Cerpen persahabatan 'Aku cinta kamu, bodoh!' ~ 02
Guys, berhubung semangatnya nggak muncul muncul kayaknya emang kudu di jemput deh. Yups, salah satunya dengan 'ganti nama'. Ahai, ada yang ngeh gak kalau blog star night, kini jadi anamerya.com. Berbayar man, gak gratis lagi. Biar kalau nggak di update kerasa sayang. Ke ke ke. Berharap aja semoga dengan demikian jadi beneran mau nulis terus. Dan sebagai permulaan nih admin bawain lanjutan cerpen persahabatan 'Aku cinta kamu, bodoh!' part dua. Alasan kenapa cerpen ini muncul duluan adalah karena kebetulan yang ini udah duluan end dari pada cerpen cerpen sebelumnya. Udah ah gitu aja. Oh, tambahan deh. Untuk mempermudah sekailian biar kalau baca itu nyambung, admin sekalian selipin part sebelumnya ya yang bisa langsung di baca Disini.
Begitu bel terdengar, Raysa segera bersiap siap guna pulang bareng Fahrizi seperti biasa. Tapi yang ditunggu tak kunjung muncul. Di SMS bahkan nggak di balas, di telpon juga nggak diangkat. Membuat gadis itu sedikit uring - uringan.
Memutuskan untuk menunggu di parkiran, Raysa segera melangkah meninggalkan kelas. Sekali - kali matanya melirik kebelakang guna memastikan makhluk yang di tunggu muncul. Tepat saat belokan kelas, Raysa menghentikan langkahnya, bahkan sengaja mundur ke belakang, secara refleks mencoba untuk menyembunyikan keberadaan dirinya ketika matanya melihat tak jauh di hadapan tampak Fahrizi yang sedang berbicara akrab pada salah seorang adik kelasnya.
Walau penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, Raysa sama sekali tidak berniat untuk mendekati. Terlebih ketika tak sengaja matanya menangkap tawa renyah di wajah Fahrizi. Hal yang biasanya dilakukan pria itu padanya. Tak tau datangnya dari mana, tiba -tiba dadanya terasa nyeri. Ehem ehem #AdminnyaHaus. XD
Tak berapa saat kemudian, Raysa menyadari kalau pembicaraan diantar mereka berakhir. Dengan cepat gadis itu menetraklan dirinya, bersikap biasa - biasa saja ketika melihat Fahrizi yang berjalan kearahnya. Mungkin pria itu berniat untuk menghampirinya kekelas. Entahlah, Raysa tidak tertarik untuk memikirkanya. Pikirannya sudah sibuk menduga - duga hubungan Fahrizi dengan gadis itu. Apa jangan - jangan Fahrizi serius dengan ucapannya bebeberapa waktu yang lalu? Jangan - jangan pria itu benar - benar sedang mencari gebetan baru.
"Eh, Raysa. Kok loe udah disini. Gue baru aja mau nyamperin elo," sapa Fahrizi sambil tersenyum ramah begitu melihat dirinya.
"Kenapa? Nggak suka loe liat gue disini? Kaki kaki gue ini juga ya suka suka gue donk mau kemana."
"Ih judes amat. Lagi PMS ya?" ledek Fahrizi sambil tertawa namun segera merasa heran ketika melihat Raysa yang sama sekali tidak membalasnya.
"Tunggu dulu," hadang Fahrizi cepat. "Loe marah beneran ya?" tanya pria itu hati - hati.
Raysa tidak langsung menjawab. Terlebih dahulu menghela nafas gadis itu menatap kearah Fahrizi. Mengamati raut bingung di wajah pria itu. Dan segera menyadari kalau ia sama sekali tidak memiliki alasan untuk 'Marah'.
"Gue SMS nggak di balas, gue telpon nggak diangkat. Kenapa coba?"
"Loe SMS sama telpon gue?" tanya Fahrizi balik. Raysa hanya angkat bahu, dan kemudian segera melangkah mendahului Fahrizi yang masih sibuk meraih hanphond dari dalam saku celananya.
"Eh iya. Sory deh. Tadi itu hanphonenya gue silince. Jadi nggak tau loe sms sama telpon. Beneran deh, sungguh," kata Fahrizi sambil mengankat tangan meyakinkan.
