Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Remaja Terbaru "That Girl is mine" ~ 03

Hai guys, masih penasaran sama lanjutan dari cerpen That girl is mine. Nah, bagian ke tiga udah muncul nih. Mollor ya? Iya! Kebetulan, kondisi tubuh sedang nggak fit jadinya ya begitu lah. Maklumi aja ya. Dan buat reader baru, biar nyambung sama jalan ceritanya bagusan kalau baca dulu bagian sebelumnya disini. Satu lagi dink, buat yang suka jangan lupa RCL ya... :D

Cerpen That Girl is Mine
That Girl is Mine

"Ya ampun, Airi. Loe kenapa? Mata loe kok sembab gitu?" itu adalah kalimat pertama yang terlontar dari mulut Kiara begitu melihat kemunculan Airi di kelasnya. Sementara yang di tanya tidak menjawab, ia hanya meletakan tasnya kedalam laci meja baru kemudian merebahkan kepala di atasnya.

"Loe sakit?" Iris ikutan bertanya. Tanpa permisi tangannya terulur meraba kening Airi, sekedar mengecek suhu tubuhnya. Tapi perasaan normal normal saja.

"15 menit," gumam Airi lirih tanpa mengangkat wajah. Justru ia malah memejamkan mata. Kiara yang tidak paham apa maksutnya menoleh kearah Iris. Yang di tatap hanya angkat bahu karena ia juga tidak mengerti.

"Biarin gue tidur selama 15 menit sebelum bel. Bangunin kalau Bu Ida udah di depan," terang Airi masih tanpa membuka matanya. Ia tidak bercanda. Matanya benar - benar terasa berat. Wajar saja, semalaman ia tidak bisa tidur. Baru setelah solat subuh ia bisa memejamkan mata. Itu juga hanya sekitar tiga puluh menitan karena ia sudah harus bangun lagi untuk sekolah. Dan semua itu gara gara Kei. Gara - gara tindakan dan ucapannya tadi malam.

"Memangnya loe kenapa?" tanya Kiara masih cemas. Ini pertama kalinya ia melihat Airi seperti itu. Tapi yang di tanya tidak menjawab.

"Lagian emangnya loe bisa tidur disini. Dengan waktu sesingkat ini?" tanya gadis itu lagi.

Kali ini Airi membuka mata. Setelah menghela nafas ia duduk tegak. Kepalanya menoleh kekanan dan kiri. Mendapati kalau kedua sahabatnya masih menanti jawabannya.

"Enggak," Airi mengeleng. "Jelas aja gue nggak bisa tidur kalau loe berisik," sambungnya lagi. "Jadi please, diem. Biarin gue merem sebentar," selesai berkata Airi kembali merebahkan kepalanya di meja. Walau masih penasaran, kedua temannya manut.

"Ar, bangun. Bu Ida sudah masuk tuh," bisik Kiara sambil menepuk bahu Airi, masih tak menyangka sahabatnya benar - benar tidur. Perlahan mata Airi terbuka baru kemudian duduk tegak. Kepalanya menoleh kekanan dan kiri. Memastikan keberadaannya. Saat menoleh kekiri, ia mendapati tatapan Kiara lurus padanya.

"Pake ini, semprotin ke wajah loe."

Kali ini Airi menoleh kearah kanan. Iris sedang menyodorkan sebuah botol berwarna pink. Walau tidak mengerti, Airi tetap menyambutnya. Matanya mengamati tulisan yang tertera. "Kangen beauty water". Masih tidak paham, ia kembali menoleh kearah Iris.

"Semprotin ke muka, biar wajah loe nggak kusut gitu," bisik temannya. Tanpa protes Airi mengikuti instruksi tersebut. Rasa dingin sedikit banyak membantu menyegarkan dirinya walau rasa mengantuk tetap belum hilang.

Entah untuk keberapa kalinya, tangan Airi terangkat untuk menutup mulutnya yang menguap. Sesekali kepalanya mengeleng baru kemudian membuka mata lebar lebar ketika tulisan di buku mendadak mengabur. Setengah jam kemudian ia menyerah. Di tutupnya bukunya baru kemudian ia menatap lurus kearah Bu Ida yang masih asik dengan catatannya setelah memberikan tugas mencatat untuk muridnya.

