Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 07 / 13
Oke guys, masih dengan lanjutan dari cerpen Kala Cinta Menyapa yang kini udah sampe di part 07. Cerpen ini kebetulan end di part 13. So buat yang penasaran gimana jalan ceritanya, bisa langsung simak detailnya di bawah. Untuk yang belum baca bagian sebelumnya bisa disimak disini. Happy reading....
“Apa? Jadi loe jadian sama Rei? Gimana ceritanya?” tanya Rani antusias saat mendengar cerita Irma di taman belakang kampus. Seperti biasa, waktu istriahat mereka habiskan untuk santai di taman. Tadinya mau kekantin, tapi batal. Terlebih sepertinya cerita Irma kali ini adalah sesi curhat. Curhat tentang jadian dirinya dengan Rei tepatnya. Dan kalimat kaget Rani barusan hanya di balas anggukan oleh Irma dengan senyum bahagia.
“Wah, selamat ya. Apa gue bilang, loe emang naksir sama tu orang. Kenapa kemaren pake sok sokan ngeles segala si?” tambah Rani Lagi.
“Yah, abis gue kan malu. Lagian gue juga sama sekali gak pernah menduga kalau Rei ternyata selama ini juga suka sama gue,” terang Irma lirih.
“Nah, untuk ngerayain gimana kalau sekarang kita kekantin. Loe traktir gue makan,” Usul Rani antusias.
“Kenapa harus gue yang traktir?” protes Irma terlihat tidak setuju.
“Masa Gue,” Rani sambil nunjuk Wajahnya sendiri.
“Kalau gitu gimana kalau kita bayar masing – masing aja?”
Usulan Irma tak urung membuat Rani mencibir sinis kearahnya. Sahabatnya yang satu ini selain matrai bermaterai ternyata juga pelit berperangko (???).
“Ya sudahlah. Bayar masing – masing juga gak papa deh. Yang penting kita kekantin yuk sekarang. Asli gue laper banget. Loe sih tadi gue ajak curhatnya di kantin aja pake acara nolak segala,” Rani akhirnya mengalah sementara Irma tampak tersenyum simpul.
Tepat saat mereka menginjakan kaki di lantai kantin pandangan keduanya segera terjurus kesekeliling. Rani tampak memberengut sebel saat mendapati tak ada satupun meja yang kosong. Kantin memang sedang rame – ramenya pada jam makan siang. Dan saat ia menoleh kearah Irma, gadis itu juga tampak angkat bahu.
“Ya sudah lah . Kita kesini lagi entar. Mendingan kita ketaman aja lagi."
“Tapi gue kan lapernya sekarang,” tahan Rani.
“Abis gimana lagi. Loe mau duduk di lantai. Udahlah, kita keluar aja dulu. Lagian loe nggak akan mungkin mati kelaparan hanya karena menahan lapar untuk beberapa waktu kedepan,” tambah Irma sambil melangkah keluar kantin, membuat wajah Rani makin memberengut sebel. Tu orang ternyata beneran sadis. Namun tak urung kakinya melangkah mengikuti gadis itu keluar. Kembali ketaman belakang kampus.
“Huwa,,,... Irma. Gue beneran laper. Cacing di perut gue udah pada demo semua. Gimana donk,” kata Rani mendrama keadaan begitu keduanya telah duduk dibangku taman.
“Jangan lebay,” cibir Irma sinis. Kali ini Rani beneran yakin kalau sahabatnya itu adalah sahabat tersadis di dunia. # Gantian, siapa yang lebay coba.
“Nih buat loe. Walau nggak bikin kenyang tapi lumayan bisa buat menganjal perut."
Rani menoleh. Terlihat terkejut sekaligus heran. Tampang Irma juga terlihat tak jauh beda darinya saat mendapati entah sejak kapan dan datangnya darimana tau – tau kini tampak Erwin yang berdiri tepat di hadapanya sambil menyodorkan kantong plastik. Sekilas Rani mendapati bayangan Roti didalamnya.
