Cerpen terbaru Take My Heart ~ 06
Take My Heart aka ambil hatiku. Cerpen dengan ide khayalan tingkat antah berantah yang penulis punya. Yang di ketik di antara sedikit waktu luang yang tersisa di antara tumpukan kerja. Bahkan tak urung di ketik diantara jarak Cendana to Sari Bumbu.
Can All of you imagine it?...
Part sebelumnya:
-} Cerpen Terbaru Take My Heart part 5
Turun dari bus, Vio melirik jam yang melingkar di tangannya. Baru pukul empat lewat seperempat. Masih terlalu cepet untuk bersantai di kostannya yang jelas - jelas hanya di teman laptopi. Akhrinya diputuskannya untuk membelokan langkah ke taman. Bersantai di bawah pohon sambil menatap langit sore. Hal yang paling ia sukai.
Untuk sebagian orang mungkin akan menganggap bahwa menatap hujan itu menyenangkan. Tapi menurutnya awan yang bearak di cerahnya langit sore itu jauh lebih menenangkan. Setidaknya Awan lebih baik dari hujan. Jika hujan bisa membuat tubuh merasa sakit, justru Awan malah mampu melindungi dari terik mentari.
Lagi pula, Awan memberinya begitu banyak pembelajaran. Menurutnya Awan itu laksana kehidupan. Terus begerak tak kan pernah sama.
Menatap awan juga mengingatkannya akan devinisi cinta. Sulit di tebak. Selalu berubah. Tak jarang membingungkan.
Tak tau berapa lama waktu yang ia habiskan tau - tau hari sudah sore. Dengan berat hati ia bangkit berdiri. Melanjutkan langkah menuju ke rumah.
Selesai mengunci pintu pagar, Vio segera melangkah. Suara klakson motor mengagetkannya. Dan lebih kaget lagi saat mendapati Ivan yang bertenger di atas motor lengkap dengan senyum manis di bibirnya.
"Pagi Vio" Sapa Ivan melambai ramah.
"Loe kenapa bisa ada di sini?" tanya Vio mengabaikan sapaan Ivan.
"Tentu saja buat jemput loe supaya kita bisa pergi bareng".
"Ha?"
"Ah loe makin keliatan imut deh kalau kaget begitu".
Dengan cepat Vio menoleh kearah lain. Menganti ekprsinya kembali datar. Barulah kemudian kembali menoleh kearah Ivan yang jelas sedang berusaha menahan tawa saat mendapati wajah tersipunya tadi.
Untuk sejenak Vio menghela nafas, Meyakinkan dirinya untuk waspada diri. Walau bagaimanapun seseorang yang ada di hadapanya itu sudah terkenal dengan ke playboyannya.
"Dari mana loe tau kalau gue tinggal disini?".
"Gue kan ikutin loe kemaren" Aku Ivan santai.
"Ha?".
"Mentang - mentang gue bilang loe keliatan imut kalau kaget, eh pake acara tayang ulang" Komentar Ivan membuat Vio memberengut sebel.
"Ngaco".
"Ha ha ha" Kali ini Ivan tak mampu menahan tawanya. Apalagi saat jelas - jelas wajah Vio terlihat merona walau tersamarkan tampang sebelnya. Pasti gadis itu terpengaruh akan ucapannya.
"Jadi loe mau pergi bareng gue kan?" Tawar Ivan kemudian.
"Nggak, Ma kasih".
Selesai berkata Vio segera berbalik. Kembali mengabaikan Ivan.
"Vio, kenapa si cowok sekeren gue loe tolak?" Tanya Ivan yang kontan membuat Vio berbalik.
Mata Vio terarah lurus kearah Ivan dengan tatapan mengamati. Kemeja yang sepertinya berlengan pendek di padu dengan jaket berwarna krim berserta jins hitam lengkap dengan sepatu yang tersemat rapi di kakiknya. Di tambah dengan motor sebagi latar serta helm hitam di kepala.
