Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita SMA Diera Diary ~ 04 {Update}

cerita soal Serial Diera Diary kita lanjut ya teman - teman. Secara ceritakan emang belum ketemu sama yang namanya ending. Kali ini giliran Cerita SMA Diera Diary ~ 04. Gimana sama kelanjutan hubungan Diera dan Rian bisa kita simak di bawah ini.

And as always, seperti biasanya. Untuk mempermudah sekaligus supaya nggak ketinggalan cerita, sebaiknya baca dulu cerita sebelumnya disini.

Cerita SMA Diera Diary ~ 04


Diera terus melangkah dibelakang Rian. Dalam hati ia mengerutu akan sikap keras kepala makhluk yang berjalan di hadapannya. Tapi untuk ketiga kalinya, Rian kehilangnan keseimbangan nya dan mau jatuh, namun kali ini Diera tidak sempat menolongnya karena tadi Rian. Alhasil, Rian beneran jatuh dan langsung menjerit kesakitan karena kakinya ketindih dia sendiri. Diera buru-buru membantunya.

“Tadi gue bilang juga apa. Elo sih ngeyel. Gue bantuin nggak mau. Liat sendirikan akibatnya. Jadi malah makin parah nih. Darahnya keluar lagi tuh,” omel Diera sambil memeriksa lukanya Rian. Rian hanya bisa meringgis menahan sakit.

“Loe punya sapu tangan nggak” Tanya Diera beberapa saat kemudian

“Ada, tuh didalam saku tas gue.”

Diera segera mengambilnya dan mengunakannya untuk memebalut luka tersebut agar darahnya tidak keluar lagi.

“Aw pelan-pelan donk… sakit tau” jerit Rian.

“Oh ea?.... masa sih gitu aja sakit. Loe kan cowok “ ledek Diera membuat Rian bungkam.

“Nah sekarang udah bereskan. Makanya kalau di omongin sama orang tu di dengerin. Huh… nyusain gue aja loe.”

Rian mencoba berdiri dan siap mau jalan lagi, tapi Diera segera meraih tangannya dan melingkarkan di pundaknya. Siap untuk memapahnya, awalnya sih Rian tetap menolak, tapi akhirnya ia ngalah karena Diera terus ngotot. Dan mereka pun melanjutkan perjalanannya.

“Ada apa?” Tanya Rian Heran karena Diera tiba-tiba berhenti.

“Coba liat itu deh” tunjuk Diera tepat keatas mereka. Rian mendongakan kepalanya. Ternyata tepat diatas mereka ada pohon mangga hutan yang kebetulan sedang berbuah.

“Gue laper nih. Kita ambil mangga itu dulu yuks. Kan lumayan,” ajak Diera. “Tapi gimana cara ngambilnya?”

Diera bingung karena tuh pohon lumayan tinggi. Memanjatnya, rasanya nggak mungkin. Diera mencoba menjoloknya pake kayu tapi nggak ada kayu yang panjang, jadi nggak nyampe. Ia mencoba memetiknya dengan melemparinya pake ranting kayu , tapi nggak ada satu pun dari lemparannya yang mengenai sasaran. Akhirnya ia nyerah. Sampai ada sebiji buah mangga yang jatuh tepat di sampingnnya. Ia seneng dan langsung memungutnya. Saat menatap kesekeliling, tatapannya terhenti ke arah Rian yang sedang memegang ranting kayu kecil dan siap kembali melempar. Kali ini bukan Cuma satu tapi dua biji mangga yang jatuh. Diera tentu saja kagum melihatnya. Rian terus melempar, dan setiap lemparannnya selalu tepat sasaran. Diera benar – benar tidak percaya pada penglihatannya walau pun selama ini ia juga tau kalau Rian sanggat terkenal di sekolahnya akan keahliannya dalam bermain basket.

Setelah tampak buah mangga yang lumayan banyak di tanah, Diera bilang cukup. Ia pun mengumpul kan semua mangga tersebut di depan Rian. Setelah itu ia pun duduk di sampingnya.

