Cerpen Cinta Romantis | Kala cinta menyapa ~ 01 / 13
Oke guys, kali ini admin ngeshare sebuah cerbung rekuesan dari salah satu 'adek' dunia maya. Yups, Erwin. Tepatnya itu cerbung Kala Cinta Menyapa. Untuk yang penasaran gimana jalan ceritanya bisa simak langsung ke bawah. Oke guys? Happy reading ya....
“Erwin, mau kemana loe?” sapa Joni yang entah muncul dari mana langsung merangkul pundak erwin yang melangkah menuju kekelasnya.
Erwin tidak menjawab. Tangannya segera menyingkirkan tangan Joni dari pundaknya. Mencibir sinis kearah sahabatnya. Benar – benar sapaan basi.
“Hei, gue punya kabar bagus ni,” kata Joni mengabaikan reaksi Erwin yang dinilai sudah biasa.
“Kapan si loe bilang punya kabar jelek?” sindir Erwin sinis, Joni hanya nyengir.
“Tapi kali ini gue serius. Di kampus kita ada idola baru. Cewek. Cantik banget." Joni tampa excited ketika mengatakan kalimatnya itu.
“Kambing di bedakin aja menurut loe cantik, apa lagi beneran cewek."
Joni menahan diri untuk tidak langsung menjitak kepala Erwin. Kalau saja ia tidak menginggat sahabatnya yang satu itu selalu berjasa dalam hidupnya, sudah pasti dari kemaren – kemaren ini orang sudah ia tendang kelaut.
“Baik lah, karena sepertinya loe nggak tertarik. Gue nggak jadi cerita. Bisa beneran gondok gue deket – deket sama loe."
Selesai berkata, Joni segera berlalu, mendahului Erwin menuju kekelas. Sementar Erwin sendiri juga hanya angkat bahu. Sama sekali tidak merasa bersalah.
“Erwin, tunggu bentar."
Mendengar namanya di panggil Erwin segera menghentikan langkahnya tanpa berniat untuk menoleh padahal dari suaranya saja ia sudah tau kalau saat ini, Leila, idola di kampusnya yang kini berjalan kearahnya.
“Ada apa?” tanya Erwin.
“Loe mau langsung ke kelas?” tanya Leila sambil tersenyum manis.
“Kalau seandainya gue bilang gue mau nonton dulu loe percaya?"
Bukannya kesel atau marah mendengar balasan ketus dari mulut Erwin, Leila justru malah tersenyum manis. Peduli amat sifatnya nyebelin kalau pada nyatan\nya wajahnya terlalu mengiurkan untuk di jadikan pacar. Seperti kata pepatah, satu kelebihan biasanya mampu untuk menutupi sejuta kekurangan. ^_^
“Kalau seandainya loe bilang mau nonton gue pasti akan ikut."
Erwin mencibir. Sama sekali tidak merasa lucu mendengar candaan dari mulut Leila barusan. Tanpa pikir panjang ia segera berniat untuk berlalu, namun sepertinya Leila sudah paham akan sifatnya sehingga ia dengan cepat berdiri tepat di hadapannya. Membuat Erwin merengut kesel.
“Ada yang pengen gue omongin sama loe," kata gadis itu cepat.
“Penting nggak?”
“Tergantung. Penting tidaknya itu kan relatif. Tapi sepertinya ini penting."
Erwin sedikit mengernyitkan dahi mendengarnya. “Heh, Sepertinya...” gumam Erwin mencibir. “Apa soal hidup matinya seseorang?” tanya Erwin lagi.
Walau heran dan sama sekali tidak mengerti maksut ucapan Erwin barusan, leila tetap mengeleng.
“Kalau begitu nggak ada yang penting menurut gue,” selesai berkata Erwin segera melangkah. Menepis tangan Leila yang berusaha menahannya.
“Oke, gue suka sama loe. Gue mau loe jadi pacar gue,” kata Leila setengah berteriak.
Erwin menghentikan langkahnya. Beberapa mahasiswa yang kebetulan berada tak jauh dari mereka ikut menoleh. Memperhatikan keduanya dengan tatapan heran sekaligus kaget. Seorang Leila yang sudah dikenal sebagai idola di kampus mereka dan selalu menjadi incaran para mahasiswa karena terkenal dengan kecantikannya justru malah menyatakan cinta duluan? Apa kata dunia?