“Buat gue?” tanya Rani kearah wajahnya sediri.
Erwin tidak menjawab, hanya tangannya sengaja mengoyang – goyangkan plasik yang ada di tangansebagai isarat agar Rani segera menambilnya.
“Tumben loe baik?” selidik Irma dengan mata terlihat menyipit kearah Erwin. Kali ini jelas tatapan curiga.Begitu kantong plasik itu telah berpindah tangan tanpa banyak kata Erwin berbalik. Bersiap meninggalkan keduanya kalau saja Irma tidak terlebih dahulu menghadang langkahnya.
“Loe belum jawab pertanyaan gue."
“Dan gue gak tertarik untuk menjawabnya,” balas Erwin cuek sambil berlalu pergi.
“Rani loe kok diam aja si?” tanya irma kearah Rani yang hanya menatap kepergian Erwin yang terus berlalu.
Rani hanya angkat bahu tanpa menjawab. Kemudian dengan santai mulai menikmati makanan yang ada di tangaannya. Sepertinya efek lapar benar – benar sangat berpegaruh pada jalan kerja otaknya.
“Loe mau nggak?” tanya Rani sambil menyodorkan sekeping roti kearah Irma dengan acuh tak acuh.
Irma mengeleng. Bukan saja karena menolak pemberian Rani tapi juga karena tak habis fikir akan sikap sahabatnya yang satu tu. Akhirnya yang ia lakukan hanyalah menonton aktifitasnya. Dan lagi, Irma tidak punya cukup keberanian untuk memakan makanan dari orang yang jelas jelas punya masalah dengannya. Gimana kalau roti tersebut dikasih obat cuci perut atau apalah. Bisa jadi kan? Secara gimanapun ia pernah membuat pria tersebut sebagai bahan gosipannya.
*****
Begitu Pak Aldo melangkah meninggalkan kelas, Rani segera membereskan buku – bukunya. Beriringan bersama Irma melangkah melewati koridor kampus. Sambil melangkah keduanya sesekali bercanda. Tapat didepan gerbang mereka berpisah. Sejak dulu kan Irma pulang pergi bersama Rei, terlebih sekarang mereka sudah pacaran.
Begitu Irma berlalu, Rani segera kembali melangkahkan kaki. Rencananya si mau langsung kehalte bus tumpangannya kalau saja tidak ada sebuah motor yang secara tiba – tiba menghentikan langkahnya. Dan begitu ia menoleh.
“Erwin?”
“Ayo naik," printah Erwin.
“He?” kening Rani berkerut tanda bingung. Erwin ngomong nggak pake intro. Dan lagi, pria itu juga tidak terlihat tertarik untuk menjelaskan, hanya saja ia memberi isarat kearah Rani untuk duduk di belakangnya sembari tangannya menyodorkan sebuah helm.
“O,” dengan kapasitas sistem kerja di otaknya, Rani hanya mengangguk paham. Tanpa bertanya lagi ia segera duduk dibelakang Erwin. Saat motor telah kembali melaju barulah mulutnya kembali terbuka untuk bertanya. “Memangnya kita mau kemana?."
“Loe sendiri mau kemana?” bukannya menjawab, Erwin malah balik bertanya. Kebiasan kebanyakan orang memang begitu.
“Ya pulang donk,” sahut Rani spontan.
“Ya sudah kalau begitu. Terus ngapain loe nanya."
Kalimat itu tak urung membuat Rani kesel mendengarnya. “Abis gue bingung. Kan kali aja loe mau bawa gue kemana gitu," sambungnya setengah bergumam.
“Kalau loe emang bingung terus kenapa tadi nggak nanya. Malah main duduk aja."
“Iya ya... bener juga. Kenapa tadi gue langsung nurut ya?” tanya Rani lebih tepat kalau di tujukan untuk dirinya sendiri.
Erwin hanya terdiam sambil mengeleng pelan. Apa memang gadis itu polos atau dodol ya?. Entahlah, sepertinya ia yang dodol karena mau dengan suka rela mengantarnya.