Rian mencoba mengambil sebiji dan mengigitnya. Tapi buru-buru ia muntahkan lagi karena rasanya sanga masam, maklumlah magga tersebut memang masih mentah.

“ Ya ampun. Ini manga atau asem sih. Kok rasannya kecut banget” ujarnya. Ia Heran karena Diera santai saja dan terus memakan mangga tersebut dengan santai. Bahkan keliatannya Diera malah suka.

“Namanya juga masih mentah. Ya emang kayak gini rasanya. Loe pikir ni madu apa. Manis…..” balas Diera cuek.

“Gue bisa sakit perut kalau makan ginian.”

“Ya udah terserah loe. Tapi menurut gue ya masih mending sakit perut dari pada mati kelaparan.”

“Tapi kok loe kayaknya nggak kekecutan sih?” Rian Heran.

“He he he…. Gue kan emang suka. Tau nggak sih, bahkan mangga depan rumah gue nggak sempet mateng. Cuma biasnya gue makannya bareng sama garam.”

Rian benar-benar tidak percaya mendengarnya. Walaupun rasanya bener-bener kecut, Rian akhinya memakannya juga. Bahkan sampai merem-merem segala.

Diera memasukkan beberapa butir mangga yang belum mereka makan kedalam tasnya. Karena mereka masih harus menemukan jalan keluar dari hutan tersebut atau paling nggak bisa ketemu sama teman-teman mereka kembali.

Hari sudah hampir malam lagi. Barulah sayup sayup Diera mendengar suara teriak-teriakan. Awalnnya ia pikir itu suara binatang hutan . tapi untung lah bukan karena ternyata itu suara teman-teman mereka yang terus mencarinya.

Anggun, Narnia dan Hera langsung memeluk nya begitu melihat batang hidun Diera. Selama ini mereka bener-bener cemas akan nasib sahabatnya yang satu ini. Makannya mereka terus ikut dalam mencari mereka. Sementara itu para cewek-cewek yang lain sibuk ngerubungi Rian. Tapi mereka langsung pada cemberut karena anderani and teman-temanya langsung mengusirnya.


“Eh entar sore kita pada jadikan buat main ke rumah Diera?” Tanya Hera sambil mengcampur aduk saus kedalam mangkuk baksonnya.

“Ia donk, sebenernya kemaren sore gue udah kesana. Tapi dia masih belum bangun dari tenpat tidur” balas Lilly.

“Kasihan…. Jadi dia sakit beneran habis pulang dari camping kemaren.”

“Yo’a… apalagi kemaren kan dia sempet nyasar” Lilly menganguk. Nggak sengaja matanya tertuju ke sosok seseorang yang mau masuk ke kantin.

“Pst…. Coba liat deh siapa yang datang,” Lilly memberi kode ke teman-temannya.

“Eh kita samperin yuk” ajak Narnia begitu dilihatnya Rian sudah duduk.

“Mo ngapain?” Anggun heran.

“Ya mau kasih tau soal Diera lah. Masa mau nanyain dia mau makan apa, emang kita pelayan. Lagipula kemaren Diera kan nyasarnya bareng sama dia. Kali aja dia mau njenguk bareng kita,” sambung Narnia lagi.

“Mustahil,” komentar Lilly santai.

“Kok gitu?” Anggun Heran.

“Kalau loe nggak percaya coba aja samperin. Gue sih ogeh.”

Akhirnya semuannya sepakat. Anggun dan Narnia yang nyampering Rian. Lilly hanya tersenyum mengejek melihatnya. Dan terus memperhatikan kedua temannya yang bebicara kepada Rian.

Lima menit kemudian Anggun dan Narnia balik lagi dengan tampang kusut. Lilly sudah bisa menebak kira-kira apa yang terjadi.

“Gimana?” Tanya Hera penasaran.

“Huh…. Benar-benar menyebalkan.”

“Sumpah, nyesel deh kita nyamperin dia,” tambah Anggun.

“Gue bilang juga apa.”