"Ah bener juga. Gue baru nyadar kalau loe ternyata beneran keren" Aku Vio santai berbanding balik dengan reaksi Ivan yang tampak melotot kaget. Gadis itu memuji penampilannya?. Kenapa ia jadi merasa nerves gini ya.
"Sayang, Kelebihan itu loe gunain sebagai playboy" Tambah Vio angkat bahu. Kemudian kembali berbalik. Meninggalkan Ivan dengan tampang syoknya.
"Loe emang demen banget ngangkat orang tinggi - tinggi tapi kemudian langsung menghempaskannya kedasar bumi ya?" Tanya Ivan kesel sambil berusaha mensejajarkan langkahnya disamping Vio.
Vio tidak langsung menjawab. Ia justru malah menghentikan langkahnya.Menatap heran kearah Ivan sambil sesekali menoleh kebelakang. Mendapati motor Ivan yang diparkir didepan kostannya.
"Kok motor loe di tinggal?".
"Ya loe nggak mau pergi bareng gue pake motor, ya udah kalau gitu biar gue yang ikutan naik bus" Sahut Ivan santai.
"Emangnya loe nggak takut tu motor hilang?".
"Gue anak orang super kaya kalau loe belom tau. Kalau tu motor hilang gue tinggal lapor polisi. Atau nggak gue bisa beli lagi".
Vio tampak mengusap kepalanya yang mendadak terasa berdenyut seraya begumam lirih "Dasar gila".
"Gue bukan gila, tapi gue sedang berusaha mengambil hati loe biar mau sama gue. I will take your heart. Don't forget it" Balas IVan yang ternyata mendengar gumamannya barusan.
"Terserah loe aja deh".
"Lagi pula kalau tu motor disini gue jadi punya alasan buat pulang bareng sama loe nantinya" Tambah Ivan lagi yang membuat Vio hanya mampu mengeleng tak percaya.
Sepanjang perjalan menuju halte bus yang tak jauh dari kostannya keduannya terdiam. Ehem, bukan keduanya si sebenernya secara IVan terus mengoceh. Sementara Vio sendiri justru malah bersikap seolah - olah tidak ada siapa - siapa di sampingnya.
"Ini pertama kalinya buat gue tau nggak si" Kata Ivan saat keduanya duduk berdampingan di dalam bus yang akan mengantarkannya kekampus.
"Naik bus?" akhirnya setelah sekian lama Vio buka mulut. Matanya menoleh kesamping dimana Ivan duduk santai sambil menggeleng.
"Bukan. Tapi ngejar cewek. Secara biasanya kan gue yang di kejar - kejar".
"Uhuk uhuk uhuk" Vio sontak tersedak. Di tolehkannya tatapannya ke arah Ivan. Jelas merasa ilfill.
"Loe pengen bikin gue muntah disini ya?".
Ivan tidak membalas. Hanya tampak megerutu tak jelas. Gadis itu kalau ngomong ternyata asal nyepos. Sama sekali tak butuh penyaringan.
"Oh ya, ngomong - ngomong kenapa loe pindah kekampus baru kita?" Tanya Ivan mengalikan pembicaraan.
"Gue habis patah hati" Balas Vio singkat.
"Uhuk uhuk uhuk" Gantian Ivan yang Terbatuk. Dan begitu batuknya mereda tawa langsung lepas dari mulutnya.
"Ha ha ha, Emangnya cewek kayak loe bisa patah hati?" tanya Ivan jelas meledek.
Tapi Vio tak membalas. Ia hanya terdiam sambil menatap jauh melewati jendela. Semilir angin yang menerpa wajah membuatnya ingin untuk sejenak memejamkan mata. Mengabaikan keberadaan Ivan yang ada di sampingnya.
Bus melaju dengan kebisuan. Ivan juga tampak terdiam. Sesekali ia sempat melirik kearah Vio. Tapi yang dilirik tetap membisu. Membuat Ivan merasa janggal sendiri. Namun ia masih ragu kalau apa yang di ucapkan gadis itu barusan adalah benar. Ia masih menganggap itu hanya lelucon gadis itu seperti biasanya.