"Loe kenapa?" bisik Kiara lirih.

Airi menoleh. "Gue nggak tahan lagi. Gue beneran butuh tidur," gadis itu balas berbisik. Baru kemudian bangkit berdiri. Berjalan menghampiri Bu Ida yang kini menoleh ketika melihat kemunculannya.

"Maaf Bu. Saya boleh izin ke UKS?"

Sebelah alis Bu Ida terangkat. Mengamati raut Airi dengan seksama. Matanya yang sembab di tambah wajahnya yang lemes. "Kamu sakit?"

Airi mengangguk. Dalam hati ia meminta maaf kepada gurunya juga kepada Tuhan yang maha esa. Ia tidak bermaksud untuk berbohong. Terlebih ketika gurunya dengan tidak bertanya lagi segera mengizinkannya untuk berlalu.

Setelah mendapatkan izin dari guru, Airi dengan segera melesat ke UKS. Penjaga yang bertugas tidak banyak bertanya ketika melihat kemunculannya. Akhrinya tanpa banyak gangguan gadis itu tertidur.
"Sebenernya loe kenapa sih?" tanya Kiara sembari menyodorkan sebotol air mineral kearah Airi. Seperti biasa ketiganya menghabiskan waktu istirahat di taman belakang sekolah sembari ngemil. Kali ini wajah Airi sudah lebih cerah dari sebelumnya. Wajar saja sih, setelah bolos jam pelajaran Bu Ida, kelasnya Pak Seno juga ia tidak muncul. Baru pas istriahat gadis itu meninggalkan UKS.

"Iya, tadi pagi kita kaget banget tau nggak sih. Wajah loe udah kayak zombie gitu," Iris menambahkan.

"Tadi malam gue nggak bisa tidur."

"Oh ya? Kenapa?" Kiara tampak tertarik.

Airi tidak lantas menjawab. Gadis itu sedang menimbang - nimbang apa sebaiknya ia cerita atau tidak.

"Loe harus cerita," seolah bisa membaca pikiran, Iris buka mulut.

"Di tempat gue kerja, ada pesenan kue pengantin extra large. Jadi kayak biasa, gue yang bantu ngehiasinya."

"Dan karena itu loe bekerja semalaman?" tebak Kiara langsung.

"Nggak gitu juga," kepala Airi mengeleng. "Cuma gue pulangnya emang agak telat dari biasa. Sampai sampai gue ketinggalan bus. Gue bahkan nunggu angkot lama banget."

"Terus?" tanya Iris karena Airi menghentikan ceritanya.

"Nah, pas gue nunggu. Tiba tiba di depan gue ada yang di jambret. Dan..."

"Dan elo ikut ngejar penjambret itu?" potong Kiara lagi. Kali ini Airi mengangguk.

"Ya ampun Airi. Itu kan bahaya. Loe kan cewek, berapa kali sih harus gue bilangin," Kiara bahkan sampai berdiri ketika mengatakan kalimat itu. Sementara Airi hanya mengernyit, tidak membantah seperti biasanya. Tidak setelah apa yang ia alami tadi malam.

"Kiara bener, lain kali loe nggak bisa gitu. Apalagi malam - malam. Terus kelanjutannya gimana? Tu penjambret ketangkep?"

"Enggak, karena ternyata dia ada temennya sementara gue sendirian," gumam Airi nyaris tak terdengar.

"Terus loe di apain? Loe nggak papa kan? Kalau..."

"Sabar dulu Kiara," Iris menarik Kiara untuk kembali duduk. "Biarin Airi menyelesaikan ceritanya dulu."

Teriakan Kiara membuat Airi merasa bersalah. Ia sering menasehati temannya, tapi nasehat mereka malah ia abaikan. "Gue nggak papa," sambungnya sembari menoleh kearah Kiara. Mencoba tersenyum untuk meyakinkan kalau ia baik baik saja. "Soalnya waktu itu kebetulan ada yang nolongin gue."

"Akh, syukurlah," Kiara menghembuskan nafas lega. "Tapi inget, jangan pernah sekali lagi loe ulangin hal itu," ancaman gadis itu tak urung membuat Airi merasa de ja vu. Ia yakin ia pernah mendegar kalimat yang sama.