“Tapi Erwin, kok tumben si loe baik? Mau maunya gitu nganterin gue?” tanya Rani tiba – tiba.
Erwin terlihat bingung, tidak tau harus menjawab apa. Sebenarnya ia sendiri juga tidak tau, kenapa tiba – tiba ia berniat untuk mengantar gadis itu pulang kerumahnya. Yang jelas itu semua terjadi dengan sendirinya.
“Pasti karena di suruh sama nyokap loe kan?” tanya Rani lagi.
“Eh?”
“Soal kemaren itu, gue beneran nggak tau kalau tante Sania itu nyokap loe. Gue itu kemaren memang nggak sengaja ngeliat nyokap loe pas keserempet mobil. Karena kebatulan pas kejadian gue memang ada di sana. Karena kelihatannya nyokap loe sendirian dan disana yang pada nolongin juga nggak ada yang kenal, ya sudah gue langsung bawa aja ke rumah sakit. Terus gue sekalian antar kerumah. Eh sekali tiba di rumah nggak taunya dia ternyata nyokap loe. Tapi walaupun begitu, loe nggak harus kok nganterin gue pulang kuliah segala. Secara nyokap loe kan kemaren juga udah bilang ma kasih,” cerocos Rani panjang lebar tanpa sempat memperhatikan reaksi Erwin sekalipun yang terlihat hanya diam sambil terus memandang kedepan. Memastikan motor yang mereka kendarai bisa mencapai tujuan dengan selamat.“Oh ya, tapi nyokap loe baik baik aja kan?” tanya Rani lagi.
“Baik,” sahut Erwin singkat.
“Syukurlah kalau begitu,” Rani terlihat lega. Namut sedetik kemudian semuanya berubah digantikan raut kebingungan saat mendapati arah motor Erwin yang membelok kesalah satu restoran bertuliskan “Sari Bumbu”.
“Erwin, kita mau ngapain disini?” tanya Rani begitu turun dari motor.
“Mau kerja."
“HA!” Rani melotot kaget.
“Ya mau makan lah. Loe laper kan?”
"O," kali ini Rani mengangguk.
Ngomong – ngomong soal makan, perutnya tiba – tiba terasa lapar . Terlebih lagi ia memang belum makan siang sementara jarum jam di tangannya sudah menunjukan pukul 2 siang. Sedari tadi perutnya hanya di isi sepotong roti dari Erwin. Gara – gara tadi keasikan ngegosip bersama Irma ia sampai lupa untuk kembali kekantin karena mata kuliah selanjutnya sudah harus di mulai.
“Erwin, loe yakin mau makan di sini?” bisik Rani lirih begitu kakinya menginjakan lantai restoran berlabel ‘Sari Bumbu’ itu.
Berbeda dari bangunan luar yang terlihat sederhana. Bagian dalamnya ternyata benar – benar di desain dengan elegan. Di mulai dengan barisan depan yang terdiri dari aneka jajan pasar sampai berbagi buah, aneka bubur lengkap dengan Es buahnya, ruangan bagian tengah penuh dengan gado – gado, sementara kiri dan kanan Makanan dengan aneka hidangan sepesial yang mengugah selera. Ada nasi, Lengkap dengan lauk pauknya yang di atur berjejer membentuk lingkaran. Sementara tamu yang datang bebas untuk memillih dan mengambil makanan sepuasnya. Sekilas Rani menoleh kesekeliling. Astaga, rata – rata tamu nya orang asing semua. Mulai dari orang cina, melayu, bule bahkan ada yang korea. Sepertinya mereka semua turis yang datang untuk makan siang. Sementara pelayanan nya juga terlihat ramah. Mana cowok – cowok keren lagi #Gubrak..... Benar – benar merasa seperti makan di hotel berbintang. ^_^
“Kalau loe mau makan, silahkan ambil sepuasnya. Tapi kalau memang enggak dan begong aja mendingan loe tunggu di luar,” sahut Erwin sambil mulai menyendokan nasi kepiring yang ada di tangannya sebelum kemudian beralih kearah aneka masakan yang entah apa namanya.