Dan mulut Leila terbuka tanpa suara saat melihat Erwin kembali melangkah sama sekali tidak menoleh kearahnya apalagi sampai berbalik.
“Sialan, gue udah banting harga dia justru malah melongos gitu aja,” geram Leila sambil mengepalkan tanggannya.
“Dasar cewek, dimana – mana sama aja,” gerut Erwin sambil terus melangkah.
Tepat di belokan kelasnya tanpa sengaja ia menabrak seseorang yang membawa setumpuk buku-buku yang kini tampak berhamburan di lantai.
“Ih, kalau jalan pake mata donk,” kata cewek itu sambil berjongkok mengumpulkan buku - buku. Sementara Erwin sendiri tetap berdiri ditempat, tidak ada tanda tanda ia akan membantu.
“Dasar bodoh. Mana ada orang jalan pake mata. Anak TK juga tau kalau jalan itu pake kaki."
Mendengar kalimat pedes barusan cewek itu segera mendongak. Menatap tak percaya sosok yang kini berdiri di hadapannya. Sudah salah, tidak mau minta maaf pake ngatain bodoh segala lagi. Siapa yang nggak kesel coba. Namun sebelum mulutnya terbuka untuk protes, Erwin sudah terlebih dahulu melangkah pergi.
“Bruk!”
Rani menoleh, menatap Irma, sahabatnya yang baru datang dengan tampang kusut. Mana pake menghempaskan buku – buku nya segala lagi.
“Kenapa loe?” tanya Rani sambil menutup buku yang sedari tadi di bacanya. Sedikit membenarkan letak kacamatanya agar lebih terasa nyaman di pake.
“Emosi gue."
“Oh ya? Kenapa?” tanya Rani lagi.
“Gila. Gue itu tadi lagi jalan. Terus ketabrak sama si Erwin. Eh bukannya minta maaf apa lagi bantuin dia malah pake ngatain gue bodoh. Mentang – mentang keren suka seenaknya."
"Erwin?" ulang Rani dengan kening berkerut, Irma hanya mengangguk.
“Siapa?” sambung gadis itu lagi. Kali ini raut kesel Irma berganti menjadi bingung.
“Erwin. Idola kampus kita. Jangan bilang loe nggak kenal. Loe kan bukan mahasiswi baru di kampus ini."
Rani menyengir sambil mengeleng. Irma yang melihatnya juga ikutan mengeleng. Bedanya kalau Rani mengeleng tidak tau, Sementara Irma mengeleng tak percaya. Sahabatnya yang satu ini beneran kuper. Nggak heran si, kesehariannya memang lebih sering di habiskan di perpus membaca sambil mendengarkan musik dari ipad’nya. Hobi gadis itu selain menfoto dengan kamera yang sering di bawanya kemana – mana.
"Sudahlah, nggak penting juga," tutup Irma tak ingin membahas siapa Erwin lebih lanjut. Terlebih dosennya juga kini sudah tiba di ambang pintu.
Sambil menunggu pelajaran selanjutnya yang baru akan di mulai sekitar setengah jam lagi, Irma segera menarik Rani kearah kantin. Perutnya benar – benar terasa lapar. Begitu sampai di kantin ia segera berjalan menuju kearah satu – satunya meja yang masih kosong. Merasa lega karena kebagian tempat duduk di saat suasana kantin yang memang sedang rame-ramenya. Namun senyuman itu segera raib saat matanya menemukan siapa sosok yang kini ada di meja seberang tak jauh darinya.
“Kenapa?” tanya Rani heran saat mendapati perubahan yang begitu ketara dari raut wajah Irma.
“Loe mau tau yang namanya Erwin ngga?” Irma sedikit berbisik.
“Mana?”.
Irma memberi isarat kearah Rani agar menoleh kearah meja seberang. Dimana tampak Erwin yang sedang menikmati soto pesanannya.
“Nah, dia itu orang songong. Yang sudah nabrak tapi bukannya minta maaf justru malah menghina orang nggak jelas,” terang Irma sengaja mengeraskan suaranya.