Begitu bus berhenti, Vio segera membuka mata. Tanpa berujar sepatah kata pun ia segera beranjak turun diikuti Ivan di belakangnya.
"Vio".
"Kenapa lagi?" tanya Vio tanpa menoleh. Kakinya terus melangkah.
"Soal yang loe bilang tadi. Loe bercanda kan?".
Kali ini Vio menghentikan langkahnya. Di tatapnya wajah Ivan tanpa berkedip.
"Kalau seandainya gue bilang gue serius, loe percaya?" Ujar Vio balik bertanya.
"Tentu saja tidak" Sahut Ivan cepat membuat Vio tersenyum sinis.
"Ya sudah kalau begitu yang tadi itu bo'ong. Gue cuma bercanda" Balas Vio yang kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Membuat Ivan sejenak mengerutkan kening. Ah, gadis itu benar - benar sulit di tebak ternyata.
"Vio" Panggil Silvi setengah berbisik. Saat itu kelas sudah di mulai. Pak bambang sedang menjelaskan tentang materi kuliah hari ini yang jelas sangat - sangat membosankan.
"Kenapa?" Balas Vio tanpa menoleh. Perhatiannya masih terjurus pada buku yang ada di hadapannya.
"Gue denger gosip yang beredar. Katanya tadi pagi loe pergi bareng sama Ivan ya?" tanya Silvi masih menjaga suaranya. Takut kedengeran dosen di depan.
Vio tidak menjawab, Hanya kepalanya yang tampak mengangguk membenarkan.
"Katanya loe nggak suka sama dia, Kok loe mau - maunya si pergi naik motor bareng dia?" tanya Silvi lagi.
"Yang bilang gue naik motor bareng dia siapa?. Gue tadi pagi itu naik bus kok".
"APA?".
Bukan hanya Vio yang lantas menoleh, Dosen dan beberapa mahasiswa yang lain juga ikut - ikutan menatap Silvi heran. Sepertinya kebiasan berteriak saat mendengar berita yang mengagetkan gadis itu sama sekali belum hilang. Membuat Vio hanya mempu menatap sambil mengeleng tak percaya.
"Silvi, Ada apa?" Tanya Pak Bambang.
"Oh maaf. Nggak ada apa - apa kok pak" Sahut Silvi sambil nyengir kaku. Serem juga kalau sampai tu dosen marah.
"Elo si, ada - ada aja" Bisik Vio setelah perhatian pak bambang kembali fokus pada aktivitasnya semula.
"Pokoknya loe berhutang satu cerita sama gue" Silvi balik berbisik. Membuat Vio hanya angkat bahu tanpa suara. Tak ingin memancing terguran untuk kedua kalinya. Barulah saat keduanya terdampar di kantin Silvi berani mencerocos semaunya.
"Loe beneran yakin Kalau tadi pagi Ivan naik bus bareng loe?" Tanya Silvi masih terlihat antusias.
"Emmm" Sementara Vio membalas tanpa minat.
"Aduh, kepala gue mendadak pusing. Suwer gue nggak bisa ngebayangin. Seorang Ivan gitu lho, Bela - belain naik bus cuma demi simpati seorang cewek".
"Demi taruhan sepuluh juta" Vio meralat. Membuat Silvi sejenak memutar mata.
"Terserah deh demi apapun. Yang jelas ini tu keajaiban. Loe tau nggak si, selama ini belum ada sejarahnya Ivan ngejar - ngejar cewek. Yang ada dia di kejar - kejar".
Vio tidak membalas. Matanya menyipit kearah Silvi. Hei, itu kalimat yang sama yang keluar dari mulut Ivan tadi pagi kan?. Masa sih tu cowok se'amazing itu?. Dan belum sempat mulutnya terbuka untuk membalas, matanya sudah terlebih dahulu menemukan sosok bayangan yang sedari tadi mereka bicarakan.
"Berani loe duduk disini, Gue pergi sekarang juga".
