Cerpen Cinta "Ketika Cinta Harus Memilih" ~ 14
Cerpen Cinta "Ketika Cinta Harus Memilih" Part 14 kembali relase. Tinggal dua episode lagi. Kok rasanya lama amad ya? wkwkwkwkwk....
Jadi mendadak bingung nih, kira kira kalau sampai cerpen cinta yang satu ini end, ni blog mau di update apa lagi ya? Secara adminnya udah nggak punya stok cerpen lagi buat di posting. Haruskan ni blog vakum beneran?... ck ck ck
Oke lah, daripada banyak bacod langsung aja yuks, kita simak kelanjutan ceritannya.
Rangga sedang sibuk membereskan kamarnya ketika Hape nya tiba – tiba bergetar. Dengan segera diraihnya benda mungil tersebut. Sedikit mengernyit heran saat membaca id callernya. Cisa?. Ada apa dia menelponnya?.
Tak ingin bermain – main dengan argumennya sendiri Rangga segera menekan tombol hijau.
“Halo?....... Oh iya. Lagi di rumah nie...... Nggak ngapa – ngapain kok, kenapa?...... Ketemuan?, Sekarang?...... baiklah. SMS alamatnya. Lima menit lagi kakak sampe kesana."
Setelah mematikan panggilannya, Rangga terdiam sejenak. Cisa memintanya untuk bertemu? Kenapa?. Tapi, Kalau di pikir – pikir ia juga sebenernya berniat untuk menemui gadis itu. Ia harus memastikan perasaannya. Ia tidak ingin menjadi seperti yang Fadly katakan. Baru menyadari betapa berartinya seseorang justru setelah kehilangan.
Rangga segera berganti baju, Tak lupa tangannya menyambar kunci yang tergeletak di meja. Setelah di rasa penampilannya sudah oke ia segera melangkah keluar Rumah. Mengendarai motornya kearah Kaffe lestari. Tempat yang di SMS Cisa untuk bertemu dengannya.
Begitu sampai di tempat yang di tuju Rangga segera memarkirkan motornya. Dengan cepat ia melangkah masuk dan langsung menuju ke bangku nomor 13 ketika matanya telah menemukan sosok Cisa yang sedang melambaikan tangan. Sebagai isarat agar ia segera menghampiri.
“Sorry ya. Nunggu lama."
“Nggak kok. Ya udah kakak duduk dulu. Sekalian kakak mau pesan apa?” Kata Cisa mempersilahkan.
“Jus Alpukat aja deh” kata Rangga kearah pelayan Kaffe yang berdiri disampingnya.
Setelah basa – basi untuk beberapa saat akhirnya Cisa berniat untuk langsung mengatakan alasannya kenapa ia meminta Rangga untuk menemuinya.
“Oh ya, kak Rangga. E... Cisa sengaja minta kakak kesini soalnya ada yang pengen Cisa ceritain sama kakak."
“Apa?” Tanya Rangga sambil mengaduk – aduk jusnya.
“Cisa mau bilang ma kasih sama kakak karena kakak udah mau menghibur Cisa waktu kemaren Cisa sedih karena harus putus sama pacar Cisa."
“Oh soal itu?. Nyantai aja lagi” balas Rangga Sambil tersenyum tulus.
“Tapi kak...?”
“Tapi?” kening Rangga berkerut karena Cisa tampak ragu untuk melanjutkan ucapannya.
“Karena kakak telah berjasa menghibur Cisa kemaren makanya Cisa mau kakak juga jadi orang pertama yang mendengar berita ini."
Rangga tidak menjawab. Ia masih terdiam. Di hentikannya aktivitas mengaduk – aduk minuman. Menantikan kelanjutan dari ucapan gadis itu.
“Berita Apa?” tanya Rangga Karena Cisa sepertinya benar – benar tidak yakin.
“Alvin datang kerumah. Dan dia ngajak balikan."