Merasa tersindir Erwin refleks menoleh. Mencibir sinis saat mendapati tatapan penuh minat Rani yang menatapnya intens dibalik kacamata yang ia kenakan.
Mendapati tatapan sahabatnya yang hampir tak berkedip kearah Erwin jelas membuat Irma merasa kesel. Diinjaknya kaki Rani dengan kekuatan ekstra sehingga gadis itu menjerit kesakitan dan memberikan tatapan protes padanya.
“Loe ngapain si ngeliatin dia sampe kayak gitu?” geram Irma memprotes.
“Gue lagi mikir aja, dia mirip siapa ya? Kok wajahnya familiar banget. Kayaknya gue pernah ketemu deh,” balas Rani sambil mengigit kuku jarinya. Kebiasaan yang sulit ia hilangkan jika sedang berpikir. Matanya kembali beralih kearah Erwin.
“Jangan bilang kalau loe juga menganggap kalau dia itu mirip Jang geun suk?” geram Irma memutar mata. Merasa makin kesel.
Hei dia kan sedang bercerita tentang makhluk yang menyebalkan, tapi kenapa raut wajah temannya justru seperti orang yang sedang terpesona? Memang susah kalau punya sahabat super polos.
“Aha,” Rani menjentikan jarinya. “Gue inget. Gue memang pernah ketemu sama dia."
Kali ini mata Irma mendelik. Beberapa detik yang lalu ia sempat melirik Erwin yang jelas – jelas mencibir.
“Hei, loe inget sama gue nggak? Loe kan yang......Aduh,” untuk kedua kalinya Rani menjerit kesakitan. Lagi – lagi kakinya di injek oleh Irma.
“Dasar cewek. Dimana aja sama. Sok kenal. Menyebalkan,” gerut Erwin membuat kuping Irma makin panas mendengarnya.
“Rani....!!!” panggil Irma lirih namun sarat ancaman.
“Tapi kan...” Rani berusaha membantah dengan mata tetap terarah lurus kearah Erwin.
“Diem nggak loe."
“Hufh...” Rani menghebuskan nafasnya sembari menunduk manut. Tapi mulutnya masih sempat bergumam lirih namun mampu membuat Erwin yang kebetulan sedang menyuapkan kuah sotonya sontak tersedak.
“Gue kan Cuma mau bilang kalau dia mirip sama orang yang jatuh kedalam got kemaren."
“Ha?” ulang Irma kaget. Tidak yakin dengan kalimat yang baru saja ia dengar.
Kepala Rani mengangguk. Dan sebelum mulutnya sempat terbuka untuk menjelaskan, tangannya sudah terlebih dahulu ditarik keluar kantin. Meninggalkan Semua wajah dengan tampang herannya. Bahkan meninggalkan Irma dengan tampang cengonya ketika melihat sahabatnnya di culik terang – terangan tepat dihadapannya. Sebelum Irma benar – benar menyadari apa yang terjadi, Rani sudah menghilang dari pandangan.
Begitu sampai di ujung koridor Erwin melepaskan gengaman tangannya. Matanya menatap lurus kearah sosok yang kini berdiri tepat di hadapannya dengan kepala yang menunduk takut. Ingatannya segera melayang ke kejadian kemaren sore.
Sepulang dari Rumah Joni, sahabatnya, Erwin segera pulang kerumah. Tepat saat sampai di tingkungan tiba – tiba ada seekor kucing yang lewat dan mengagetkannya padahal pada saat bersamaan di hadapa juga tampak sebuah bus yang melaju kencang. Tanpa banyak pikir ia segera membelokan stang motor tanpa sempat menginjak rem sehingga sukses membuatnya terdampar di pinggiran got. Untung saja luka yang ia alami tidak parah, hanya sedikit lecet di kaki dan ujung sikunya.