"Iya ri. Itu bahaya," Iris setuju.

"Tau nih. Loe bego banget, stupid, idiot, bodoh," cela Kiara yang masih kesel. Airi kembali menoleh kearahnya. Nah, ia ingat sekarang. Itu kan kalimat yang Kei tujukan untuknya tadi malam.

"Terus kalau loe nggak kenapa - kenapa, loe kenapa nggak bisa tidur. Loe trauma ya?" tanya Iris membuyarkan lamunan Airi. Airi hanya mengeleng.

"Dan yang nolongin loe gimana? Dia nggak kenapa - kenapa kan? Emangnya dia siapa?" Kiara kembali bertanya.

"Kei," gumam Airi lirih.

"Apa?" tanya Kiara dan Iris bersamaan. Bukan karena kaget atau mendadak kompak. Tapi karena mereka memang tidak mendegar jawabannya. Airi ngomong udah persis seperti orang kumur - kumur.

"Yang nolongin gue Kei, dan ya. Dia nggak kenapa napa."

Kiara dan Iris saling pandang. Sepertinya nama itu tidak asing.

"Kei, kok gue kayak kenal ya," gumam Kiara sembari berpikir. Kemudian ia menoleh kearah Airi yang menunduk. Pura pura asik dengan kuwaci di tangannya. "Jangan bilang kalau Kei yang di maksut itu Kei Takesima?"
Tanpa menoleh Airi mengangguk. Mulut Kiara terbuka untuk bertanya. Tapi tidak jadi. Ia nyaris tidak percaya mendengarnya.

"Kei Takesima?" ulang Iris. "Maksut loe Kei yang itu?"

Airi hanya mengangguk. Jangankan Iris dan Kiara, ia juga masih heran kenapa Kei mau membantunya. Memikirkan itu saja ia sampai tidak tidur semalaman. Belum lagi ucapan pria itu pas mau pulang bikin ia kesel. Sama malu juga.

"Beneran yang itu?"

Kali ini ia menoleh. Kesel karena Iris terus mengulang pertanyaan yang sama. Gantian Airi yang heran, temannya tidak sedang menatap kearah dirinya, sebaliknya mereka menatap ke depan. Mau tak mau, Airi mengikuti tatapannya baru kemudian ia di buat bungkam.

"Pantes aja dari tadi tu orang mandang kesini," Kiara ikut berkomentar dengan tatapan tetap lurus. "Eh enggak cuma mandang dink, dia kesini malah."

Iris mengangguk. Kiara benar, Kei memang sedang berjalan kearah mereka. Sedari tadi saat Airi bercerita, Iris memang menyadari keberadaan Kei yang seperti waktu itu duduk di bawah pohon akasia sembari baca buku. Awalnya ia heran, karena ia sempat melihat pria itu beberapa kali menoleh kearah mereka. Mungkin hanya tindakan tidak sengaja. Tapi mendengar cerita barusan sepertinya bukan. Apalagi ketika jelas jelas ia melihat Kei yang bangkit berdiri.

"Loe cewek yang tadi malam kan?"

Airi menelan ludah. Sadar kalau yang Kei maksud adalah dirinya. Kejadian tadi malam kembali berkelebat dalam ingatan. Tindakan semena mena pria itu kembali menimbukan kesel di hatinya.

"Loe beneran yang nolongin Airi.Ternyata loe baik juga. Ya ampun, ma kasih ya."

Kei mengalihkan tatapannya dari Airi. Sebelah alisnya terangkat menatap Kiara yang kini sedang menatapnya.

"Gue Kiara, temennya Airi. Airi udah cerita kalau loe yang nolongin dia tadi malam. Makanya itu selaku temennya dia, gue mau bilang ma kasih," tanpa diminta Kiara segera menyerocos.

Kei mengangguk paham. Iris hanya tersenyum tanpa berkomentar, sementara Airi justru malah gondok. Oke, baiklah. Kei memang membantunya, tapi temannya tidak harus berterima kasih begitu. Tidak, ketika ia sadar kalau Kei berhasil membuat kesel dirinya.