“Beneran nie, gue boleh ngambil apapun yang gue mau?” tanya Rani masih terlihat ragu.
“Loe abisin semua makanan disini selama perut loe muat juga nggak masalah. Toh loe makan sedikit atau makan banyak bayarnya tetep sama per pax nya,” terang Erwin tanpa menoleh.
Mendengar itu tanpa pikir panjang Rani segera meraih piring yang ada di dekatnya. Dan pada menit berikutnya, piring kosong itu kini sudah terisi penuh. Erwin terlihat sedikit bengong melihatnya. Ini cewek apa kingkong ya. Porsi makanya banyak amat.
“Alhamduliah... Kenyang,” kata Rani sambil mengelap mulutnya dengan tisu.
“Justru kalau loe bilang masih lapar gue nya yang heran,” balasan Erwin tak urung Rani memberengut sebel walau dalam hati ia tetap membenarkan ucapannya. Kalau sampai ia masih merasa lapar pasti lambungnya sedang bermasalah. Bagaimana bisa meja yang seharunya muat diisi untuk delapan orang kini di pake hanya oleh mereka berdua. Mulai dari piring nasi, mangkuk sup, ditambah dua mangkuk bubur, belum lagi mangkuk es campur, piring buah, dan piring aneka jajan pasar. Masih di tambah lagi gelas jus dan air mineral. Ck ck ck, Perutnya terbuat dari apa si?
“Ya sudah kalau begitu, ayo kita pulang,” ajak Erwin sambil bangkit berdiri.
“He he he, Makasih ya. Kapan – kapan kalau loe mau makan disini ajak gue lagi ya. Gue belum nyicipi tuh makanan di sebelah sana,” balas Rani ikut bangkit berdiri sambil matanya terus mengawasi menu yang tidak sempat di jamah olehnya. Erwin hanya mengeleng melihat ulahnya. Setelah membayar makanan di kasir, keduanya segera berlalu pulang.
Next to Cerpen Cinta Romantis Kala Cinta Menyapa part 08
Detail Cerpen
“Apa? Jadi loe jadian sama Rei? Gimana ceritanya?” tanya Rani antusias saat mendengar cerita Irma di taman belakang kampus. Seperti biasa, waktu istriahat mereka habiskan untuk santai di taman. Tadinya mau kekantin, tapi batal. Terlebih sepertinya cerita Irma kali ini adalah sesi curhat. Curhat tentang jadian dirinya dengan Rei tepatnya. Dan kalimat kaget Rani barusan hanya di balas anggukan oleh Irma dengan senyum bahagia.
“Wah, selamat ya. Apa gue bilang, loe emang naksir sama tu orang. Kenapa kemaren pake sok sokan ngeles segala si?” tambah Rani Lagi.
“Yah, abis gue kan malu. Lagian gue juga sama sekali gak pernah menduga kalau Rei ternyata selama ini juga suka sama gue,” terang Irma lirih.
“Nah, untuk ngerayain gimana kalau sekarang kita kekantin. Loe traktir gue makan,” Usul Rani antusias.
“Kenapa harus gue yang traktir?” protes Irma terlihat tidak setuju.
“Masa Gue,” Rani sambil nunjuk Wajahnya sendiri.
“Kalau gitu gimana kalau kita bayar masing – masing aja?”
Usulan Irma tak urung membuat Rani mencibir sinis kearahnya. Sahabatnya yang satu ini selain matrai bermaterai ternyata juga pelit berperangko (???).
“Ya sudahlah. Bayar masing – masing juga gak papa deh. Yang penting kita kekantin yuk sekarang. Asli gue laper banget. Loe sih tadi gue ajak curhatnya di kantin aja pake acara nolak segala,” Rani akhirnya mengalah sementara Irma tampak tersenyum simpul.