Saat itu lah kemudian muncul seorang cewek yang kebetulan sedang membersihkan halaman rumahnya. Kemudian segera membawanya duduk di bangku halaman depan rumah, bahkan sempat mengobati lukanya itu juga kalau memberikan obat merah dan sapu tangan termasuk kedalam katagori mengobati. Karena pada kenyataannya gadis itu sama sekali tidak menyentuh lukanya. Hanya saja waktu itu ceweknya cantik. Rambutnya terurai ditambah mata bening yang dimilikinya sehingga sukses membuat Erwin merasakan ‘love at first sight’ untuk pertama kali di dalam hidupnya.
Erwin juga ingat saat itu karena saking terpesonanya ia sampai tidak sempat untuk berkenalan karena keburu di potong oleh ramainya orang – orang yang sibuk bertanya – tanya. Karena Erwin memang membenci orang – orang yang terlalu banyak ingin tau masalah yang bukan menjadi urusannya makanya ia memilih untuk langsung pulang.
Cuma saat ini Erwin benar – benar tidak mempercayai kalau orang yang berdiri di depannya adalah orang yang sama dengan yang kemaren. Dari penampilannya yang pake kacamata di tambah rambutnya yang hanya di kucir dua benar – benar membuat nya merasa sangksi.
“Kenapa loe bawa gue kesini?”
Suara bernada tanya itu segera menyadarkan Erwin dari lamunannya.
“Loe?” Ttunjuk Erwin tepat kearah wajah Rani yang sontak membuat gadis itu sedikit melangkah mundur. Terlihat jelas raut ketakutan di wajahnya.
“Cewek yang kemaren?”
Walau takut Rani tetap mengangguk membenarkan.
“Rani,” terdengar terikan Irma di kejauhan yang sedang berlari kearahnya. Erwin dan Rani segera menoleh. Menyadari sesuatu Erwin segera mendekatkan wajahnya kerah wajah Rani, membisikan sesuatu yang membuat gadis itu bergidik ngeri.
“Berani loe cerita soal kejadian kemaren pada orang lain, mati loe."
Setelah memastikan gadis itu mengangguk mendengar ancamannya, Erwin segera berlalu. Tidak ingin menambah masalah dengan gadis yang tadi pagi di tabraknya. Tentang masalah rahasianya bisa ia urus belakangan. Melihat dari raut ketakutan barusan ia yakin semuanya aman.
Lanjut ke cerbung Kala Cinta menyapa bagian 2
Detail Cerpen
Kala Cinta Menyapa |
“Erwin, mau kemana loe?” sapa Joni yang entah muncul dari mana langsung merangkul pundak erwin yang melangkah menuju kekelasnya.
Erwin tidak menjawab. Tangannya segera menyingkirkan tangan Joni dari pundaknya. Mencibir sinis kearah sahabatnya. Benar – benar sapaan basi.
“Hei, gue punya kabar bagus ni,” kata Joni mengabaikan reaksi Erwin yang dinilai sudah biasa.
“Kapan si loe bilang punya kabar jelek?” sindir Erwin sinis, Joni hanya nyengir.
“Tapi kali ini gue serius. Di kampus kita ada idola baru. Cewek. Cantik banget." Joni tampa excited ketika mengatakan kalimatnya itu.
“Kambing di bedakin aja menurut loe cantik, apa lagi beneran cewek."
Joni menahan diri untuk tidak langsung menjitak kepala Erwin. Kalau saja ia tidak menginggat sahabatnya yang satu itu selalu berjasa dalam hidupnya, sudah pasti dari kemaren – kemaren ini orang sudah ia tendang kelaut.
“Baik lah, karena sepertinya loe nggak tertarik. Gue nggak jadi cerita. Bisa beneran gondok gue deket – deket sama loe."
Selesai berkata, Joni segera berlalu, mendahului Erwin menuju kekelas. Sementar Erwin sendiri juga hanya angkat bahu. Sama sekali tidak merasa bersalah.
“Erwin, tunggu bentar."
Mendengar namanya di panggil Erwin segera menghentikan langkahnya tanpa berniat untuk menoleh padahal dari suaranya saja ia sudah tau kalau saat ini, Leila, idola di kampusnya yang kini berjalan kearahnya.
“Ada apa?” tanya Erwin.
“Loe mau langsung ke kelas?” tanya Leila sambil tersenyum manis.
“Kalau seandainya gue bilang gue mau nonton dulu loe percaya?"