Mendengar itu Rangga langsung mengangkat wajahnya. Merasa tidak percaya akan kalimat yang baru saja di dengarnya. Matanya menatap lurus kearah Cisa yang kini tersenyum kearahnya. Rangga mencoba mengingat nama itu dengan cepat. Alvin?. Kalau tidak salah dia kan mantannya Cisa.
“Maksut loe?” tanya Rangga mencoba menjaga nada bicaranya agar terdengar datar.
“Ehem... Sebenarnya gini. Kemaren Alvin datang kerumah. Dan dia minta kita balikan. Dia ngeyakinin Cisa untuk tetap jadi pacarnya. Dia juga nggak masalah kalau harus LDR-an."
“Terus loe jawab apa?” tanya Rangga langsung.
“Jujur aja kak, Cisa merasa sedih waktu kemaren harus putus hanya karena masalah jarak. Cisa takut, waktu Cisa nggak ada disampingnya dia akan berpindah kelain hati. Makanya Cisa nggak terlalu banyak berharap dan justru memilih putus."
“Tapi ketika melihat kesungguhan kevin yang menyusul Cisa bahkan sampai kesini. Dan mendengar semua yang dia katakan kemaren. Sepertinya hati Cisa mulai goyah. Dan Cisa percaya sama dia kalau dia tulus cinta sama Cisa."
“Jadi?”
“Cisa masih cinta banget sama dia kak. Karena itu Cisa mau balikan lagi."
Rangga menunduk. Mencoba memahami kalimat – demi kalimat yang keluar dari mulut Cisa. Harusnya ia merasa sakit hati mendengarnya. Bukan kah ini kesannya seperti ia dipermainkan oleh Cisa. Seolah – olah Cisa hanya memanfaatkannya padahal Cisa sudah tau sedari dulu kalau ia menyukainya. Tapi kenapa sekarang ia merasa justru biasa – biasa saja. Apa mungkin rasa itu telah hilang?.
“Kak, Kakak baik – baik aja kan?” tanya Cisa ketika mendapati Rangga yang terus terdiam.
Setelah terlebih dahulu menghembuskan nafas, Rangga mendongak. Menatap Cisa sambil tersenyum. Senyum yang benar – benar tulus. Kali ini ia yakin bahwa sepertinya ia sudah menemukan jawaban yang ia cari selama ini.
“Tentu saja kakak baik – baik saja. Kakak turut seneng kalau seandainya Cisa bisa bahagia. Tadinya kakak hanya khawatir kalau Cisa nantinya sampai tersakiti?”
“Benarkah?” tanya Cisa penuh harap. Rangga membalasnya dengan anggukan mantab.
“Ma kasih kak” kata Cisa balas tersenyum.
Merasa lega sekaligus gembira mendengarnya. Tadinya ia khawatir kalau Rangga akan merasa sedih karena munkin pria itu masih menyukainya. Tapi sepertinya rasa itu mustahil melihat Rangga yang kini tersenyum dihadapannya.
“Ya sudah. Sekarang ayo habisin makan nya. Ntar kakak antar pulang?. Oke?.
“Syip...” balas Cisa mengangkat tangannya membentuk huruf ‘O’.
Setengah berlari cinta memasuki halaman kampusnya. Bukan, tentu saja bukan karena terlambat. Ia berlari karena ia sudah merasa tak sabar untuk bertemu dengan pak Alvino. Ada yang ingin ia tanyakan pada dosennya yang satu itu.
Tepat di belokan koridor tak sengaja cinta bertabrakan dengan seseorang yang membuat buku – bukunya jatuh berserakan. Tanpa memeperdulikan siapa yang di tabraknya cinta segera berjongkok untuk mengumbul kan buku – buku itu.
“Cinta?”
Reflek cinta mengangkat wajahnya. Kaget saat mendapati wajah Rangga yang berjarak tidak lebih dari sejengkal dari wajahnya. Matanya yang bening itu untuk sejenak hanya tampak berkedap – kedip.