“Ada apa sih?” Hera makin bingung.

“Dia nggak mau ikut?” sambung Hera lagi.

“Mending kalau Cuma nggak mau. Tau nggak sih dia malah ngomong yang bikin kuping gue panasss banget.”

“Betul banget. Swer pengen gue jadiin bakso tu orang biar bisa langsung gue telen bullet-bulet. Sumpah deh.”

“Udah mending kalian minum nih es biar adam dulu” Lilly menyodorkan es sirupnya ke kedua temannya sambil tersenyum. Anggun langsung menyerobotnya mendahului Narnia yang juga mau.

Hera tentu makin kesel karena kedua temannya makin uring-uringan sementara di Tanya malah nggak jelas gitu. Akhirnnya dia yang memutuskan untuk menghampiri Rian langsung.

“Mendinggan nggak usah deh,” cegah ketiga temannya serentak.

“Kalian tenang aja. Gue bisa ngatasin ini kok. Kalian liat ya.”

Tanpa menunggu balasan dari temannyannya Hera segera beranjak dari tempat duduknya dan menghapiri Rian dengan pedenya.

Teman-temannya terus memperhatikan gerak-gerik Hera dengan heran. Apalagi dilihatnya Hera malah duduk bersama Rian sambil ngobrol santai gitu. Sambil nyodorin hape nya segala lagi. Masa sih Rian minta no hape nya dia. Kok bisa. Pikir mereka.

“Ya udah gue pergi dulu ya” kata Hera meninggalkan Rian yang terus menatap pungungnya.

“Ra gimana?” tanya Anggun penasaran.

“Ia. Kok kayaknya kalian ngobrol akrab gitu” tambah Lilly.

“Mana tadi Rian judes banget lagi sama kita” sambung Narnia.

“Terus kenapa loe tadi nyodorin hape loe segala. Emang Rian minta no hape loe?”

“He’eh” sahut Hera santai.

“Ha…. Kok gitu. Cerita donk.”

“Ya soalnya kan biar gampang ntar dia ngehubungin gue. Soalnya dia ntar ikut sama kita buat ngejenguk Diera.”

“What?!” biji mata Lilly kayak mau keluar mendengarnya.

“Ceritain donk. Loe pake jurus apa sih?” Narnia bener-bener penasaran.

“Ada aja……” Hera tersenyum misterius.

Salah sendiri, tadi dia nanya dicuekin, sekarang gantian donk.

“Kok gitu sih….” Lilly bete.

“Eh udah bel tuh. Buruan kekelas yuks…” ajaknya mengalihkan pembicaraan. Sambil berjalan meninggalkan kantin. Ketiga cecunguk itu terus mengejarnya untuk minta penjelasan.

Tapi Hera Cuma angkat bahu sambil terus tertawa.

Cerita SMA Diera Diary ~ 04

Lilly mengucek-ngucek matanya, kali aja salah liat sementara Narnia malah mencubit tangannya sendiri siapa tau mimpi, Anggun?.... bengong. Mereka benar-benar tidak percaya siapa yang datang berboncengan dengan motor bersama Hera. Yups….. RIAN!!!.

“Kalian udah dari tadi ya. Kok belum masuk?” Tanya Hera ke teman-temannya yang masih melototin Rian.

“Hei… “ jerit Hera lagi karena mereka masih diam terus. Rian pura-pura ngebenerin riselting jacketnya. Salah tinggkah juga dia di lihatin kayak gitu.

“Gue nggak mimpi kan nia” bisik Lilly lirih.

“Kayaknya nggak deh, soalnya tangan gue sakit nih gue cubit” balas Narnia.

“Hei kalian kok bengong gitu sih. Udah ayo masuk” ajak Hera.

“Tapi dia?” tahan Anggun sambil tangan nya menunjuk ke arah Rian.

“Ya dia ikut. Memang nya nggak boleh?” Hera balik nanya.

“Bukannya waktu di kantin tadi kita ajak loe sendiri bilangnya nggak penting and kurang kerjaan ya?” Narnia tidak dapat menahan rasa penasarannya.