"Loe ngapain terima kasih sama dia? Dia itu cowok brengsek tau nggak."

Celaan Airi membuat ketiga orang di hadapannya mengerutkan kening kompak. Tadi yang cerita udah di bantuin siapa, yang dapat gelar brengsek siapa.

"Bukannya loe bilang dia bantuin loe, kok loe bilang brengsek sih?" tanya Iris polos. Kei menoleh kearahnya, awalnya heran tapi kemudian tersenyum sembari mengangguk.

"Iya, harusnya kan loe bilang ma kasih," senyum Kei sembari mengerling kearah Airi dengan gaya yang di buat buat.

"Ma kasih? Kelaut aja," Airi membuang muka. Sikapnya tak urung membuat kedua temannya saling pandang tidak mengerti. Sementara senyum Kei justru malah melebar.

"Lagian ngapain sih loe kesini. Pergi sana loe. Jauh jauh dari gue," usir Airi terang terangan. Kei angkat bahu.

"Jadi nama loe Airi," Kei tampak mengangguk - angguk. "Oke deh gue pergi," katanya sambil berlalu. Airi hanya menatapnya dengan tatapan tak suka. Tapi baru lima langkah, Kei berbalik. Matanya menatap kearah Airi dengan ekpresi serius. "Oh iya, gue lupa," jeda sesaat. Tak hanya Iris dan Kiara yang merasa tertarik, Airi juga mau tak mau menatap kearah Kei. "Gue kan tadi mau bilang. Kebetulan gue sekolah pake motor, loe mau sekalian gue antar pulang bareng nggak?"

Airi kembali menatap kearah Kei. Pria itu jelas meledeknya. Sialan. "Nggak sudi gue," geramnya yang hanya di sambut tawa oleh Kei yang kembali melanjutkan langkahnya.

"Yang barusan itu kenapa sih?" tanya Kiara heran. "Loe kenapa kayaknya benci banget sama dia?"

"Udah tau gue benci, loe ngapain kurang kerjaan bilang ma kasih?"

"Lah dia malah marah," Kiara ngebeo. "Kan kita nanya karena nggak tau. Loe di bantuin sama dia tapi malah sewot gitu. Memangnya tu cowok ngapain?"

"Ya jelas aja gue sewot. Kesel! Loe tau nggak masa dibilang gue..." ucapan antusias Airi terhenti dengan sendirinya membuat kedua temannya mengerutkan kening heran.

"Dia bilang loe apa?" Kiara mengernyit heran.

Airi tidak menjawab. Kepalanya menunduk. Tanpa ia sadari tangannya mengepal erat. Antara malu juga kesel. "Dia bilang.... aset gue bagus," sambungnya mengumam.

"Dia bilang apa?" ulang Iris. Hari ini Airi tidak seperti biasanya. Ngomong bisik bisik gitu memang siapa yang denger.

Kepala Airi terangkat. Matanya menatap kearah kedua temannya yang masih menatapnya penasaran. Sepertinya mereka memang tidak mendengar ucapannya barusan. Syukurlah. Mungkin sebaiknya ia tidak cerita.

"Akh pokoknya dia ngeselin. Jangan cerita soal dia deh. Gondok gue."

Iris dan Kiara saling pandang tidak mengerti. Setelah berbicara hanya lewat kode tatapan mata akhirnya keduanya sepakat untuk tutup mulut. Apalagi ketika melihat mood Airi sepertinya memang kacau. Kuawci yang tak berdosa saja di buat hancur oleh tangannya.

Next To Cerpen Remaja Terbaru That Girl is Mine Part 04

Detail Cerbung
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

1 comment for "Cerpen Remaja Terbaru "That Girl is mine" ~ 03"

  1. hai ana.... aku salah satu orang yang selalu menunggu karyamu selanjutnya loh... cerpen2nya bagus2... sukaaaaa... :D
    oia, aku ada saran nih, coba di setiap cerpen dikasih backsound (mungkin bisa pakai semacam widget mp3) gtu.. lagunya yaa yang sesuai sama ceritanya aja.. biar yang baca lebih terbawa suasana gtu... hehhee...:)

    ReplyDelete

Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...