“Cinta!”
Pangilan bernada cempreng ini seolah berhasil menyadarkan cinta. Dengan cepat ia menoleh. Tampak Kasih yang melambai sambil berlari kearahnya.
“Cinta, loe lagi ngapa......in” pertanyaan Kasih melemah ketika menyadari Rangga yang kini tampak di hadapan cinta.
“Oh, gue nggak ngapa – napain kok. Cuma ini tadi buku gue jatuh. Tapi sekarang udah sama gue lagi kok. Ya udah ayo kita pergi sekarang” ajak cinta sambil bangkit berdiri. Menarik tangan Kasih untuk segera berlalu.
Rangga mengatupkan kembali mulutnya yang tadi sudah terbuka. Membatalkan niatnya untuk menahan cinta. Ia masih bingung apa yang harus di katakan pada gadis itu walau sejujurnya sangat banyak yang ingin ia ceritakan. Tapi sepertinya ia masih bisa menundanya. Masih banyak kesempatan untuknya menjelaskan semuanya. Toh cinta tidak mungkin kemana-mana bukan?. Akhirnya dengan ringan ia langkahkan kakiknya menuju kekelasnya sendiri.
Setelah membereskan buku – buku nya cinta segera bangkit berdiri. Ia ingin cepat – cepat keluar untuk menemui pak Alvino. Ada yang ingin ia tanyakan pada dosen yang satu itu. Tadi pagi ia mambatalkan niatnya untuk langsung menemui karena ada kasih.
“Cinta, loe mau kemana?. Kita pulang bareng yuk” ajak Kasih Sambil membereskan buku – bukunya.
“e.... Loe pulang sendiri aja ya. Gue masih ada urusan” balas Cinta menolak.
“Ya udah gue duluan. Dah....” sambung Cinta lagi cepat – cepat berlalu. Selain tak ingin kasih bertanya – tanya lagi ia juga takut kalau pak Alvino keburu pulang duluan.
Begitu sampai di depan ruang pak Alvino tangan cinta terangkat untuk mengetuk pintu. Tapi sebelum tangan itu menyentuh didingnya, Pintu sudah terlebih dahulu terbuka. Sama – sama kaget karena tiba – tiba mendapati seseorang di depan pintu keduannya sama – sama tersenyum.
“Maaf pak” kata cinta sambil menunduk hormat.
“Nggak pa-pa. Ada apa?. Mencari saya?” tanya pak Alvino. Cinta mengangguk membenarkan.
“O... ya sudah kalau gitu. Ayo masuk dulu” Pak Alvino membatalkan niatnya untuk pulang. Kembali melangkah kearah mejanya. Dan cinta hanya mengekor di belakang.
“Bapak sudah mau pulang?” tanya cinta berbasa – basi.
“Tadinya. Tapi sepertinya ada yang ingin kamu bicarakan sama saya?” tanya pak alvino menebak.
“Iya pak. Saya cinta dari jurusan sastra,” Cinta mengenalkan dirinya.
Gantian pak Alvino yang mengangguk. Menanti kelanjutan ucapan cinta.
“Dan saya kesini karena ada yang ingin saya tanya kan sama bapak."
“Oh ya? Apa soal sastra?” tanya Pak Alvino yang memang mengajar di bidang itu.
“Bukan pak” balas cinta sambil menggeleng cepat.
“Kalau begitu, soal apa?”
Cinta mendunduk. Sejenak merasa Ragu. Tapi ia tidak mungkin membatalkan niatnya.
“Tenang saja. Saya tidak mengigit kok” canda pak Alvino.
“Ini soal temen bapak kemaren” sahut cinta lirih.