“Kalau nggak terpaksa gue juga ogak kali” balas Rian ketus.

“Apa?” Hera pertanya dengan nada mengancam.

“Gue bilang sampai kapan kita mau berdiri di sini. Jadi ngejenguk temen loe nggak sih?”.ujar Rian kemudian.

Diam diam Hera tersenyum mendengarnya.

“Inget ya loe harus bersikap manis nanti di dalem. Kalau nggak…”

Hera belum sempat menyelesaikan ucapannya ketika tiba tiba ada yang menyapa mereka. Ternyata mamanya Diera yang baru keluar karena tadi ia seperti mendengar suara motor yang memasuki halaman rumahnya.

Reaksi Diera tidak beda jauh dengan reaksi Anggun, Lilly dan Narnia waktu pertama kali melihat Rian muncul didepan pintu kamarnya. Pandangan nya beralih ke Lilly dengan sorot ‘ kok-dia-ada-di-sini’. Lilly hanaya membalasnya ‘aku-anak-polos-nggak-tau-apa-apa’.

Suasana sedikit janggal karena kehadiran Rian disana. Semua merasa canggung mau ngomong apa. Sampai Hera buka mulut mencoba untuk mencairkan suasana.

“Diera gimana keadaan loe?”

“Gue udah agak mendingan kok,” balas Diera sambil mencoba untuk duduk dari tempat tidurnya.

“Kita semua ngehawatirin loe lho…” tambah Hera lagi.

“Oh ya?. Ma kasih. Tapi sori ya kalau udah bikin kalian cemas gitu. Tapi gue beneran udah mendingan kok. Besok gue juga udah bisa sekolah. Udah kangen gue sama sekolah.”

“Kalau loe emang belom baikan mending istirahat dulu….” Saran Lilly.

“Dasar cewek…. Gitu aja sakit” gumam Rian lirih. Hera langsung melotot mendengarnya tapi Rian pura pura nggak melihat nya.

Tiba-tiba pintu terbuka.

“Eh ada temen-temennya kak Diera” sapa Cycie yang baru masuk. Adinya Diera yang baru berumur 6 tahunan.

“Ia nih. Terus Cycie yang imut abis dari mana nih. Kok baru nongol” balas Hera sambil tersenyum gemes.

“Abis maen ma temen-temen Cycie” balas Cycie sambil matanya tak lepas dari Rian yang tak jauh darinya.

“Nah kalau yang itu namanya kak Rian” terang Hera yang menyadari rasa keingin tahuan bocah kecil itu.

“O.. kalau aku Cycie. Adek nya kak Diera” dengan ramah Cycie mendekati Rian sambil mengulurkan tangannya, Rian pun tersenyum membalasnya.

“Kakak pasti pacarnya kak Diera ya?” Tanya Cycie tiba-tiba yang membuat semuannya yang mendengar nya kaget nggak menyangka akan mendengar pertannyaan yang di lotarkan bocah cilik itu.

“Hus Cycie!... apa apaan sih loe. Sembarangan aja kalau ngomong. Udah mending keluar sana loe” Bentak Diera mengusir adiknya karena merasa malu.

“Gitu aja marah. Cycie kan Cuma nanya. Abisnya Cycie penasaran sih. Soalnya temen-temen Cycie bilang anak cowok nggak boleh maen ke kamar cewek kecuali kalau pacarnya. Gitu,” Cycie polos.

“Ya nggak lah. Kakak Cuma temen kok. Lagian kalau pun pacar juga nggak boleh masuk kekamar cewek,” balas Rian kemudian.

“Terus kenapa kakak masuk ke kamar kak Diera. Kak Diera kan cewek?” Tanya Cycie lagi yang membuat Rian makin bingung menjelaskannya.

“Kalau kak Rian ke sini itu buat ngejenguk kak Diera yang lagi sakit” Lilly ngebantu menjelaskannya.

“O…. gitu ya. Jadi kalau ceweknya yang sakit baru cowoknya boleh masuk yaa?”

