Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen pendek Love like Choklat ~ 02/03

Masih edisi revisi lanjutan dari cerpen Love like Choklat yang gue post sebelumnya. Moga aja kali ini lebih nyaman di baca. Nggak bikin sakit mata karena tanda baca yang amburadul dan juga typo yang berhamburan. Kalau masih ada yang keselip, bisa tolong dikoreksi. Itung - itung sekalian belajar bareng. Yang penasaran sama ceritanya bisa langsung simak ke bawah. Oke guys...

Love like Choklat
Love like Choklat

"Nay?"

"Hm..."

"Kenapa loe nggek pernah cerita soal Antoni?"

Naraya mengalihkan perhatiannya dari mangkuk siomai yang sedari tadi ia aduk aduk tanpa aturan. Keningnya sedikit berkerut sebagai tanda heran dengan kalimat tanya yang Alda lontarkan. Terlebih Merlin ikut - ikutan menatapnya dengan raut penasaran.

"Emangnya ada alasan gitu gue harus nyeritain soal dia?" Naraya justru balik bertanya.

"Abisnya terus terang kita heran sih. Loe sendiri yang bilang kalau kalian itu tetanggan. Tapi kok loe nggak pernah cerita. Perasaan kita juga udah bolak balik sedari dulu mampir ke rumah loe, tapi nggak pernah liat Antoni."

"O," Naraya mengangguk paham. "Dia baru balik dari luar negeri."

"Oh ya?" Informasi tersebut sepertinya berhasil membuat Merlin dan Alda saling pandang. Lengkap dengan tatapan kagum. Tidak menduga, terlebih mengingat tampilan Antoni saat ini.

"Tumben kalian kepo. Jangan bilang kalian naksir?"

Merlin tidak menjawab. Tangannya sudah lebih dahulu menyambar gorengan diatas meja baru kemudian menjejalkannya kedalam mulut. Membiarkan Alda untuk menghadapi pertanyaan Naraya sendirian.

"Sembarangan. Kita cuma heran, kenapa loe bisa benci banget sama dia."

"Lah, yang bilang gue benci sama Antoni siapa?"

Merlin dan Alda lagi - lagi saling pandang. Kalau dingat Naraya memang tidak pernah cerita tentang perasaannya pada Antoni. Tapi tanpa di beri tau, orang orang juga pasti sadar kalau gadis itu sangat anti pada Antoni. Jadi apalagi alasannya kalau bukan benci?

"Terus kalau bukan benci, kenapa selama ini loe gitu banget ke dia?"

Bukannya menjawab, Naraya justru hanya angkat bahu dan kembali memberikan perhatiannya pada siomaynya yang tinggal setengah.

"Oh gue tau," Merlin berhenti sejak, menelan gorengan yang sedari tadi ia kunyah. "Sebenernya loe bukan nggak suka sama dia, tapi loe kesel. Karena ternyata dia adalah cinta pertama loe sejak dulu. Udah baper ngarep dia nyatain cinta taunya malah ditinggal pergi keluar negeri."

Siomay mendadak terasa tidak menarik. Karena kini tatapan Naraya tertuju kearah Merlin. Hanya menatap dalam diam.

"Beneran gitu Nay?" Alda ikut penasaran.

"Ck, kebanyakan nonton sinetron ya gini. Gesrek banget mikirnya."

"Jadi? Loe beneran benci sama Antoni?"

"Enggak!" kali ini Naraya membalas kalimat Merlin dengan tegas. "Gue..."

"Loe malu kenal karena dia keliatan culun?" Naraya menatap Alda dengan pandangan kesel. Sahabatnya itu kenapa jadi demen nyamber kayak geledek.

"Asal loe tau aja ya Antoni nggak culu culun. Tu orang cuma belum nyadar aja kalau sebenernya dia itu keren. Coba aja loe liat pas dia nggak pake kacamata dan sedikit merupah gaya tampilannya biar modis dikit, jamin deh loe bakal klepek klepek. Bisa bisa malah Antoni jadi cowok inceran dan...."

"Gue cuma nggak mau keliatan bodoh!" potong Naraya sebelum Alda makin sesumbar ntah kemana - mana. Tumben banget kedua sahabatnya hari ini kompak berkolaborasi bersama.

"Maksudnya?"