Mendengar ucapan lirih cinta barusan pak Alvino langsung tersenyum paham. Dalam hati ia memuji sahabatnya itu. Ternyata pesonanya sangat luar biasa. Setelah tiga hari berturut – turut ia diantar olehnya sudah tak terhitung berapa banyak mahasiswinya yang datang hanya untuk menitip salam padanya. Benar – benar menakjupkan. Membuat ia pagi ini lebih memilih untuk mengunakan mobilnya sendiri dari pada diantar olehnya.
“Memang nya kenapa sama teman saya. Kamu juga mau titip salam padanya?” tanya pak Alvino sambil menahan nada bicaranya agar tetap terdengar datar.
“Saya ingin bertemu dengannya. Bisakah bapak membantunya?”
“Ya?”
Pak Alvino tampak kaget. Biasanya mahasiswinya hanya titip salam atau bertanya – tanya. Tidak ada yang senekat itu untuk langsung minta ketemuan. Namun ia merasa lebih kaget lagi ketika mendengar kelanjutan ucapan cinta yang menjelaskan alasannya. Jadi cinta itu.....
“Ya sudah kalau begitu, Kita pergi sekarang. Kebetulan hari ini saya bawa mobil sendiri. Lagi pula selama ini dia juga sudah lama sekali mencari mu. Dia pasti sangat gembira bertemu dengan mu. Saat dia mengunjungi rumahmu katanya kalian sekeluarga sudah pindah."
Cinta mengangguk membenarkan. Kemudian melangkah mengekor di belakang pak alvino sambil tersenyum samar. Hanya tinggal menunggu saatnya ia akan bertemu dengan orang yang di carinya. Terima kasih tuhan, puji syukurnya dalam hati.
Sambil sesekali melirik jam yang melingkar di tangannya Rangga menatap kearah depan kampusnya. Menanti kemunculan cinta. Sudah hampir satu jam ia menunggu di parkiran tapi gadis itu masih belum muncul padahal tadi ia sudah melihat Kasih keluar sendirian. Jadi dugaannya Cinta mungkin masih di belakang. Tapi setelah menunggu telalu lama kali ini dugaannya berubah. Jangan – jangan cinta bukan terlambat pulang tapi justru pulang duluan?.
Ketika pemikirannya sibuk menebak – nebak matanya menangkap sosok yang di cari berjalan melewati koridor. Niat nya untuk segera menghampiri langsung dibatalkan saat mendapati cinta yang berjalan beriringan sambil berbicara akrab pada Pak Alvino. Dan dengan cepat ia bersembunyi saat kedua orang itu berjalan melewatinya menuju kearah mobil pak Alvino yang memang di parkir tak jauh darinya.
Dan mulut Rangga hanya mampu terbuka tanpa suara saat melihat pak Avlino yang membukakan pintu di samping kemudi. Membiarkan cinta masuk duluan sambi tersenyum sebelum kemudian ia sendiri berjalan memutar menuju kearah bangku belakang setir. Kemudian berlalu pergi meninggalkan kampusnya. Meninggal kan sebuah tanda tanya besar dikepala Rangga. Tidak hanya Rangga sebenarnya. Tapi juga di hampir seluruh mahasiswa lainnya yang melihat keduanya dengan heran.
Setelah mobil pak Alvino beneran hilang dari pandangan Rangga melangkah keluar dari persembunyiannya. Dengan rasa kesel yang tiba – tiba memenuhi rongga dadanya ia mengendarai motornya berlalu pulang. Sepanjang jalan pikirannya di penuhi dengan satu nama berjuta tanya. All About Cinta!. Ada apa dengan gadis itu?. Kenapa ia bisa bersama Pak Alvino?. Terus apa hubungan mereka?. Kenapa mereka terlihat akrab?.
Dan Rangga semakin merasa kesel saat sadar kalau tiada satu pun dari pertanyaan yang memenuhi pikirannya itu terjawab. Dengan emosi di kebutnya motor itu dengan kecepatan penuh.