Bukannya kesel atau marah mendengar balasan ketus dari mulut Erwin, Leila justru malah tersenyum manis. Peduli amat sifatnya nyebelin kalau pada nyatan\nya wajahnya terlalu mengiurkan untuk di jadikan pacar. Seperti kata pepatah, satu kelebihan biasanya mampu untuk menutupi sejuta kekurangan. ^_^
“Kalau seandainya loe bilang mau nonton gue pasti akan ikut."
Erwin mencibir. Sama sekali tidak merasa lucu mendengar candaan dari mulut Leila barusan. Tanpa pikir panjang ia segera berniat untuk berlalu, namun sepertinya Leila sudah paham akan sifatnya sehingga ia dengan cepat berdiri tepat di hadapannya. Membuat Erwin merengut kesel.
“Ada yang pengen gue omongin sama loe," kata gadis itu cepat.
“Penting nggak?”
“Tergantung. Penting tidaknya itu kan relatif. Tapi sepertinya ini penting."
Erwin sedikit mengernyitkan dahi mendengarnya. “Heh, Sepertinya...” gumam Erwin mencibir. “Apa soal hidup matinya seseorang?” tanya Erwin lagi.
Walau heran dan sama sekali tidak mengerti maksut ucapan Erwin barusan, leila tetap mengeleng.
“Kalau begitu nggak ada yang penting menurut gue,” selesai berkata Erwin segera melangkah. Menepis tangan Leila yang berusaha menahannya.
“Oke, gue suka sama loe. Gue mau loe jadi pacar gue,” kata Leila setengah berteriak.
Erwin menghentikan langkahnya. Beberapa mahasiswa yang kebetulan berada tak jauh dari mereka ikut menoleh. Memperhatikan keduanya dengan tatapan heran sekaligus kaget. Seorang Leila yang sudah dikenal sebagai idola di kampus mereka dan selalu menjadi incaran para mahasiswa karena terkenal dengan kecantikannya justru malah menyatakan cinta duluan? Apa kata dunia?
Dan mulut Leila terbuka tanpa suara saat melihat Erwin kembali melangkah sama sekali tidak menoleh kearahnya apalagi sampai berbalik.
“Sialan, gue udah banting harga dia justru malah melongos gitu aja,” geram Leila sambil mengepalkan tanggannya.
“Dasar cewek, dimana – mana sama aja,” gerut Erwin sambil terus melangkah.
Tepat di belokan kelasnya tanpa sengaja ia menabrak seseorang yang membawa setumpuk buku-buku yang kini tampak berhamburan di lantai.
“Ih, kalau jalan pake mata donk,” kata cewek itu sambil berjongkok mengumpulkan buku - buku. Sementara Erwin sendiri tetap berdiri ditempat, tidak ada tanda tanda ia akan membantu.
“Dasar bodoh. Mana ada orang jalan pake mata. Anak TK juga tau kalau jalan itu pake kaki."
Mendengar kalimat pedes barusan cewek itu segera mendongak. Menatap tak percaya sosok yang kini berdiri di hadapannya. Sudah salah, tidak mau minta maaf pake ngatain bodoh segala lagi. Siapa yang nggak kesel coba. Namun sebelum mulutnya terbuka untuk protes, Erwin sudah terlebih dahulu melangkah pergi.
“Bruk!”
Rani menoleh, menatap Irma, sahabatnya yang baru datang dengan tampang kusut. Mana pake menghempaskan buku – buku nya segala lagi.
“Kenapa loe?” tanya Rani sambil menutup buku yang sedari tadi di bacanya. Sedikit membenarkan letak kacamatanya agar lebih terasa nyaman di pake.
“Emosi gue."
“Oh ya? Kenapa?” tanya Rani lagi.
“Gila. Gue itu tadi lagi jalan. Terus ketabrak sama si Erwin. Eh bukannya minta maaf apa lagi bantuin dia malah pake ngatain gue bodoh. Mentang – mentang keren suka seenaknya."
"Erwin?" ulang Rani dengan kening berkerut, Irma hanya mengangguk.
“Siapa?” sambung gadis itu lagi. Kali ini raut kesel Irma berganti menjadi bingung.