Silvi menoleh. Tatapannya mengikuti telunjuk Vio. Sebelah alisnya tampak terangkat saat mendapati Ivan yang tampak berdiri kaku. Sepertinya ia sedikit terkejut mendengar ancaman yang keluar dari mulut Vio barusan. Namun kekakuan itu hanya terjadi beberapa detik karena pada detik berikutnya Ivan tampak tersenyum. Dengan santai ia melangkah menghampiri Vio. Sedikit menundukan wajahnya tepat kearah Vio. Membuat gadis itu melotot dan langsung menjauhkan diri. Sementara IVan tampan tersenyum puas.
"Loe bilang loe nggak akan terpengaruh sama sekali akan rayuan gue. Gue belum juga merayu loe malah takut duluan".
"Eh?".
"Demi apapun loe beneran imut kalau kaget".
Refleks Vio segera membuang muka. Tapi ekor matanya masih mampu mengankap raut wajah Ivan yang jelas jelas sedang berusaha menahan tawa. Sialan. Dengan kesel ia segera bangkit berdiri. Bersiap untuk langsung berlalu kalau saja tangan Ivan tidak lebih dulu menariknya. Membuatnya kembali duduk di tempat semula.
Kali ini Vio Jelas melotot sebel kearah Ivan yang dengan santainya malah duduk disampingnya.
"Tetap disini dan buktikan kalau loe memang sama sekali nggak terpengaruh sama gue".
Sejenak Vio terdiam. Di helanya nafas dalam - dalam sebelum di hembuskan dengan berlahan.
"Oke, Kita lihat sejauh mana kemampuan loe".
Kali ini keduanya sama - sama saling memandang namun jelas dengan pemikiran yang berlawanan. Suasanan hening dan sepi. Karena Silvi juga membisu dengan tatapan yang bergantian dari wajah kedua makluk di hadapannya. Kepalanya mengeleng berlahan sementara mulutnya bergumam.
"Kalian berdua pasti sudah gila".
To Be Continue......
Can All of you imagine it?...
Part sebelumnya:
-} Cerpen Terbaru Take My Heart part 5
Turun dari bus, Vio melirik jam yang melingkar di tangannya. Baru pukul empat lewat seperempat. Masih terlalu cepet untuk bersantai di kostannya yang jelas - jelas hanya di teman laptopi. Akhrinya diputuskannya untuk membelokan langkah ke taman. Bersantai di bawah pohon sambil menatap langit sore. Hal yang paling ia sukai.
Untuk sebagian orang mungkin akan menganggap bahwa menatap hujan itu menyenangkan. Tapi menurutnya awan yang bearak di cerahnya langit sore itu jauh lebih menenangkan. Setidaknya Awan lebih baik dari hujan. Jika hujan bisa membuat tubuh merasa sakit, justru Awan malah mampu melindungi dari terik mentari.
Lagi pula, Awan memberinya begitu banyak pembelajaran. Menurutnya Awan itu laksana kehidupan. Terus begerak tak kan pernah sama.
Menatap awan juga mengingatkannya akan devinisi cinta. Sulit di tebak. Selalu berubah. Tak jarang membingungkan.
Tak tau berapa lama waktu yang ia habiskan tau - tau hari sudah sore. Dengan berat hati ia bangkit berdiri. Melanjutkan langkah menuju ke rumah.
Cerpen terbaru Take My Heart ~ 06
Selesai mengunci pintu pagar, Vio segera melangkah. Suara klakson motor mengagetkannya. Dan lebih kaget lagi saat mendapati Ivan yang bertenger di atas motor lengkap dengan senyum manis di bibirnya.
"Pagi Vio" Sapa Ivan melambai ramah.
"Loe kenapa bisa ada di sini?" tanya Vio mengabaikan sapaan Ivan.
"Tentu saja buat jemput loe supaya kita bisa pergi bareng".
"Ha?"
"Ah loe makin keliatan imut deh kalau kaget begitu".