To be continue
Admin ~ Lovely Star Night ~
Jadi mendadak bingung nih, kira kira kalau sampai cerpen cinta yang satu ini end, ni blog mau di update apa lagi ya? Secara adminnya udah nggak punya stok cerpen lagi buat di posting. Haruskan ni blog vakum beneran?... ck ck ck
Oke lah, daripada banyak bacod langsung aja yuks, kita simak kelanjutan ceritannya.
Referensi lagu : Tak Rela miliknya merpati band.....
Sesungguhnya aku tak rela, melihat kau dengannya
Sungguh hati terluka
Cukup puas kau buat diriku, Merasakan cemburu
Kembalilah kepadaku
Sesungguhnya aku tak rela, melihat kau dengannya
Sungguh hati terluka
Cukup puas kau buat diriku, Merasakan cemburu
Kembalilah kepadaku
Rangga sedang sibuk membereskan kamarnya ketika Hape nya tiba – tiba bergetar. Dengan segera diraihnya benda mungil tersebut. Sedikit mengernyit heran saat membaca id callernya. Cisa?. Ada apa dia menelponnya?.
Tak ingin bermain – main dengan argumennya sendiri Rangga segera menekan tombol hijau.
“Halo?....... Oh iya. Lagi di rumah nie...... Nggak ngapa – ngapain kok, kenapa?...... Ketemuan?, Sekarang?...... baiklah. SMS alamatnya. Lima menit lagi kakak sampe kesana."
Setelah mematikan panggilannya, Rangga terdiam sejenak. Cisa memintanya untuk bertemu? Kenapa?. Tapi, Kalau di pikir – pikir ia juga sebenernya berniat untuk menemui gadis itu. Ia harus memastikan perasaannya. Ia tidak ingin menjadi seperti yang Fadly katakan. Baru menyadari betapa berartinya seseorang justru setelah kehilangan.
Rangga segera berganti baju, Tak lupa tangannya menyambar kunci yang tergeletak di meja. Setelah di rasa penampilannya sudah oke ia segera melangkah keluar Rumah. Mengendarai motornya kearah Kaffe lestari. Tempat yang di SMS Cisa untuk bertemu dengannya.
Begitu sampai di tempat yang di tuju Rangga segera memarkirkan motornya. Dengan cepat ia melangkah masuk dan langsung menuju ke bangku nomor 13 ketika matanya telah menemukan sosok Cisa yang sedang melambaikan tangan. Sebagai isarat agar ia segera menghampiri.
“Sorry ya. Nunggu lama."
“Nggak kok. Ya udah kakak duduk dulu. Sekalian kakak mau pesan apa?” Kata Cisa mempersilahkan.
“Jus Alpukat aja deh” kata Rangga kearah pelayan Kaffe yang berdiri disampingnya.
Setelah basa – basi untuk beberapa saat akhirnya Cisa berniat untuk langsung mengatakan alasannya kenapa ia meminta Rangga untuk menemuinya.
“Oh ya, kak Rangga. E... Cisa sengaja minta kakak kesini soalnya ada yang pengen Cisa ceritain sama kakak."
“Apa?” Tanya Rangga sambil mengaduk – aduk jusnya.
“Cisa mau bilang ma kasih sama kakak karena kakak udah mau menghibur Cisa waktu kemaren Cisa sedih karena harus putus sama pacar Cisa."
“Oh soal itu?. Nyantai aja lagi” balas Rangga Sambil tersenyum tulus.
“Tapi kak...?”
“Tapi?” kening Rangga berkerut karena Cisa tampak ragu untuk melanjutkan ucapannya.
“Karena kakak telah berjasa menghibur Cisa kemaren makanya Cisa mau kakak juga jadi orang pertama yang mendengar berita ini."
Rangga tidak menjawab. Ia masih terdiam. Di hentikannya aktivitas mengaduk – aduk minuman. Menantikan kelanjutan dari ucapan gadis itu.
“Berita Apa?” tanya Rangga Karena Cisa sepertinya benar – benar tidak yakin.
