serius ini. Jawab donk. Tadi itu loe kenapa bantuin gue?” kejar Rika lagi.

Tiada yang menduga, Fadlan yang sedari tadi melangkah tiba – tiba berhenti mendadak dan langsung berbalik. Rika yang tidak siap dengan kemungkinan itu langsung mengerem kakinya segera. Hingga kini hanya berjarak kurang dari dua centi, wajah Fadlan jelas berada tepat di hadapnnya. Membuat jantungnya terasa berhenti berdetak sebelum kemudian berdenyut dua kali lebih cepat dari biasanya. Akh, situasi ini….

Next to Cerpen Dia {Nggak} Suka Aku?! Bagian ke dua

Sory man ceman, tadinya mau di bikin oneshot, eh ternyata kepanjangan. Terpaksa deh, di potong dulu. Di jadiin dua part. Ide dadakan yang admin tulis pas kebingungan ngetik kelanjutan cerbung yang terbengkalai #gubrag.

Oke, kira – kira ada yang bisa nebak {dengan benar} endingnya gimana? Kan kali aja ada yang demen berimaginasi bebas kayak admin. Xi xi xi

Detail cerpen

Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

1 comment for "Cerpen Teenlit "Dia {Nggak} Suka Aku?! ! ~ 1/2"

  1. aku jadi penasaran sama kelanjutannya. kira-kira gimana ya, belum ada bayangan nih...hhe

    ceritanya bagus, aku suka. malahan suka banget. tiap cerbung yang km buat aku selalu suka. dan baru sekarang aku bisa comment, mf ya karena kmarin2 hp aku gk bisa komentar. gk tau kenapa?

    ReplyDelete

Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...