Tepat saat mereka menginjakan kaki di lantai kantin pandangan keduanya segera terjurus kesekeliling. Rani tampak memberengut sebel saat mendapati tak ada satupun meja yang kosong. Kantin memang sedang rame – ramenya pada jam makan siang. Dan saat ia menoleh kearah Irma, gadis itu juga tampak angkat bahu.
“Ya sudah lah . Kita kesini lagi entar. Mendingan kita ketaman aja lagi."
“Tapi gue kan lapernya sekarang,” tahan Rani.
“Abis gimana lagi. Loe mau duduk di lantai. Udahlah, kita keluar aja dulu. Lagian loe nggak akan mungkin mati kelaparan hanya karena menahan lapar untuk beberapa waktu kedepan,” tambah Irma sambil melangkah keluar kantin, membuat wajah Rani makin memberengut sebel. Tu orang ternyata beneran sadis. Namun tak urung kakinya melangkah mengikuti gadis itu keluar. Kembali ketaman belakang kampus.
“Huwa,,,... Irma. Gue beneran laper. Cacing di perut gue udah pada demo semua. Gimana donk,” kata Rani mendrama keadaan begitu keduanya telah duduk dibangku taman.
“Jangan lebay,” cibir Irma sinis. Kali ini Rani beneran yakin kalau sahabatnya itu adalah sahabat tersadis di dunia. # Gantian, siapa yang lebay coba.
“Nih buat loe. Walau nggak bikin kenyang tapi lumayan bisa buat menganjal perut."
Rani menoleh. Terlihat terkejut sekaligus heran. Tampang Irma juga terlihat tak jauh beda darinya saat mendapati entah sejak kapan dan datangnya darimana tau – tau kini tampak Erwin yang berdiri tepat di hadapanya sambil menyodorkan kantong plastik. Sekilas Rani mendapati bayangan Roti didalamnya.
“Buat gue?” tanya Rani kearah wajahnya sediri.
Erwin tidak menjawab, hanya tangannya sengaja mengoyang – goyangkan plasik yang ada di tangansebagai isarat agar Rani segera menambilnya.
“Tumben loe baik?” selidik Irma dengan mata terlihat menyipit kearah Erwin. Kali ini jelas tatapan curiga.Begitu kantong plasik itu telah berpindah tangan tanpa banyak kata Erwin berbalik. Bersiap meninggalkan keduanya kalau saja Irma tidak terlebih dahulu menghadang langkahnya.
“Loe belum jawab pertanyaan gue."
“Dan gue gak tertarik untuk menjawabnya,” balas Erwin cuek sambil berlalu pergi.
“Rani loe kok diam aja si?” tanya irma kearah Rani yang hanya menatap kepergian Erwin yang terus berlalu.
Rani hanya angkat bahu tanpa menjawab. Kemudian dengan santai mulai menikmati makanan yang ada di tangaannya. Sepertinya efek lapar benar – benar sangat berpegaruh pada jalan kerja otaknya.
“Loe mau nggak?” tanya Rani sambil menyodorkan sekeping roti kearah Irma dengan acuh tak acuh.
Irma mengeleng. Bukan saja karena menolak pemberian Rani tapi juga karena tak habis fikir akan sikap sahabatnya yang satu tu. Akhirnya yang ia lakukan hanyalah menonton aktifitasnya. Dan lagi, Irma tidak punya cukup keberanian untuk memakan makanan dari orang yang jelas jelas punya masalah dengannya. Gimana kalau roti tersebut dikasih obat cuci perut atau apalah. Bisa jadi kan? Secara gimanapun ia pernah membuat pria tersebut sebagai bahan gosipannya.
Begitu Pak Aldo melangkah meninggalkan kelas, Rani segera membereskan buku – bukunya. Beriringan bersama Irma melangkah melewati koridor kampus. Sambil melangkah keduanya sesekali bercanda. Tapat didepan gerbang mereka berpisah. Sejak dulu kan Irma pulang pergi bersama Rei, terlebih sekarang mereka sudah pacaran.
Begitu Irma berlalu, Rani segera kembali melangkahkan kaki. Rencananya si mau langsung kehalte bus tumpangannya kalau saja tidak ada sebuah motor yang secara tiba – tiba menghentikan langkahnya. Dan begitu ia menoleh.