“Alvin datang kerumah. Dan dia ngajak balikan."
Mendengar itu Rangga langsung mengangkat wajahnya. Merasa tidak percaya akan kalimat yang baru saja di dengarnya. Matanya menatap lurus kearah Cisa yang kini tersenyum kearahnya. Rangga mencoba mengingat nama itu dengan cepat. Alvin?. Kalau tidak salah dia kan mantannya Cisa.
“Maksut loe?” tanya Rangga mencoba menjaga nada bicaranya agar terdengar datar.
“Ehem... Sebenarnya gini. Kemaren Alvin datang kerumah. Dan dia minta kita balikan. Dia ngeyakinin Cisa untuk tetap jadi pacarnya. Dia juga nggak masalah kalau harus LDR-an."
“Terus loe jawab apa?” tanya Rangga langsung.
“Jujur aja kak, Cisa merasa sedih waktu kemaren harus putus hanya karena masalah jarak. Cisa takut, waktu Cisa nggak ada disampingnya dia akan berpindah kelain hati. Makanya Cisa nggak terlalu banyak berharap dan justru memilih putus."
“Tapi ketika melihat kesungguhan kevin yang menyusul Cisa bahkan sampai kesini. Dan mendengar semua yang dia katakan kemaren. Sepertinya hati Cisa mulai goyah. Dan Cisa percaya sama dia kalau dia tulus cinta sama Cisa."
“Jadi?”
“Cisa masih cinta banget sama dia kak. Karena itu Cisa mau balikan lagi."
Rangga menunduk. Mencoba memahami kalimat – demi kalimat yang keluar dari mulut Cisa. Harusnya ia merasa sakit hati mendengarnya. Bukan kah ini kesannya seperti ia dipermainkan oleh Cisa. Seolah – olah Cisa hanya memanfaatkannya padahal Cisa sudah tau sedari dulu kalau ia menyukainya. Tapi kenapa sekarang ia merasa justru biasa – biasa saja. Apa mungkin rasa itu telah hilang?.
“Kak, Kakak baik – baik aja kan?” tanya Cisa ketika mendapati Rangga yang terus terdiam.
Setelah terlebih dahulu menghembuskan nafas, Rangga mendongak. Menatap Cisa sambil tersenyum. Senyum yang benar – benar tulus. Kali ini ia yakin bahwa sepertinya ia sudah menemukan jawaban yang ia cari selama ini.
“Tentu saja kakak baik – baik saja. Kakak turut seneng kalau seandainya Cisa bisa bahagia. Tadinya kakak hanya khawatir kalau Cisa nantinya sampai tersakiti?”
“Benarkah?” tanya Cisa penuh harap. Rangga membalasnya dengan anggukan mantab.
“Ma kasih kak” kata Cisa balas tersenyum.
Merasa lega sekaligus gembira mendengarnya. Tadinya ia khawatir kalau Rangga akan merasa sedih karena munkin pria itu masih menyukainya. Tapi sepertinya rasa itu mustahil melihat Rangga yang kini tersenyum dihadapannya.
“Ya sudah. Sekarang ayo habisin makan nya. Ntar kakak antar pulang?. Oke?.
“Syip...” balas Cisa mengangkat tangannya membentuk huruf ‘O’.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Setengah berlari cinta memasuki halaman kampusnya. Bukan, tentu saja bukan karena terlambat. Ia berlari karena ia sudah merasa tak sabar untuk bertemu dengan pak Alvino. Ada yang ingin ia tanyakan pada dosennya yang satu itu.
Tepat di belokan koridor tak sengaja cinta bertabrakan dengan seseorang yang membuat buku – bukunya jatuh berserakan. Tanpa memeperdulikan siapa yang di tabraknya cinta segera berjongkok untuk mengumbul kan buku – buku itu.
“Cinta?”