“Erwin. Idola kampus kita. Jangan bilang loe nggak kenal. Loe kan bukan mahasiswi baru di kampus ini."
Rani menyengir sambil mengeleng. Irma yang melihatnya juga ikutan mengeleng. Bedanya kalau Rani mengeleng tidak tau, Sementara Irma mengeleng tak percaya. Sahabatnya yang satu ini beneran kuper. Nggak heran si, kesehariannya memang lebih sering di habiskan di perpus membaca sambil mendengarkan musik dari ipad’nya. Hobi gadis itu selain menfoto dengan kamera yang sering di bawanya kemana – mana.
"Sudahlah, nggak penting juga," tutup Irma tak ingin membahas siapa Erwin lebih lanjut. Terlebih dosennya juga kini sudah tiba di ambang pintu.
Sambil menunggu pelajaran selanjutnya yang baru akan di mulai sekitar setengah jam lagi, Irma segera menarik Rani kearah kantin. Perutnya benar – benar terasa lapar. Begitu sampai di kantin ia segera berjalan menuju kearah satu – satunya meja yang masih kosong. Merasa lega karena kebagian tempat duduk di saat suasana kantin yang memang sedang rame-ramenya. Namun senyuman itu segera raib saat matanya menemukan siapa sosok yang kini ada di meja seberang tak jauh darinya.
“Kenapa?” tanya Rani heran saat mendapati perubahan yang begitu ketara dari raut wajah Irma.
“Loe mau tau yang namanya Erwin ngga?” Irma sedikit berbisik.
“Mana?”.
Irma memberi isarat kearah Rani agar menoleh kearah meja seberang. Dimana tampak Erwin yang sedang menikmati soto pesanannya.
“Nah, dia itu orang songong. Yang sudah nabrak tapi bukannya minta maaf justru malah menghina orang nggak jelas,” terang Irma sengaja mengeraskan suaranya.
Merasa tersindir Erwin refleks menoleh. Mencibir sinis saat mendapati tatapan penuh minat Rani yang menatapnya intens dibalik kacamata yang ia kenakan.
Mendapati tatapan sahabatnya yang hampir tak berkedip kearah Erwin jelas membuat Irma merasa kesel. Diinjaknya kaki Rani dengan kekuatan ekstra sehingga gadis itu menjerit kesakitan dan memberikan tatapan protes padanya.
“Loe ngapain si ngeliatin dia sampe kayak gitu?” geram Irma memprotes.
“Gue lagi mikir aja, dia mirip siapa ya? Kok wajahnya familiar banget. Kayaknya gue pernah ketemu deh,” balas Rani sambil mengigit kuku jarinya. Kebiasaan yang sulit ia hilangkan jika sedang berpikir. Matanya kembali beralih kearah Erwin.
“Jangan bilang kalau loe juga menganggap kalau dia itu mirip Jang geun suk?” geram Irma memutar mata. Merasa makin kesel.
Hei dia kan sedang bercerita tentang makhluk yang menyebalkan, tapi kenapa raut wajah temannya justru seperti orang yang sedang terpesona? Memang susah kalau punya sahabat super polos.
“Aha,” Rani menjentikan jarinya. “Gue inget. Gue memang pernah ketemu sama dia."
Kali ini mata Irma mendelik. Beberapa detik yang lalu ia sempat melirik Erwin yang jelas – jelas mencibir.
“Hei, loe inget sama gue nggak? Loe kan yang......Aduh,” untuk kedua kalinya Rani menjerit kesakitan. Lagi – lagi kakinya di injek oleh Irma.
“Dasar cewek. Dimana aja sama. Sok kenal. Menyebalkan,” gerut Erwin membuat kuping Irma makin panas mendengarnya.
“Rani....!!!” panggil Irma lirih namun sarat ancaman.
“Tapi kan...” Rani berusaha membantah dengan mata tetap terarah lurus kearah Erwin.
“Diem nggak loe."
“Hufh...” Rani menghebuskan nafasnya sembari menunduk manut. Tapi mulutnya masih sempat bergumam lirih namun mampu membuat Erwin yang kebetulan sedang menyuapkan kuah sotonya sontak tersedak.