"Emangnya loe tadi dari mana aja abis kelas, kok lama?" tanya Raysa tanpa menoleh. Bersikap seolah sama sekali tidak tertarik.
"Ada deh. Loe beneran pengen tau?"
"Jangan - jangan loe pacaran dulu ya?"
"Kok loe tau?" Fahrizi balik bertanya sambil pasang pose pura - pura terkejut sekaligus kagum. Sementara Raysa sendiri hanya mencibir sinis.
"Jangan - jangan loe mata - matin gue ya? Atau loe cemburu makanya marah - marah. Udah deh, ngaku aja. Sebenernya loe itu suka sama gue kan?" ledek Fahrizi sambil tertawa.
"Suka sama loe? Heh, kelaut aja gih," balas Raysa ketus."Stt, Raysa. Bener ya? Katanya gosip yang beredar, Fahrizi lagi deket sama Karisa. Itu lho adik kelas kita. Mana katanya cantik lagi."
"Masa sih? Kurang tau malah gue" balas Raysa tanpa menoleh sama sekali.
"Akh elo gimana sih? Kan kalian deket. Terus gimana entar kalau sampai mereka jadian beneran?"
"Lah, emangnya kenapa? Malah bagus donk. Ntar kita tinggal 'PJ' in aja dia."
"Terus elo gimana?"
"Memangnya gue kenapa?"
"Loe," Alin berhenti sejenak. "Beneran nggak suka sama dia yas?"
"Ha ha ha, ya iyalah. Yang benar aja gue naksir sama Fahrizi. Cowok rese kaya dia, yang suka ngerjain gue, demen ngatain gue bodoh, taunya cuma ngajak berantem. Lagian loe kan tau sendiri, gimana kriteria cowok idola gue. Harus baik, perhatian, ngertiin gue, romantis, dan keren juga. Dan yang paling penting nggak pernah ngejahilin dan ngatain gue bodoh, titik," balas Raysa antusias yang justru membuat Alin terdiam.
"Kenapa loe malah bengong gitu?"
Alin mengeleng sambil mengisaratkan Raysa untuk menoleh kearah pintu. "Fahrizi udah jemput tuh."
Kaget, Raysa segera menoleh. Benar saja, seperti biasa Fahrizi sudah berdiri didepan pintu kelasnya. Siap siap untuk mengajaknya pulang bareng.
"Ehem, eh Fahrizi. Kok diem aja. Sejak kapan loe disitu?"
Fahrizi hanya angkat bahu. "Baru saja. Udah siang nih, pulang yuk," tanpa menunggu balasan dari Raysa ia segera berbalik.
"Oke Alin, gue duluan ya. Daaa," dengan cepat Raysa meraih tasnya dan berjalan menghampiri Fahrizi yang sudah mendahului.
"Riz, sore ini loe sibuk nggak?" tanya Raysa membuka pembicaraan karena tidak seperti biasanya Fahrizi jadi pendiem.
"Kenapa?" bukanya menjawab Fahrizi malah balik bertanya.
"Temenin gue nyari buku yuk?" ajak Raysa.
Fahrizi tidak lantas menjawab, pria itu tanpa sedang berpikir baru kemudian kepalanya mengeleng pelan. "Kalau lain kali aja boleh nggak. Kayaknya ntar sore gue nggak bisa deh."
"Yah... Kenapa? Loe udah ada janji sama cewek ya?" canda Raysa.
"Kayaknya sih. Lagian kan loe sendiri yang nyuruh gue buat nyari cewek."
Langkah Raysa langsung terhenti, tapi sepertinya Fahrizi sama sekali tidak menyadari. Terlebih sedari tadi Raysa juga memang berjalan di belakangnya. Lama Raysa melihat punggung Fahrizi yang terus menjauh tanpa menoleh.
"Raysa, loe ngapain. Udah siang tau, gue udah laper."
Seolah baru sadar dari lamunannya, Raysa segera berlari menghampiri Fahrizi yang masih menatapnya. Tanpa kata gadis itu segera duduk di jok motor Fahrizi, barulah beberapa saat kemudian keduanya melaju pulang. Raysa, loe kesambet ya?" tanya Alin takut - takut, sementara Raysa menoleh heran.
"Ngaco."
"Dari tadi gue perhatiin loe senyam senyum sendiri. Gue kan jadi merasa horror."