Sebelum menjawab, Naraya terlebih dahulu menghela napas. Baru kemudian mendorong mangkok siomaynya menjauh. Seleranya sudah menguap seiring dengan kekepoan duo sahabatnya. Ngomong - ngomong, Naraya heran sama abang penjual Siomay di kantin kampusnya ini. Dimana mana siomay ngehidangin pake piring, lah dia malah pake mangkok.

"Antoni itu pinter. Dia udah genius dari lahir. Kita tetanggaan dan udah sekolah bareng dari kecil. Asal tau aja, waktu TK dulu, dia udah jadi kebanggaan guru - guru. Pinter baca, pinter berhitung. Lanjut SD, kualitas otaknya makin ketara. Tu anak selalu aja rangking satu. Padahal nggak rajin rajin amat belajar. Lah gue, boro - boro. Bisa naik kelas aja sukur. Sialnya lagi, SMP kami masih satu kelas. Gue ngotot sama nyokap buat pindah sekolah, tapi nggak di kasi. Dibilangnya gue lebay. Mama bilang bagus gue sekelas sama Antoni, jadi kalau gue kesulitan gue tinggal nanya sama dia," jedak sejenak. Naraya sengaja memberi kesempatan kepada kedua sahabatnya untuk mencerna semuanya.

"Gue tebak, pas SMA kalian sekelas lagi. Dan lagi - lagi Antoni menunjukan prestasinya?"

Naraya mengeleng sebagai balasan dari tebakan Merlin. "Pas SMA dia dapat beasiswa ke luar negeri. Padahal sumpah ya, gue udah serius belajar mati matian buat jaga - jaga kalau sekelas lagi sama dia, eh tu orang malah main kabur. Mana perginya nggak pake pamit. Lah sekarang... disaat gue cuma belajar ogah - ogahan. Tiba - tiba balik lagi. Sekelas pula, kebayang nggak lu gimana gue kedepannya?"

"Alasan macam apa itu!" kesel Alda. Kisah Naraya jelas jauh dari ekspektasinya selama ini.

"Nggak ada romantis - romantisnya," sambung Merlin lagi.

"Oh, ada satu lagi yang harus kalian ralat. Antoni nggak culun. Siapa bilang kacamata bikin dia jelek. Justru menurut gue gentengnya malah maksimal. Makin keliatan kalau dia beneran genius. Bikin gue makin minder. Dan apa tadi kalian bilang, ngerubah penampilan? Aelah, buta ya? Antoni itu cuma tampil rapi, bukan jadul."

"Kenapa kalian jadi ngeliatin gue aneh gitu?" hening yang lumayan lama membuat Naraya merasa horor. Apalagi Merlin dan Alda menatapnya dengan terang - terangan. Baru kemudian keduanya saling tatap sembari senyam senyum nggak jelas.

"Loe suka sama dia kan?"

"Kok loe tau?"

Naraya hanya bisa merutuki dalam hati ketika sedetik kemudian tawa lepas dari kedua sahabatnya. Pertanyaan Alda barusan serupa jebakan. Meralat sepertinya juga percuma, karena kini. Dua orang itu malah makin kompak menyerang dirinya. Membuat Naraya berharap ia bisa menghilang.

Ngomong - ngomong, jaman sekarang pintu Doraemon udah ada yang jual online belum si?

****

Males menangapi ledekan kedua temannya, Naraya bergegas meninggalkan kelas seiring dengan Dosennya yang baru berlalu. Alda dan Merlin bahkan hanya tertawa melihat ulah dirinya. Sebodo amat punya temen gitu, Naraya lebih milih kabur.

"Nay, pulang bareng yuk."

Langkah Naraya terhenti. Jalannya kurang cepet, atau Antoni juga punya kecepatan ekstra dalam bertindak. Gimana bisa pria itu kini berjalan tepat di sampingnya. Pake ngajakin pulang bareng lagi, sok akrab!

"Nggak mau. Loe mending duluan aja."

"Kenapa? Kita kan searah. Lagi pula loe juga nggak pake kendaraan kan? Mendingan sama gue dan..."

"Pokoknya gue nggak mau. Loe mending duluan aja," potong Naraya cepat sembari menoleh ke sekeliling baru kemduian segera berlalu. Kan nggak lucu kalau sampai kedua temannya melihat mereka sekarang. Bisa bisa ledekan mereka makin parah.

"Kenapa sih, loe kayaknya benci banget sama gue?"

Pertanyaan Antoni membuat langkah Naraya terhenti. Lagi - lagi ada yang salah persepsi dengan perasaannya dan main judge sembarangan. Kalau di ingat memangnya ia pernah sesumbar ke mana mana kalau ia membenci pria itu? Perasaan tidak pernah.