Reflek cinta mengangkat wajahnya. Kaget saat mendapati wajah Rangga yang berjarak tidak lebih dari sejengkal dari wajahnya. Matanya yang bening itu untuk sejenak hanya tampak berkedap – kedip.
“Cinta!”
Pangilan bernada cempreng ini seolah berhasil menyadarkan cinta. Dengan cepat ia menoleh. Tampak Kasih yang melambai sambil berlari kearahnya.
“Cinta, loe lagi ngapa......in” pertanyaan Kasih melemah ketika menyadari Rangga yang kini tampak di hadapan cinta.
“Oh, gue nggak ngapa – napain kok. Cuma ini tadi buku gue jatuh. Tapi sekarang udah sama gue lagi kok. Ya udah ayo kita pergi sekarang” ajak cinta sambil bangkit berdiri. Menarik tangan Kasih untuk segera berlalu.
Rangga mengatupkan kembali mulutnya yang tadi sudah terbuka. Membatalkan niatnya untuk menahan cinta. Ia masih bingung apa yang harus di katakan pada gadis itu walau sejujurnya sangat banyak yang ingin ia ceritakan. Tapi sepertinya ia masih bisa menundanya. Masih banyak kesempatan untuknya menjelaskan semuanya. Toh cinta tidak mungkin kemana-mana bukan?. Akhirnya dengan ringan ia langkahkan kakiknya menuju kekelasnya sendiri.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Setelah membereskan buku – buku nya cinta segera bangkit berdiri. Ia ingin cepat – cepat keluar untuk menemui pak Alvino. Ada yang ingin ia tanyakan pada dosen yang satu itu. Tadi pagi ia mambatalkan niatnya untuk langsung menemui karena ada kasih.
“Cinta, loe mau kemana?. Kita pulang bareng yuk” ajak Kasih Sambil membereskan buku – bukunya.
“e.... Loe pulang sendiri aja ya. Gue masih ada urusan” balas Cinta menolak.
“Ya udah gue duluan. Dah....” sambung Cinta lagi cepat – cepat berlalu. Selain tak ingin kasih bertanya – tanya lagi ia juga takut kalau pak Alvino keburu pulang duluan.
Begitu sampai di depan ruang pak Alvino tangan cinta terangkat untuk mengetuk pintu. Tapi sebelum tangan itu menyentuh didingnya, Pintu sudah terlebih dahulu terbuka. Sama – sama kaget karena tiba – tiba mendapati seseorang di depan pintu keduannya sama – sama tersenyum.
“Maaf pak” kata cinta sambil menunduk hormat.
“Nggak pa-pa. Ada apa?. Mencari saya?” tanya pak Alvino. Cinta mengangguk membenarkan.
“O... ya sudah kalau gitu. Ayo masuk dulu” Pak Alvino membatalkan niatnya untuk pulang. Kembali melangkah kearah mejanya. Dan cinta hanya mengekor di belakang.
“Bapak sudah mau pulang?” tanya cinta berbasa – basi.
“Tadinya. Tapi sepertinya ada yang ingin kamu bicarakan sama saya?” tanya pak alvino menebak.
“Iya pak. Saya cinta dari jurusan sastra,” Cinta mengenalkan dirinya.
Gantian pak Alvino yang mengangguk. Menanti kelanjutan ucapan cinta.
“Dan saya kesini karena ada yang ingin saya tanya kan sama bapak."
“Oh ya? Apa soal sastra?” tanya Pak Alvino yang memang mengajar di bidang itu.
“Bukan pak” balas cinta sambil menggeleng cepat.
“Kalau begitu, soal apa?”
Cinta mendunduk. Sejenak merasa Ragu. Tapi ia tidak mungkin membatalkan niatnya.
“Tenang saja. Saya tidak mengigit kok” canda pak Alvino.
“Ini soal temen bapak kemaren” sahut cinta lirih.