"Huwahahha, dasar aneh. Dimana - mana itu harusnya loe seneng kalau liat temen seneng. Bukannya malah horor. Emangnya loe lebih suka liat gue nangis dari pada senyum? Heh, sahabat macam apa itu?" cela Raysa.
"Bukan gitu," Alin meralat. "Gue ngerasa aneh aja, secara loe senyam senyum nggak jelas sih. Makanya cerita donk."
"Oh itu. Itu karena gue lagi bahagia you know. Ba_ha_gi_a," kata Raysa sengaja menegaskan pada kata bahagia.
"Oh ya? Kenapa?"
"Karena akhirnya gue nemuin pangeran berkuda putih impian gue..."
Alin melongo. "Pangeran? Dimana? Didalam novel, komik atau drama?" tanya Alin lagi membuat Raysa kembali mencibir.
"Sialan loe. Ya enggak lah. Kali ini beneran. Nyata. Jelas wujudnya, bahkan punya nama."
"Terus loe nemu dimana?"
"Cetan lu. Ngeledek banget sih kesannya. Gue serius tau."
"Iya deh iya. Sory, terus loe ketemu di mana? Kok bisa? Memangnya namanya siapa?"
"Namanya Stev, tuh dari namanya aja udah keren kan. Gue ketemunya kemaren pas gue lagi nyari buku. Dan loe tau nggak, orang nya itu tinggi, putih, keren sama pake kacamata juga. Yah, secara loe kan tau kalau gue itu ngefans berat sama mr kacamata terkait sama harry potter dulu. Dan yang lebih penting lagi, hoby kita itu sama. Sama sama suka baca buku. Novel romantis lagi. Menurut loe itu takdir bukan sih?"
"Jangan lebay. Masa baru ketemu sekali loe sudah segitunya. Kenal juga enggak."
"Justru itu," kata Raysa sambil menjentikan jari tepat di hadapan Alin. "Kita berdua udah sepakat buat saling kenal. Ntar sore aja kita mau jalan," terang raysa masih dengan senyum yang tersungging di wajahnya.
"Loe serius, bukannya kalian baru kenal?"
"Emangnya kenapa kalau baru kenal?"
"Oh ayolah Raysa, masa ia loe baru pertama ketemu bisa berpikir kalau loe bakal suka sama dia. Pake ngatain pangeran impian segala lagi."
"Loe yang ayolah. Nggak ada yang salah dengan istilah baru kenal. Lagian loe pikir saling kenal cukup lama bisa menjamin seseorang untuk saling suka? Nggak kan?"
"Maksut loe kita?"
Secara bersamaan, Raysa dan Alin menoleh. Dan menyadari entah sejak kapan tau tau, Fahrizi sudah berdiri disana.
"Ehem, bisa di bilang begitu. Toh gue benerkan, secara loe nggak pernah suka sama gue kan Zi?" tembak Rasya langsung kearah Fahrizi.
"Gue nggak pernah bilang gitu," balas Fahrizi cepat. Terlalu cepat malah membuat Alin sedikit mengernyit sementara Raysa justru menatapnya heran.
"Maksutnya... Loe suka sama gue?" tanya Raysa hati - hati.
"Loe..." Fahrizi terlihat salah tingkah. "Ya loe nggak bisa menyimpulkan sesuatu seenak nya gitu donk. Emangnya kalau gue nggak pernah bilang suka, itu artinya gue nggak suka?'
"Tau akh, elu mah ribet. Kemaren dulu loe nya sendiri yang bilang nggak suka, la sekarang giliran ditegesin malah marah. Suka - suka loe aja deh," Rasya angkat bahu. Dan sebelum Fahrizi membalas, ia sudah lebih dulu buka mulut.
"Yang jelas, gue udah nemu pangeran gue. Dan karena katanya cinta itu harus di'perjuangkan' ya gue harus perjuangin dia donk. Dan selaku temen, harusnya itu kalian berdua mendukung gue."
"Kalau loe yakin dia yang terbaik buat loe, gue pasti dukung loe kok sya, percayalah."
"Bagus deh kalau gitu."
Alin tidak berkomentar, hanya matanya yang mengamati pria yang berdiri disampingnya dengan seksama, sesekali matanya menatap kearah Raysa yang hanya angkat bahu sembari mengalihkan perhatiannya kearah makanan pesananya. Menikmati makanan itu tanpa berkomentar apa - apa.