“Gue kan Cuma mau bilang kalau dia mirip sama orang yang jatuh kedalam got kemaren."
“Ha?” ulang Irma kaget. Tidak yakin dengan kalimat yang baru saja ia dengar.
Kepala Rani mengangguk. Dan sebelum mulutnya sempat terbuka untuk menjelaskan, tangannya sudah terlebih dahulu ditarik keluar kantin. Meninggalkan Semua wajah dengan tampang herannya. Bahkan meninggalkan Irma dengan tampang cengonya ketika melihat sahabatnnya di culik terang – terangan tepat dihadapannya. Sebelum Irma benar – benar menyadari apa yang terjadi, Rani sudah menghilang dari pandangan.
Begitu sampai di ujung koridor Erwin melepaskan gengaman tangannya. Matanya menatap lurus kearah sosok yang kini berdiri tepat di hadapannya dengan kepala yang menunduk takut. Ingatannya segera melayang ke kejadian kemaren sore.
Sepulang dari Rumah Joni, sahabatnya, Erwin segera pulang kerumah. Tepat saat sampai di tingkungan tiba – tiba ada seekor kucing yang lewat dan mengagetkannya padahal pada saat bersamaan di hadapa juga tampak sebuah bus yang melaju kencang. Tanpa banyak pikir ia segera membelokan stang motor tanpa sempat menginjak rem sehingga sukses membuatnya terdampar di pinggiran got. Untung saja luka yang ia alami tidak parah, hanya sedikit lecet di kaki dan ujung sikunya.
Saat itu lah kemudian muncul seorang cewek yang kebetulan sedang membersihkan halaman rumahnya. Kemudian segera membawanya duduk di bangku halaman depan rumah, bahkan sempat mengobati lukanya itu juga kalau memberikan obat merah dan sapu tangan termasuk kedalam katagori mengobati. Karena pada kenyataannya gadis itu sama sekali tidak menyentuh lukanya. Hanya saja waktu itu ceweknya cantik. Rambutnya terurai ditambah mata bening yang dimilikinya sehingga sukses membuat Erwin merasakan ‘love at first sight’ untuk pertama kali di dalam hidupnya.
Erwin juga ingat saat itu karena saking terpesonanya ia sampai tidak sempat untuk berkenalan karena keburu di potong oleh ramainya orang – orang yang sibuk bertanya – tanya. Karena Erwin memang membenci orang – orang yang terlalu banyak ingin tau masalah yang bukan menjadi urusannya makanya ia memilih untuk langsung pulang.
Cuma saat ini Erwin benar – benar tidak mempercayai kalau orang yang berdiri di depannya adalah orang yang sama dengan yang kemaren. Dari penampilannya yang pake kacamata di tambah rambutnya yang hanya di kucir dua benar – benar membuat nya merasa sangksi.
“Kenapa loe bawa gue kesini?”
Suara bernada tanya itu segera menyadarkan Erwin dari lamunannya.
“Loe?” Ttunjuk Erwin tepat kearah wajah Rani yang sontak membuat gadis itu sedikit melangkah mundur. Terlihat jelas raut ketakutan di wajahnya.
“Cewek yang kemaren?”
Walau takut Rani tetap mengangguk membenarkan.
“Rani,” terdengar terikan Irma di kejauhan yang sedang berlari kearahnya. Erwin dan Rani segera menoleh. Menyadari sesuatu Erwin segera mendekatkan wajahnya kerah wajah Rani, membisikan sesuatu yang membuat gadis itu bergidik ngeri.
“Berani loe cerita soal kejadian kemaren pada orang lain, mati loe."
Setelah memastikan gadis itu mengangguk mendengar ancamannya, Erwin segera berlalu. Tidak ingin menambah masalah dengan gadis yang tadi pagi di tabraknya. Tentang masalah rahasianya bisa ia urus belakangan. Melihat dari raut ketakutan barusan ia yakin semuanya aman.
Lanjut ke cerbung Kala Cinta menyapa bagian 2
Detail Cerpen
- Judul Cerbung : Kala Cinta Menyapa
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Status : Complete
- Genre : Remaja, Romantis
- Panjang : 1.689 Words