“Erwin?”
“Ayo naik," printah Erwin.
“He?” kening Rani berkerut tanda bingung. Erwin ngomong nggak pake intro. Dan lagi, pria itu juga tidak terlihat tertarik untuk menjelaskan, hanya saja ia memberi isarat kearah Rani untuk duduk di belakangnya sembari tangannya menyodorkan sebuah helm.
“O,” dengan kapasitas sistem kerja di otaknya, Rani hanya mengangguk paham. Tanpa bertanya lagi ia segera duduk dibelakang Erwin. Saat motor telah kembali melaju barulah mulutnya kembali terbuka untuk bertanya. “Memangnya kita mau kemana?."
“Loe sendiri mau kemana?” bukannya menjawab, Erwin malah balik bertanya. Kebiasan kebanyakan orang memang begitu.
“Ya pulang donk,” sahut Rani spontan.
“Ya sudah kalau begitu. Terus ngapain loe nanya."
Kalimat itu tak urung membuat Rani kesel mendengarnya. “Abis gue bingung. Kan kali aja loe mau bawa gue kemana gitu," sambungnya setengah bergumam.
“Kalau loe emang bingung terus kenapa tadi nggak nanya. Malah main duduk aja."
“Iya ya... bener juga. Kenapa tadi gue langsung nurut ya?” tanya Rani lebih tepat kalau di tujukan untuk dirinya sendiri.
Erwin hanya terdiam sambil mengeleng pelan. Apa memang gadis itu polos atau dodol ya?. Entahlah, sepertinya ia yang dodol karena mau dengan suka rela mengantarnya.
“Tapi Erwin, kok tumben si loe baik? Mau maunya gitu nganterin gue?” tanya Rani tiba – tiba.
Erwin terlihat bingung, tidak tau harus menjawab apa. Sebenarnya ia sendiri juga tidak tau, kenapa tiba – tiba ia berniat untuk mengantar gadis itu pulang kerumahnya. Yang jelas itu semua terjadi dengan sendirinya.
“Pasti karena di suruh sama nyokap loe kan?” tanya Rani lagi.
“Eh?”
“Soal kemaren itu, gue beneran nggak tau kalau tante Sania itu nyokap loe. Gue itu kemaren memang nggak sengaja ngeliat nyokap loe pas keserempet mobil. Karena kebatulan pas kejadian gue memang ada di sana. Karena kelihatannya nyokap loe sendirian dan disana yang pada nolongin juga nggak ada yang kenal, ya sudah gue langsung bawa aja ke rumah sakit. Terus gue sekalian antar kerumah. Eh sekali tiba di rumah nggak taunya dia ternyata nyokap loe. Tapi walaupun begitu, loe nggak harus kok nganterin gue pulang kuliah segala. Secara nyokap loe kan kemaren juga udah bilang ma kasih,” cerocos Rani panjang lebar tanpa sempat memperhatikan reaksi Erwin sekalipun yang terlihat hanya diam sambil terus memandang kedepan. Memastikan motor yang mereka kendarai bisa mencapai tujuan dengan selamat.“Oh ya, tapi nyokap loe baik baik aja kan?” tanya Rani lagi.
“Baik,” sahut Erwin singkat.
“Syukurlah kalau begitu,” Rani terlihat lega. Namut sedetik kemudian semuanya berubah digantikan raut kebingungan saat mendapati arah motor Erwin yang membelok kesalah satu restoran bertuliskan “Sari Bumbu”.
“Erwin, kita mau ngapain disini?” tanya Rani begitu turun dari motor.
“Mau kerja."
“HA!” Rani melotot kaget.
“Ya mau makan lah. Loe laper kan?”
"O," kali ini Rani mengangguk.