Next To Cerpen Aku cinta kamu bodoh Part 03
Detail Cerpen
![]() |
Aku cinta kamu, bodoh! |
Begitu bel terdengar, Raysa segera bersiap siap guna pulang bareng Fahrizi seperti biasa. Tapi yang ditunggu tak kunjung muncul. Di SMS bahkan nggak di balas, di telpon juga nggak diangkat. Membuat gadis itu sedikit uring - uringan.
Memutuskan untuk menunggu di parkiran, Raysa segera melangkah meninggalkan kelas. Sekali - kali matanya melirik kebelakang guna memastikan makhluk yang di tunggu muncul. Tepat saat belokan kelas, Raysa menghentikan langkahnya, bahkan sengaja mundur ke belakang, secara refleks mencoba untuk menyembunyikan keberadaan dirinya ketika matanya melihat tak jauh di hadapan tampak Fahrizi yang sedang berbicara akrab pada salah seorang adik kelasnya.
Walau penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, Raysa sama sekali tidak berniat untuk mendekati. Terlebih ketika tak sengaja matanya menangkap tawa renyah di wajah Fahrizi. Hal yang biasanya dilakukan pria itu padanya. Tak tau datangnya dari mana, tiba -tiba dadanya terasa nyeri. Ehem ehem #AdminnyaHaus. XD
Tak berapa saat kemudian, Raysa menyadari kalau pembicaraan diantar mereka berakhir. Dengan cepat gadis itu menetraklan dirinya, bersikap biasa - biasa saja ketika melihat Fahrizi yang berjalan kearahnya. Mungkin pria itu berniat untuk menghampirinya kekelas. Entahlah, Raysa tidak tertarik untuk memikirkanya. Pikirannya sudah sibuk menduga - duga hubungan Fahrizi dengan gadis itu. Apa jangan - jangan Fahrizi serius dengan ucapannya bebeberapa waktu yang lalu? Jangan - jangan pria itu benar - benar sedang mencari gebetan baru.
"Eh, Raysa. Kok loe udah disini. Gue baru aja mau nyamperin elo," sapa Fahrizi sambil tersenyum ramah begitu melihat dirinya.
"Kenapa? Nggak suka loe liat gue disini? Kaki kaki gue ini juga ya suka suka gue donk mau kemana."
"Ih judes amat. Lagi PMS ya?" ledek Fahrizi sambil tertawa namun segera merasa heran ketika melihat Raysa yang sama sekali tidak membalasnya.
"Tunggu dulu," hadang Fahrizi cepat. "Loe marah beneran ya?" tanya pria itu hati - hati.
Raysa tidak langsung menjawab. Terlebih dahulu menghela nafas gadis itu menatap kearah Fahrizi. Mengamati raut bingung di wajah pria itu. Dan segera menyadari kalau ia sama sekali tidak memiliki alasan untuk 'Marah'.
"Gue SMS nggak di balas, gue telpon nggak diangkat. Kenapa coba?"
"Loe SMS sama telpon gue?" tanya Fahrizi balik. Raysa hanya angkat bahu, dan kemudian segera melangkah mendahului Fahrizi yang masih sibuk meraih hanphond dari dalam saku celananya.
"Eh iya. Sory deh. Tadi itu hanphonenya gue silince. Jadi nggak tau loe sms sama telpon. Beneran deh, sungguh," kata Fahrizi sambil mengankat tangan meyakinkan.
"Emangnya loe tadi dari mana aja abis kelas, kok lama?" tanya Raysa tanpa menoleh. Bersikap seolah sama sekali tidak tertarik.
"Ada deh. Loe beneran pengen tau?"
"Jangan - jangan loe pacaran dulu ya?"
"Kok loe tau?" Fahrizi balik bertanya sambil pasang pose pura - pura terkejut sekaligus kagum. Sementara Raysa sendiri hanya mencibir sinis.
"Jangan - jangan loe mata - matin gue ya? Atau loe cemburu makanya marah - marah. Udah deh, ngaku aja. Sebenernya loe itu suka sama gue kan?" ledek Fahrizi sambil tertawa.
"Suka sama loe? Heh, kelaut aja gih," balas Raysa ketus."Stt, Raysa. Bener ya? Katanya gosip yang beredar, Fahrizi lagi deket sama Karisa. Itu lho adik kelas kita. Mana katanya cantik lagi."
