Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 02 / 13
Lanjutan dari Cerpen Kala Cinta menyapa bagian 2, yang masih merupakan kisah antara Erwin dan Rani. Seperti yang admin katakan sebelumnya, ini merupakan cerpen requesan. Nah, biar nyambung sama jalan ceritanya lebih baik kalau baca dulu kala cinta menyapa bagian 1. Akhir kata, happy reading. Kalau bisa RCL ya.....:D
Setengah berlari Irma melangkah keluar dari kantin. Matanya menatap ke seluruh penjuru. Mencari sosok sahabatnya yang di culik terang – terangan. Saat menatap keujung koridor ia mendapati siluet Rani yang tampak menunduk. Jelas terlihat ketakutan. Tanpa pikir panjang Irma segera menghampirinya. Merasa heran saat mendapati Erwin yang justru malah berlalu begitu melihat kehadirannya. Mencurigakan.
“Rani sebenernya ada apa? Kenapa dengan cecunguk satu itu? Kayaknya penting amat. Sampe narik – narik loe segala?” selidik Irma kearah Rani yang masih berdiri terpaku.
“Hei, di tanyain malah bengong,” tambah Irma mengagetkan Rani yang tetap bungkam.
“Eh, ha, Kenapa?” tanya Rani gugup.
“Erwin kenapa nyariin loe. Katanya loe nggak kenal sama dia?”
“Nggak tau,” Rani mengeleng cepat.
Mata Irma menyipit. Memperhatikan raut wajah Rani dengan seksama. Ia yakin ada yang nggak beres. “Jangan bo’ong sama gue. Inget, Bohong itu dosa tau."
“Salah. Yang bener itu bohong kalau ngomong nggak jujur," ralat Rani cepat.
“Ha?” Irma yakin kalau ia tidak salah dengar. Sementara Rani tidak membalas lagi. Gadis itu segera cepat – cepat berlalu. Terserah mau kemanapun. Yang jelas menghindar dari Irma. Ia tau kalau sahabatnya yang satu itu paling susah untuk di bohongi. Tapi mana mungkin ia menceritakan kejadian kemaren. Mengingat ancaman Erwin tadi sudah lebih dari cukup membuat sekujur tubuhnya merinding. Benar – benar menyeramkan.
“Hufh...”
Rani menhembuskan nafas lega. Diaturnya nafas yang masih terasa ngos – nogsan. Demi menghindari pertanyaan dari Irma tadi ia segaja berlari entah kemana. Sadar – sadar saat itu ia sudah berada di taman belakang kampus.
“Ehem...”
“Huwa!!” jerit Rani kaget saat mendapati Erwin yang duduk santai tak jauh darinya.
Parah, sudah jauh – jauh ia lari menghidar dari singa eh malah sekarang nyasar ke mulut buaya. (???). Reflek Rani melangkah mundur. Tapi sayang tenyata yang namanya batu memang nggak pernah di ajarain tata krama. Dengan santai nangkring di belakang Rani yang mebuat kaki gadis itu tersandung sehingga sukses membuatnya jatuh mendarat dengan sempurna di tanah. Bahkan masih di tambah sedikit luka goresan di sikunya sebagai bonus. Benar – benar sudah bernasip seperti pepatah. Sudah jatuh tertimpa tangga. Artinya, kalau mau nggak kejatuhan tangga, bikin rumah jangan ada tangganya ...... (???).
“Jangan mendekat,” teriak Rani cepat sambil mengacungkan tangannya. Membuat langkah Erwin yang berniat menuju kearahnya langsung terhenti.
“Gue bisa bangun sendiri,” tambah Rani lagi sambil bangkit berdiri. Mengibas – ibaskan unjung roknya yang terlihat sedikit berdebu akibat jatuh tadi.
“Gue juga nggak niat bantuin,” balas Erwin santai sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Matanya menatap sosok yang ada di hadapannya dari kepala sampai kaki. Membuat Rani beneran mati gaya di perhatikan seperti itu. Selangkah demi selangkah kakinya melangkah mundur.