Dengan cepat Vio menoleh kearah lain. Menganti ekprsinya kembali datar. Barulah kemudian kembali menoleh kearah Ivan yang jelas sedang berusaha menahan tawa saat mendapati wajah tersipunya tadi.
Untuk sejenak Vio menghela nafas, Meyakinkan dirinya untuk waspada diri. Walau bagaimanapun seseorang yang ada di hadapanya itu sudah terkenal dengan ke playboyannya.
"Dari mana loe tau kalau gue tinggal disini?".
"Gue kan ikutin loe kemaren" Aku Ivan santai.
"Ha?".
"Mentang - mentang gue bilang loe keliatan imut kalau kaget, eh pake acara tayang ulang" Komentar Ivan membuat Vio memberengut sebel.
"Ngaco".
"Ha ha ha" Kali ini Ivan tak mampu menahan tawanya. Apalagi saat jelas - jelas wajah Vio terlihat merona walau tersamarkan tampang sebelnya. Pasti gadis itu terpengaruh akan ucapannya.
"Jadi loe mau pergi bareng gue kan?" Tawar Ivan kemudian.
"Nggak, Ma kasih".
Selesai berkata Vio segera berbalik. Kembali mengabaikan Ivan.
"Vio, kenapa si cowok sekeren gue loe tolak?" Tanya Ivan yang kontan membuat Vio berbalik.
Mata Vio terarah lurus kearah Ivan dengan tatapan mengamati. Kemeja yang sepertinya berlengan pendek di padu dengan jaket berwarna krim berserta jins hitam lengkap dengan sepatu yang tersemat rapi di kakiknya. Di tambah dengan motor sebagi latar serta helm hitam di kepala.
"Ah bener juga. Gue baru nyadar kalau loe ternyata beneran keren" Aku Vio santai berbanding balik dengan reaksi Ivan yang tampak melotot kaget. Gadis itu memuji penampilannya?. Kenapa ia jadi merasa nerves gini ya.
"Sayang, Kelebihan itu loe gunain sebagai playboy" Tambah Vio angkat bahu. Kemudian kembali berbalik. Meninggalkan Ivan dengan tampang syoknya.
"Loe emang demen banget ngangkat orang tinggi - tinggi tapi kemudian langsung menghempaskannya kedasar bumi ya?" Tanya Ivan kesel sambil berusaha mensejajarkan langkahnya disamping Vio.
Vio tidak langsung menjawab. Ia justru malah menghentikan langkahnya.Menatap heran kearah Ivan sambil sesekali menoleh kebelakang. Mendapati motor Ivan yang diparkir didepan kostannya.
"Kok motor loe di tinggal?".
"Ya loe nggak mau pergi bareng gue pake motor, ya udah kalau gitu biar gue yang ikutan naik bus" Sahut Ivan santai.
"Emangnya loe nggak takut tu motor hilang?".
"Gue anak orang super kaya kalau loe belom tau. Kalau tu motor hilang gue tinggal lapor polisi. Atau nggak gue bisa beli lagi".
Vio tampak mengusap kepalanya yang mendadak terasa berdenyut seraya begumam lirih "Dasar gila".
"Gue bukan gila, tapi gue sedang berusaha mengambil hati loe biar mau sama gue. I will take your heart. Don't forget it" Balas IVan yang ternyata mendengar gumamannya barusan.
"Terserah loe aja deh".
"Lagi pula kalau tu motor disini gue jadi punya alasan buat pulang bareng sama loe nantinya" Tambah Ivan lagi yang membuat Vio hanya mampu mengeleng tak percaya.
Sepanjang perjalan menuju halte bus yang tak jauh dari kostannya keduannya terdiam. Ehem, bukan keduanya si sebenernya secara IVan terus mengoceh. Sementara Vio sendiri justru malah bersikap seolah - olah tidak ada siapa - siapa di sampingnya.
"Ini pertama kalinya buat gue tau nggak si" Kata Ivan saat keduanya duduk berdampingan di dalam bus yang akan mengantarkannya kekampus.