"Masa sih? Kurang tau malah gue" balas Raysa tanpa menoleh sama sekali.
"Akh elo gimana sih? Kan kalian deket. Terus gimana entar kalau sampai mereka jadian beneran?"
"Lah, emangnya kenapa? Malah bagus donk. Ntar kita tinggal 'PJ' in aja dia."
"Terus elo gimana?"
"Memangnya gue kenapa?"
"Loe," Alin berhenti sejenak. "Beneran nggak suka sama dia yas?"
"Ha ha ha, ya iyalah. Yang benar aja gue naksir sama Fahrizi. Cowok rese kaya dia, yang suka ngerjain gue, demen ngatain gue bodoh, taunya cuma ngajak berantem. Lagian loe kan tau sendiri, gimana kriteria cowok idola gue. Harus baik, perhatian, ngertiin gue, romantis, dan keren juga. Dan yang paling penting nggak pernah ngejahilin dan ngatain gue bodoh, titik," balas Raysa antusias yang justru membuat Alin terdiam.
"Kenapa loe malah bengong gitu?"
Alin mengeleng sambil mengisaratkan Raysa untuk menoleh kearah pintu. "Fahrizi udah jemput tuh."
Kaget, Raysa segera menoleh. Benar saja, seperti biasa Fahrizi sudah berdiri didepan pintu kelasnya. Siap siap untuk mengajaknya pulang bareng.
"Ehem, eh Fahrizi. Kok diem aja. Sejak kapan loe disitu?"
Fahrizi hanya angkat bahu. "Baru saja. Udah siang nih, pulang yuk," tanpa menunggu balasan dari Raysa ia segera berbalik.
"Oke Alin, gue duluan ya. Daaa," dengan cepat Raysa meraih tasnya dan berjalan menghampiri Fahrizi yang sudah mendahului.
"Riz, sore ini loe sibuk nggak?" tanya Raysa membuka pembicaraan karena tidak seperti biasanya Fahrizi jadi pendiem.
"Kenapa?" bukanya menjawab Fahrizi malah balik bertanya.
"Temenin gue nyari buku yuk?" ajak Raysa.
Fahrizi tidak lantas menjawab, pria itu tanpa sedang berpikir baru kemudian kepalanya mengeleng pelan. "Kalau lain kali aja boleh nggak. Kayaknya ntar sore gue nggak bisa deh."
"Yah... Kenapa? Loe udah ada janji sama cewek ya?" canda Raysa.
"Kayaknya sih. Lagian kan loe sendiri yang nyuruh gue buat nyari cewek."
Langkah Raysa langsung terhenti, tapi sepertinya Fahrizi sama sekali tidak menyadari. Terlebih sedari tadi Raysa juga memang berjalan di belakangnya. Lama Raysa melihat punggung Fahrizi yang terus menjauh tanpa menoleh.
"Raysa, loe ngapain. Udah siang tau, gue udah laper."
Seolah baru sadar dari lamunannya, Raysa segera berlari menghampiri Fahrizi yang masih menatapnya. Tanpa kata gadis itu segera duduk di jok motor Fahrizi, barulah beberapa saat kemudian keduanya melaju pulang. Raysa, loe kesambet ya?" tanya Alin takut - takut, sementara Raysa menoleh heran.
"Ngaco."
"Dari tadi gue perhatiin loe senyam senyum sendiri. Gue kan jadi merasa horror."
"Huwahahha, dasar aneh. Dimana - mana itu harusnya loe seneng kalau liat temen seneng. Bukannya malah horor. Emangnya loe lebih suka liat gue nangis dari pada senyum? Heh, sahabat macam apa itu?" cela Raysa.
"Bukan gitu," Alin meralat. "Gue ngerasa aneh aja, secara loe senyam senyum nggak jelas sih. Makanya cerita donk."
"Oh itu. Itu karena gue lagi bahagia you know. Ba_ha_gi_a," kata Raysa sengaja menegaskan pada kata bahagia.
"Oh ya? Kenapa?"
"Karena akhirnya gue nemuin pangeran berkuda putih impian gue..."
Alin melongo. "Pangeran? Dimana? Didalam novel, komik atau drama?" tanya Alin lagi membuat Raysa kembali mencibir.