“Cycie!...”bentak Diera. “Keluar nggak!”.

Cycie manatap kakak nya sambil memonyongkan mulutnya. Diera balas menatap tajam kearahnya. Cycie ngalah dan memilih keluar karena ia merasa takut kalau kakak nya beneran marah sama dia.

“Sory ya yan ama omongan adek gue tadi” kata Diera ke Rian.

“Nggak papa kok.”

Cerita SMA Diera Diary ~ 04

Diera melirik jam tangnnya. Ia Heran teman-temannya kok belum nongol juga. Padahal tadi ia sudah pesen sama Lilly kalau udah kelar ngisi soal ulangnnya langsung nyusul nya ke kantin. Tapi mereka kok belum nongol-nongol juga ya. Bel juga istirahat juga barusan udah kedengeran.

Diera memicingkan matanya seolah kurang yakin dengan peglihatnnya melihat Rian yang dengan santai duduk di kursi di depannya sambil memesankan dua mangkuk mi so dan dua gelas es rumput laut.

“Kenapa loe liatin gue kayak gitu?” Tanya Rian Heran.

“Loe salah makan ya tadi malam. Atau emang lagi ngelindur?” Diera balik nanya.

Rian melongo mendengarnya. Nggak ngerti apa maksut Diera ngomong kayak gitu.

“Kenapa emang?”

“Ya kok tumben banget loe mau duduk di samping gue. Nggak takut kehilangan selera?”

Rian diam saja mendengarnya. Tidak komentar apapun. Malah mengeluarkan hape dari sakunya. Dan sok mencet-mencet tombolnya. Mengabaikan Diera yang masih menanti jawaban darinya.

Pelayan kantin datang sambil membawakan pesanan mereka. Rian kembali memasukkan hapenya kedalam sakunya. Dan meraih mangkuk mi so nya. MenCyciepinya sedikit. Kemudian mendambahkan sedikit saus dan kecap kedalamnya.

Bete di cuekin begitu. Diera bediri dan siap pergi meninggalkan mejanya sampai tiba tiba Rian menarik tangannya utuk kembali duduk sehinga membuatnya kaget.

“Duduk."

Kali ini gantian Diera yang menyentuh kening Rian. Kali aja tu anak yang sakit.

“Bukannya yang baru sakit itu elo ya?” sindir Rian.

“Kali aja pindah ke elo” balas Diera santai.

Sembarangan. Udah makan tuh.”

“Tapi ian gue masih Heran deh kok loe tiba-tiba mau nraktir gue sih. Atau jangan-jangan.”

“Nggak usah nebak yang aneh-aneh. Udah makan aja. Anggap aja nie ucapan terima kasih yang kemaren. Kemaren kan loe bilang nya gue nggak tau berterima kasih” potong Rian sebelum Diera menyelesaikan ucapannya.

“Biarin gue sekali-kali Ge-er kenapa sih….” gerut Diera cemberut tapi tak urung di seruputnya juga makanan yang ada di hadapannya.

“Kenapa?” Tanya Rian heran karena dari tadi Diera masih terus mempehatikannya.

“Enggak knapa-napa” balas Diera sambil terus memperhatikan Rian.

Tiba-tiba Rian berdiri dan siap beranjak pergi yang membuat Diera heran dan segera menahannya.

“Loe mau kemana sih. Tadi katanya mau makan bareng. Kok sekarang gue di tinggal gitu aja?”

“Gue kan udah selesai.”

“Tapi gue kan belom” balas Diera.

“Kan bisa makan sendiri. Emangnya harus gue suapin?” balas Rian ketus.

“Emang loe mau nyuapin gue?” Tanya Diera serius.

“Hu… Maunya…….” Ledek Rian siap berbalik tapi lagi-lagi di cegah sama Diera.

“Tunggu…” tahan Diera.

“Apa lagi. Dasar cewek lemot. Jadi ngomong sama loe harus lurus aja ya. Nggak ngerti juga kalau pake bahasa orang gede…. Gue-nggak-mau-nyuapin-elo. Puas.”