Saat memutuskan berbalik guna meralat pendapat Antoni barusan, mata Naraya menemukan kedua sahabatnya yang berjalan dari kejauhan kearah mereka. Dilema melihat tatapan sayu Antoni, akhirnya Naraya memilih memutuskan untuk berlalu. Mungkin ia bisa menjelaskannya besok atau di lain waktu. Lagipula ini bukan waktu yang tepat untuk mengobrol. Menghindari kedua sahabatnya sekarang lebih penting.
Mata Naraya sibuk jelalatan mencari Antoni yang sudah hampir 3 harian tidak ia temui. Bahkan Naraya sampai nekat mengunjungi penghuni sebelah rumahnya yang jarang banget ia lakukan. Tapi hasilnya nihil. Pria itu juga tidak ada. Rumahnya kosong. Faktor libur karena tanggal merah kemaren, sepertinya seisi keluarga pergi semua yang ntah kemana. Berhubung waktu liburan telah usai, Naraya berharap bisa menemukannya di kampus. Siapa tau, Antoni sudah pulang dan masuk kelas.

Pesimis akan harapannya, Naraya berbalik. Percuma juga nunggu dihalaman kampus gini, sementara yang di tunggu masih nggak jelas datang atau tidaknya. Untuk itu Naraya memutuskan untuk balik ke Kelas. Kebetulan hari ini ia ada kelas pagi yang akan di mulai sebentar lagi.

“Astaga, tu cowok ganteng banget si?”

Obrolan beberapa rekan kampusnya membuat Naraya iseng menoleh. Apalagi melihat keantusiasan di wajah mereka. Jiwa keponya jelas langsung bekerja.

"Antoni?" gumam Naraya sembari mendesah lega. Syukurlah seperti yang ia duga, pria itu pasti masuk kelas.

Namun niat Naraya untuk menyapa langsung urung seiring langkah Antoni yang berjalan lurus melewatinya tanpa menoleh sedikit pun. Membuat kening Naraya sedikit berkerut. Ia tidak kasat mata kan? Memang sih, penampilan pria itu berubah seratus delapan puluh derajat. Yang kalau boleh mengutip suara suara di sekitar, Antoni hari ini tampil maksimal, ganteng banget. Nggak ada lagi kacamata yang ia kenakan, pakaiannya juga modis gila, belum lagi model rambutnya yang di rubah sedemikian lupa.

Ngomong - ngomong soal kacamata, apa karena itu yang Antoni jadi tidak melihatnya. Masa sih dia serabun itu sampai- sampai Naraya yang sebesar itu saja tidak terlihat.

"Apa gue bilang, tu cowok ganteng maksimal. Nyesel kan loe sekarang?"

Naraya nyaris terlonjak ketika mendengar bisikan yang tiba - tiba mampir ditelinganya. Kesel ketika menyadari kalau itu adalah ulah Alda. Lagian ni orang udah kayak jelangkung, datang diam diam tanpa suara.

"Aelah, ngagetin aja sih," kesel Naraya. Matanya menoleh kearah Merlin yang juga ada disana. Perasaannya saja atau kedua sahabatnya berberapa waktu ini makin kompak?

"Lebay," cibir Alda sambil melangkah beriringan. "Jadi gimana?"

Sebelah alis Naraya terangkat tanda tidak mengerti. Alda ngomong selain suka random, juga biasanya nggak pake intro. Kebiasaan banget membuat orang lain bingung.

"Antoni," Merlin yang menambahkan. Membuat Naraya mengerti. Mungkin pertanyaan Alda merujuk pada bisikan Alda tadi.

"Oo...Ganteng sih."

"Tapi?" kejar Alda, dari jawaban Naraya ia yakin masih ada kelanjutannya.

"Tapi kayaknya jadi rabun deh. Gue segede gini jadi nggak kelihatan masa."

Kalimat Naraya kontan membuat Alda dan Merlin saling pandang. Temennya itu polos atau bodoh sih. Yang bener aja Antoni jadi rabun. Gagal donk usaha mereka berdua untuk membantu pria itu kalau Naraya lempeng gini. Mau nggak mau, sepertinya mereka harus mengganti cara lain.

Next Love Like Choklat Part 3
Detail Cerbung
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

Post a Comment for "Cerpen pendek Love like Choklat ~ 02/03"