“Oh.... Gitu ya. Ya sudah kalau begitu gue langsung pergi. Da...” pamit Rani sambil membalikan badan tanpa menyadari kalau dibelakangnya terdapat vas bunga yang berjejer. Alhasil, tayang ulang terjadi terjadi. Tubuhnya untuk kedua kali sukses mendarat di tanah.
![]() |
Kala Cinta Menyapa |
Setengah berlari Irma melangkah keluar dari kantin. Matanya menatap ke seluruh penjuru. Mencari sosok sahabatnya yang di culik terang – terangan. Saat menatap keujung koridor ia mendapati siluet Rani yang tampak menunduk. Jelas terlihat ketakutan. Tanpa pikir panjang Irma segera menghampirinya. Merasa heran saat mendapati Erwin yang justru malah berlalu begitu melihat kehadirannya. Mencurigakan.
“Rani sebenernya ada apa? Kenapa dengan cecunguk satu itu? Kayaknya penting amat. Sampe narik – narik loe segala?” selidik Irma kearah Rani yang masih berdiri terpaku.
“Hei, di tanyain malah bengong,” tambah Irma mengagetkan Rani yang tetap bungkam.
“Eh, ha, Kenapa?” tanya Rani gugup.
“Erwin kenapa nyariin loe. Katanya loe nggak kenal sama dia?”
“Nggak tau,” Rani mengeleng cepat.
Mata Irma menyipit. Memperhatikan raut wajah Rani dengan seksama. Ia yakin ada yang nggak beres. “Jangan bo’ong sama gue. Inget, Bohong itu dosa tau."
“Salah. Yang bener itu bohong kalau ngomong nggak jujur," ralat Rani cepat.
“Ha?” Irma yakin kalau ia tidak salah dengar. Sementara Rani tidak membalas lagi. Gadis itu segera cepat – cepat berlalu. Terserah mau kemanapun. Yang jelas menghindar dari Irma. Ia tau kalau sahabatnya yang satu itu paling susah untuk di bohongi. Tapi mana mungkin ia menceritakan kejadian kemaren. Mengingat ancaman Erwin tadi sudah lebih dari cukup membuat sekujur tubuhnya merinding. Benar – benar menyeramkan.
“Hufh...”
Rani menhembuskan nafas lega. Diaturnya nafas yang masih terasa ngos – nogsan. Demi menghindari pertanyaan dari Irma tadi ia segaja berlari entah kemana. Sadar – sadar saat itu ia sudah berada di taman belakang kampus.
“Ehem...”
“Huwa!!” jerit Rani kaget saat mendapati Erwin yang duduk santai tak jauh darinya.
Parah, sudah jauh – jauh ia lari menghidar dari singa eh malah sekarang nyasar ke mulut buaya. (???). Reflek Rani melangkah mundur. Tapi sayang tenyata yang namanya batu memang nggak pernah di ajarain tata krama. Dengan santai nangkring di belakang Rani yang mebuat kaki gadis itu tersandung sehingga sukses membuatnya jatuh mendarat dengan sempurna di tanah. Bahkan masih di tambah sedikit luka goresan di sikunya sebagai bonus. Benar – benar sudah bernasip seperti pepatah. Sudah jatuh tertimpa tangga. Artinya, kalau mau nggak kejatuhan tangga, bikin rumah jangan ada tangganya ...... (???).
“Jangan mendekat,” teriak Rani cepat sambil mengacungkan tangannya. Membuat langkah Erwin yang berniat menuju kearahnya langsung terhenti.
“Gue bisa bangun sendiri,” tambah Rani lagi sambil bangkit berdiri. Mengibas – ibaskan unjung roknya yang terlihat sedikit berdebu akibat jatuh tadi.
“Gue juga nggak niat bantuin,” balas Erwin santai sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Matanya menatap sosok yang ada di hadapannya dari kepala sampai kaki. Membuat Rani beneran mati gaya di perhatikan seperti itu. Selangkah demi selangkah kakinya melangkah mundur.
“Oh.... Gitu ya. Ya sudah kalau begitu gue langsung pergi. Da...” pamit Rani sambil membalikan badan tanpa menyadari kalau dibelakangnya terdapat vas bunga yang berjejer. Alhasil, tayang ulang terjadi terjadi. Tubuhnya untuk kedua kali sukses mendarat di tanah.