"Sialan loe. Ya enggak lah. Kali ini beneran. Nyata. Jelas wujudnya, bahkan punya nama."
"Terus loe nemu dimana?"
"Cetan lu. Ngeledek banget sih kesannya. Gue serius tau."
"Iya deh iya. Sory, terus loe ketemu di mana? Kok bisa? Memangnya namanya siapa?"
"Namanya Stev, tuh dari namanya aja udah keren kan. Gue ketemunya kemaren pas gue lagi nyari buku. Dan loe tau nggak, orang nya itu tinggi, putih, keren sama pake kacamata juga. Yah, secara loe kan tau kalau gue itu ngefans berat sama mr kacamata terkait sama harry potter dulu. Dan yang lebih penting lagi, hoby kita itu sama. Sama sama suka baca buku. Novel romantis lagi. Menurut loe itu takdir bukan sih?"
"Jangan lebay. Masa baru ketemu sekali loe sudah segitunya. Kenal juga enggak."
"Justru itu," kata Raysa sambil menjentikan jari tepat di hadapan Alin. "Kita berdua udah sepakat buat saling kenal. Ntar sore aja kita mau jalan," terang raysa masih dengan senyum yang tersungging di wajahnya.
"Loe serius, bukannya kalian baru kenal?"
"Emangnya kenapa kalau baru kenal?"
"Oh ayolah Raysa, masa ia loe baru pertama ketemu bisa berpikir kalau loe bakal suka sama dia. Pake ngatain pangeran impian segala lagi."
"Loe yang ayolah. Nggak ada yang salah dengan istilah baru kenal. Lagian loe pikir saling kenal cukup lama bisa menjamin seseorang untuk saling suka? Nggak kan?"
"Maksut loe kita?"
Secara bersamaan, Raysa dan Alin menoleh. Dan menyadari entah sejak kapan tau tau, Fahrizi sudah berdiri disana.
"Ehem, bisa di bilang begitu. Toh gue benerkan, secara loe nggak pernah suka sama gue kan Zi?" tembak Rasya langsung kearah Fahrizi.
"Gue nggak pernah bilang gitu," balas Fahrizi cepat. Terlalu cepat malah membuat Alin sedikit mengernyit sementara Raysa justru menatapnya heran.
"Maksutnya... Loe suka sama gue?" tanya Raysa hati - hati.
"Loe..." Fahrizi terlihat salah tingkah. "Ya loe nggak bisa menyimpulkan sesuatu seenak nya gitu donk. Emangnya kalau gue nggak pernah bilang suka, itu artinya gue nggak suka?'
"Tau akh, elu mah ribet. Kemaren dulu loe nya sendiri yang bilang nggak suka, la sekarang giliran ditegesin malah marah. Suka - suka loe aja deh," Rasya angkat bahu. Dan sebelum Fahrizi membalas, ia sudah lebih dulu buka mulut.
"Yang jelas, gue udah nemu pangeran gue. Dan karena katanya cinta itu harus di'perjuangkan' ya gue harus perjuangin dia donk. Dan selaku temen, harusnya itu kalian berdua mendukung gue."
"Kalau loe yakin dia yang terbaik buat loe, gue pasti dukung loe kok sya, percayalah."
"Bagus deh kalau gitu."
Alin tidak berkomentar, hanya matanya yang mengamati pria yang berdiri disampingnya dengan seksama, sesekali matanya menatap kearah Raysa yang hanya angkat bahu sembari mengalihkan perhatiannya kearah makanan pesananya. Menikmati makanan itu tanpa berkomentar apa - apa.
Next To Cerpen Aku cinta kamu bodoh Part 03
Detail Cerpen
- Judul : Aku cinta kamu bodoh
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Fanpage : Star Night
- Genre : Remaja
- status : Complete
Saya senang membaca cerita mbak ^^ bisa mbak mampir ke blog miliku? Saya baru mulai menulis, saya harap mbak suka. mafiasitez.blogspot.com
ReplyDeleteSaya lagi cari bahan buat film pendek..apa boleh ini di copas tapi teteb cerpen ini atas nama anda...😆😆😆
ReplyDeleteSaya lagi cari bahan buat film pendek..apa boleh ini di copas tapi teteb cerpen ini atas nama anda...������
ReplyDeleteBerharab ini visa di sedekahkan buat bahan film pendek saya
ReplyDelete