“Ye……. Siapa juga yang minta di suapin sama loe. Ngasal kalau ngomong” Diera sewot.

“Terus?”

“Bayar tuh makanan. Enak aja main ngacir. Tadikan loe yang pesen. Emang sih gue juga makan. Tapi kan loe yang minta gimana sih?”

Rian baru nyadar. Dan segera di rogohnya uang dari dalam sakunya dan di berikan pada pelayannya. Kemudian segera berlalu tanpa ngomong sepatah kata pun pada Diera. Ia ingin buru-buru pergi karena sekilas tadi ia melihat bayangan teman-temannya Diera yang akan masuk kekantin.

“Hu…. Kenapa tu orang. Dasar orang aneh,” gumam Diera sendiri sambil kembali menghabiskan mi so nya yang masih tersisa.

“DOR”.

Diera tersedak. Lilly menepuk pungungnya tepat saat ia sedang makan mi nya yang pedes banget. Dan hasil nya……

Emang dasar tu orang. Ngagetin nggak pake kira-kira. Nggak lihat situasi. Umpat Diera dalam hati.

“Ups….. sory….” Lilly merasa bersalah sambil menugsap-usap pungung Diera karena Diera nggak berhenti-henti batuknya.

“Gila loe… loe mau bunuh gue ya. Bisa mati keselek gue….”

“Ya sori. Abisnya gue kesel si sama loe. Udah tadi waktu ulangan nggak bagi-bagi jawabannya. Di bikin jadi pudding kita sama pak bastian. Terus giliran kita kesini eh loe malah enak-enakan makan miso sendirian. Bahkan sampai abis dua mangkuk. Siapa yang nggak kesel coba. Dasar nggak setia kawan.”

“Bukan gue nggak mau ngasih tapi kan tadi kalian sendiri tadi nggak minta,” Diera bela diri.

“Giamana kita mau minta tolong ma loe. Lha wong loe langsung ngacir begitu udah selesai,” balas Anggun.

“Ha ha ha” Diera tertawa mendengarnya.

“Tapi ra, loe rakus juga ya. Sampai abis dua mangkuk mi so. Apa gara-gara loe sakit kemaren. Makannya sekarang loe mau bales dendam?” Tanya Narnia sambil duduk di sampingnya yang terlebih dahulu memesan bakso sama pelayan kantinya.

“YA nggak lah. Gue makan semangkuk ini aja belom abis dari tadi.”

“Terus ni mangkuk siapa donk?”Tanya Hera sambil menunjuk mangkuk mi so yang sudah kosong.

“Coba tebak…” Diera bales nanya.

“Pasti Pasya kan?” ujar Anggun dan Lilly bersamaan. Diera mengeleng.

“Kok Pasya sih. Lagian kenapa juga di harus nraktir gue?”

“Alah kayak kita nggak tau apa. Tu anak kan naksir sama loe. Kemaren aja waktu loe nggak datang ke sekolah tu orang terus nanyain keadaan loe” goda Narnia.

“Apaan sih….” Diera tersipu malu.

“Tapi kalau bukan Pasya siapa donk. Nggak mungkin Rian kan…” tebak Lilly ngasal.

“Emang dia…” balas Diera nyantai. Lilly melotot menatapnya. Seolah nggak percaya sama pendengarannya.

“Loe bercanda kan?” tambah Narnia yang juga nggak percaya. Diera mengeleng. Cuma Hera yang diam diam tersenyum.

“Kenapa dia harus nraktir loe. Terus di mana dia sekarang?” Tanya anggun antusias.

“Tau….” Diera hanya angkat bahu.

“Kayaknya kelakuan tu anak makin aneh deh….” Gumam Lilly sebelum kemudian mengalihkan perhatiannye kearah makanan yang terhidang di hadapannya.

Bersambung ke bagian selanjutnya pada Cerita SMA Diera diary ~ 05

~ With Love ~ Ana Merya ~

Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~