Mendengar ucapan lirih cinta barusan pak Alvino langsung tersenyum paham. Dalam hati ia memuji sahabatnya itu. Ternyata pesonanya sangat luar biasa. Setelah tiga hari berturut – turut ia diantar olehnya sudah tak terhitung berapa banyak mahasiswinya yang datang hanya untuk menitip salam padanya. Benar – benar menakjupkan. Membuat ia pagi ini lebih memilih untuk mengunakan mobilnya sendiri dari pada diantar olehnya.
“Memang nya kenapa sama teman saya. Kamu juga mau titip salam padanya?” tanya pak Alvino sambil menahan nada bicaranya agar tetap terdengar datar.
“Saya ingin bertemu dengannya. Bisakah bapak membantunya?”
“Ya?”
Pak Alvino tampak kaget. Biasanya mahasiswinya hanya titip salam atau bertanya – tanya. Tidak ada yang senekat itu untuk langsung minta ketemuan. Namun ia merasa lebih kaget lagi ketika mendengar kelanjutan ucapan cinta yang menjelaskan alasannya. Jadi cinta itu.....
“Ya sudah kalau begitu, Kita pergi sekarang. Kebetulan hari ini saya bawa mobil sendiri. Lagi pula selama ini dia juga sudah lama sekali mencari mu. Dia pasti sangat gembira bertemu dengan mu. Saat dia mengunjungi rumahmu katanya kalian sekeluarga sudah pindah."
Cinta mengangguk membenarkan. Kemudian melangkah mengekor di belakang pak alvino sambil tersenyum samar. Hanya tinggal menunggu saatnya ia akan bertemu dengan orang yang di carinya. Terima kasih tuhan, puji syukurnya dalam hati.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Sambil sesekali melirik jam yang melingkar di tangannya Rangga menatap kearah depan kampusnya. Menanti kemunculan cinta. Sudah hampir satu jam ia menunggu di parkiran tapi gadis itu masih belum muncul padahal tadi ia sudah melihat Kasih keluar sendirian. Jadi dugaannya Cinta mungkin masih di belakang. Tapi setelah menunggu telalu lama kali ini dugaannya berubah. Jangan – jangan cinta bukan terlambat pulang tapi justru pulang duluan?.
Ketika pemikirannya sibuk menebak – nebak matanya menangkap sosok yang di cari berjalan melewati koridor. Niat nya untuk segera menghampiri langsung dibatalkan saat mendapati cinta yang berjalan beriringan sambil berbicara akrab pada Pak Alvino. Dan dengan cepat ia bersembunyi saat kedua orang itu berjalan melewatinya menuju kearah mobil pak Alvino yang memang di parkir tak jauh darinya.
Dan mulut Rangga hanya mampu terbuka tanpa suara saat melihat pak Avlino yang membukakan pintu di samping kemudi. Membiarkan cinta masuk duluan sambi tersenyum sebelum kemudian ia sendiri berjalan memutar menuju kearah bangku belakang setir. Kemudian berlalu pergi meninggalkan kampusnya. Meninggal kan sebuah tanda tanya besar dikepala Rangga. Tidak hanya Rangga sebenarnya. Tapi juga di hampir seluruh mahasiswa lainnya yang melihat keduanya dengan heran.
Setelah mobil pak Alvino beneran hilang dari pandangan Rangga melangkah keluar dari persembunyiannya. Dengan rasa kesel yang tiba – tiba memenuhi rongga dadanya ia mengendarai motornya berlalu pulang. Sepanjang jalan pikirannya di penuhi dengan satu nama berjuta tanya. All About Cinta!. Ada apa dengan gadis itu?. Kenapa ia bisa bersama Pak Alvino?. Terus apa hubungan mereka?. Kenapa mereka terlihat akrab?.
Dan Rangga semakin merasa kesel saat sadar kalau tiada satu pun dari pertanyaan yang memenuhi pikirannya itu terjawab. Dengan emosi di kebutnya motor itu dengan kecepatan penuh.
To be continue
Admin ~ Lovely Star Night ~