"Naik bus?" akhirnya setelah sekian lama Vio buka mulut. Matanya menoleh kesamping dimana Ivan duduk santai sambil menggeleng.
"Bukan. Tapi ngejar cewek. Secara biasanya kan gue yang di kejar - kejar".
"Uhuk uhuk uhuk" Vio sontak tersedak. Di tolehkannya tatapannya ke arah Ivan. Jelas merasa ilfill.
"Loe pengen bikin gue muntah disini ya?".
Ivan tidak membalas. Hanya tampak megerutu tak jelas. Gadis itu kalau ngomong ternyata asal nyepos. Sama sekali tak butuh penyaringan.
"Oh ya, ngomong - ngomong kenapa loe pindah kekampus baru kita?" Tanya Ivan mengalikan pembicaraan.
"Gue habis patah hati" Balas Vio singkat.
"Uhuk uhuk uhuk" Gantian Ivan yang Terbatuk. Dan begitu batuknya mereda tawa langsung lepas dari mulutnya.
"Ha ha ha, Emangnya cewek kayak loe bisa patah hati?" tanya Ivan jelas meledek.
Tapi Vio tak membalas. Ia hanya terdiam sambil menatap jauh melewati jendela. Semilir angin yang menerpa wajah membuatnya ingin untuk sejenak memejamkan mata. Mengabaikan keberadaan Ivan yang ada di sampingnya.
Bus melaju dengan kebisuan. Ivan juga tampak terdiam. Sesekali ia sempat melirik kearah Vio. Tapi yang dilirik tetap membisu. Membuat Ivan merasa janggal sendiri. Namun ia masih ragu kalau apa yang di ucapkan gadis itu barusan adalah benar. Ia masih menganggap itu hanya lelucon gadis itu seperti biasanya.
Begitu bus berhenti, Vio segera membuka mata. Tanpa berujar sepatah kata pun ia segera beranjak turun diikuti Ivan di belakangnya.
"Vio".
"Kenapa lagi?" tanya Vio tanpa menoleh. Kakinya terus melangkah.
"Soal yang loe bilang tadi. Loe bercanda kan?".
Kali ini Vio menghentikan langkahnya. Di tatapnya wajah Ivan tanpa berkedip.
"Kalau seandainya gue bilang gue serius, loe percaya?" Ujar Vio balik bertanya.
"Tentu saja tidak" Sahut Ivan cepat membuat Vio tersenyum sinis.
"Ya sudah kalau begitu yang tadi itu bo'ong. Gue cuma bercanda" Balas Vio yang kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Membuat Ivan sejenak mengerutkan kening. Ah, gadis itu benar - benar sulit di tebak ternyata.
Cerpen terbaru Take My Heart ~ 06
"Vio" Panggil Silvi setengah berbisik. Saat itu kelas sudah di mulai. Pak bambang sedang menjelaskan tentang materi kuliah hari ini yang jelas sangat - sangat membosankan.
"Kenapa?" Balas Vio tanpa menoleh. Perhatiannya masih terjurus pada buku yang ada di hadapannya.
"Gue denger gosip yang beredar. Katanya tadi pagi loe pergi bareng sama Ivan ya?" tanya Silvi masih menjaga suaranya. Takut kedengeran dosen di depan.
Vio tidak menjawab, Hanya kepalanya yang tampak mengangguk membenarkan.
"Katanya loe nggak suka sama dia, Kok loe mau - maunya si pergi naik motor bareng dia?" tanya Silvi lagi.
"Yang bilang gue naik motor bareng dia siapa?. Gue tadi pagi itu naik bus kok".
"APA?".
Bukan hanya Vio yang lantas menoleh, Dosen dan beberapa mahasiswa yang lain juga ikut - ikutan menatap Silvi heran. Sepertinya kebiasan berteriak saat mendengar berita yang mengagetkan gadis itu sama sekali belum hilang. Membuat Vio hanya mempu menatap sambil mengeleng tak percaya.
"Silvi, Ada apa?" Tanya Pak Bambang.