Ngomong – ngomong soal makan, perutnya tiba – tiba terasa lapar . Terlebih lagi ia memang belum makan siang sementara jarum jam di tangannya sudah menunjukan pukul 2 siang. Sedari tadi perutnya hanya di isi sepotong roti dari Erwin. Gara – gara tadi keasikan ngegosip bersama Irma ia sampai lupa untuk kembali kekantin karena mata kuliah selanjutnya sudah harus di mulai.
“Erwin, loe yakin mau makan di sini?” bisik Rani lirih begitu kakinya menginjakan lantai restoran berlabel ‘Sari Bumbu’ itu.
Berbeda dari bangunan luar yang terlihat sederhana. Bagian dalamnya ternyata benar – benar di desain dengan elegan. Di mulai dengan barisan depan yang terdiri dari aneka jajan pasar sampai berbagi buah, aneka bubur lengkap dengan Es buahnya, ruangan bagian tengah penuh dengan gado – gado, sementara kiri dan kanan Makanan dengan aneka hidangan sepesial yang mengugah selera. Ada nasi, Lengkap dengan lauk pauknya yang di atur berjejer membentuk lingkaran. Sementara tamu yang datang bebas untuk memillih dan mengambil makanan sepuasnya. Sekilas Rani menoleh kesekeliling. Astaga, rata – rata tamu nya orang asing semua. Mulai dari orang cina, melayu, bule bahkan ada yang korea. Sepertinya mereka semua turis yang datang untuk makan siang. Sementara pelayanan nya juga terlihat ramah. Mana cowok – cowok keren lagi #Gubrak..... Benar – benar merasa seperti makan di hotel berbintang. ^_^
“Kalau loe mau makan, silahkan ambil sepuasnya. Tapi kalau memang enggak dan begong aja mendingan loe tunggu di luar,” sahut Erwin sambil mulai menyendokan nasi kepiring yang ada di tangannya sebelum kemudian beralih kearah aneka masakan yang entah apa namanya.
“Beneran nie, gue boleh ngambil apapun yang gue mau?” tanya Rani masih terlihat ragu.
“Loe abisin semua makanan disini selama perut loe muat juga nggak masalah. Toh loe makan sedikit atau makan banyak bayarnya tetep sama per pax nya,” terang Erwin tanpa menoleh.
Mendengar itu tanpa pikir panjang Rani segera meraih piring yang ada di dekatnya. Dan pada menit berikutnya, piring kosong itu kini sudah terisi penuh. Erwin terlihat sedikit bengong melihatnya. Ini cewek apa kingkong ya. Porsi makanya banyak amat.
“Alhamduliah... Kenyang,” kata Rani sambil mengelap mulutnya dengan tisu.
“Justru kalau loe bilang masih lapar gue nya yang heran,” balasan Erwin tak urung Rani memberengut sebel walau dalam hati ia tetap membenarkan ucapannya. Kalau sampai ia masih merasa lapar pasti lambungnya sedang bermasalah. Bagaimana bisa meja yang seharunya muat diisi untuk delapan orang kini di pake hanya oleh mereka berdua. Mulai dari piring nasi, mangkuk sup, ditambah dua mangkuk bubur, belum lagi mangkuk es campur, piring buah, dan piring aneka jajan pasar. Masih di tambah lagi gelas jus dan air mineral. Ck ck ck, Perutnya terbuat dari apa si?
“Ya sudah kalau begitu, ayo kita pulang,” ajak Erwin sambil bangkit berdiri.
“He he he, Makasih ya. Kapan – kapan kalau loe mau makan disini ajak gue lagi ya. Gue belum nyicipi tuh makanan di sebelah sana,” balas Rani ikut bangkit berdiri sambil matanya terus mengawasi menu yang tidak sempat di jamah olehnya. Erwin hanya mengeleng melihat ulahnya. Setelah membayar makanan di kasir, keduanya segera berlalu pulang.
Next to Cerpen Cinta Romantis Kala Cinta Menyapa part 08
Detail Cerpen
- Judul Cerbung : Kala Cinta Menyapa
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Status : Complete
- Genre : Remaja, Romatis
- Panjang : 1.659 Words
Post a Comment for "Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 07 / 13"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...