"Oh maaf. Nggak ada apa - apa kok pak" Sahut Silvi sambil nyengir kaku. Serem juga kalau sampai tu dosen marah.
"Elo si, ada - ada aja" Bisik Vio setelah perhatian pak bambang kembali fokus pada aktivitasnya semula.
"Pokoknya loe berhutang satu cerita sama gue" Silvi balik berbisik. Membuat Vio hanya angkat bahu tanpa suara. Tak ingin memancing terguran untuk kedua kalinya. Barulah saat keduanya terdampar di kantin Silvi berani mencerocos semaunya.
"Loe beneran yakin Kalau tadi pagi Ivan naik bus bareng loe?" Tanya Silvi masih terlihat antusias.
"Emmm" Sementara Vio membalas tanpa minat.
"Aduh, kepala gue mendadak pusing. Suwer gue nggak bisa ngebayangin. Seorang Ivan gitu lho, Bela - belain naik bus cuma demi simpati seorang cewek".
"Demi taruhan sepuluh juta" Vio meralat. Membuat Silvi sejenak memutar mata.
"Terserah deh demi apapun. Yang jelas ini tu keajaiban. Loe tau nggak si, selama ini belum ada sejarahnya Ivan ngejar - ngejar cewek. Yang ada dia di kejar - kejar".
Vio tidak membalas. Matanya menyipit kearah Silvi. Hei, itu kalimat yang sama yang keluar dari mulut Ivan tadi pagi kan?. Masa sih tu cowok se'amazing itu?. Dan belum sempat mulutnya terbuka untuk membalas, matanya sudah terlebih dahulu menemukan sosok bayangan yang sedari tadi mereka bicarakan.
"Berani loe duduk disini, Gue pergi sekarang juga".
Silvi menoleh. Tatapannya mengikuti telunjuk Vio. Sebelah alisnya tampak terangkat saat mendapati Ivan yang tampak berdiri kaku. Sepertinya ia sedikit terkejut mendengar ancaman yang keluar dari mulut Vio barusan. Namun kekakuan itu hanya terjadi beberapa detik karena pada detik berikutnya Ivan tampak tersenyum. Dengan santai ia melangkah menghampiri Vio. Sedikit menundukan wajahnya tepat kearah Vio. Membuat gadis itu melotot dan langsung menjauhkan diri. Sementara IVan tampan tersenyum puas.
"Loe bilang loe nggak akan terpengaruh sama sekali akan rayuan gue. Gue belum juga merayu loe malah takut duluan".
"Eh?".
"Demi apapun loe beneran imut kalau kaget".
Refleks Vio segera membuang muka. Tapi ekor matanya masih mampu mengankap raut wajah Ivan yang jelas jelas sedang berusaha menahan tawa. Sialan. Dengan kesel ia segera bangkit berdiri. Bersiap untuk langsung berlalu kalau saja tangan Ivan tidak lebih dulu menariknya. Membuatnya kembali duduk di tempat semula.
Kali ini Vio Jelas melotot sebel kearah Ivan yang dengan santainya malah duduk disampingnya.
"Tetap disini dan buktikan kalau loe memang sama sekali nggak terpengaruh sama gue".
Sejenak Vio terdiam. Di helanya nafas dalam - dalam sebelum di hembuskan dengan berlahan.
"Oke, Kita lihat sejauh mana kemampuan loe".
Kali ini keduanya sama - sama saling memandang namun jelas dengan pemikiran yang berlawanan. Suasanan hening dan sepi. Karena Silvi juga membisu dengan tatapan yang bergantian dari wajah kedua makluk di hadapannya. Kepalanya mengeleng berlahan sementara mulutnya bergumam.
"Kalian berdua pasti sudah gila".
To Be Continue......
makin seru aja....oya jgn lupa lanjutannya kala cinta menyapa ya udah lama tuh gak ending2 hehehe....fighting!!!!
ReplyDeleteko' lama sambungannya...dah gak sabar nih
ReplyDeleteHai hai haiii
ReplyDelete