Cerpen Cinta Sedih Terbaru 'Saranghae"

Abis baca ulang cerpen Si Ai En Ti E, tapi tetep nggak dapat ide untuk lanjutannya. Kayanya tu cerpen satu bakal bernasip sama seperti cerpen kenalkan aku pada cinta deh #ditabok. Dan ketika sedang asik merenung sembari mendengarkan music yang menemani dari winnap yang terus berputar, tiba – tiba cling, muncul ide dadakan. And jadilah cerpen sedih saranghae. Ha ha ha, kenapa judulnya mendadak korea ya? Nggak tau juga. Yang jelas ini hanya cerpen selingan. Ide dadakan yang kadang sering mampir sembarangan. Jadi, nikmati aja lah. Happy reading…

Saranghae

Naomi sedang asik menyiram bunga ketika tiba - tiba selang yang iya gunakan mati. Merasa heran gadis itu segera memeriksanya. Tepat saat wajahnya mengamati kearah lubang selang, air tiba - tiba menyala sehingga menyemburlah air yang membuat wajah hingga sebagian bajunya basah. Rasa kaget plus shock yang Naomi rasakan segera menghilang digantikan rasa kesel saat telinganya menangkap suara gelak tawa. Tanpa melihat wajahnya pun Naomi sudah bisa menebak kalau orang itu adalah Kevin aditiya, atau yang lebih akrab di panggil Kevin, pria berusia 21 tahun yang menghuni tepat didepan rumahnya.

"Kak kevin, apa A̐ªP̤̈Αªª an sih. Basah semua tau," gerut Namoi kesel sambil mengusap wajahnya, menyingkir kan sisa sisa air yang ada disana.

"Ya ela. Santai aja kali dek. Loe kan belom mandi, sekalian aja gue bantuni," balas Kevin disela tawanya.

Naomi membalas dengan tatapan sebelnya, tapi yang ditatap malah senyum senyum tanpa rasa bersalah sama sekali. Membuat sebuah ide jahil melintas dikepala Namoi. Dan belum sempat Kevin menyadari ada bahaya yang mengintainya tau tau Naomi sudah mengarahkan selang air kearahnya. Membuat pria itu kelabakan dan sebisa mungkin berlari menghindar. Melihat hal itu, Naomi sama sekali tak bisa menahan tawanya. Tawa puas ketika menyadari kalau dendam nya telah terbalas.

"Aduh Naomi, gue udah mandi tau. Udah wangi juga. Ngapain loe siram juga si," gerut Kevin sambil mengibas - ngibaskan bajunya yang sedikit basah. Untung saja pria itu tadi cepet menghindar, sehingga hanya beberapa percikan saja yang mengenai wajah dan bajunya.

"Sama aja kali. Gue juga udah mandi. Terus ngapain juga tadi kakak pake nginjek selang nya bikin muka gue basah gini?" balas Naomi sambil berjalan kearah kursi ayunan yang ada di pekarangan rumanhnya. Tempat yang sangat asik digunakan untuk bersantai disore hari. Hal yang sama dilakukan Kevin yang berjalan mengekor sebelum kemudian duduk tepat disamping Naomi.

"Iya deh ȉƔɑ̤̈̊ªªαªαªªa . Gue yang salah," kata Kevin yang membuat Naomi terdiam. Namun sekilas, Kevin menangkap senyum samar diwajah gadis itu, membuatnya tanpa sadar ikut tersenyum.

"Kakak nggak kuliah?" tanya Naomi beberapa saat kemudian.

Kepala Kevin mengeleng."Lagi males. Lagian udah lama gue nggak ngobrol bareng loe."

"Cie cie cie, jadi ceritanya kangen nih sama gue?" kata Nomi terlihat bercanda.

" Yah dikit sih," balas Kevin yang membuat Naomi tak urung tersenyum mendengarnya.

"Jadi gimana tadi sekolahnya? Asik."

Gantian Naomi yang mengeleng. Bahkan gadis itu tanpak menghembuskan nafas tak bersemangat."Hufh, masih sama kayak hari - hari sebelumnya. Mem-bo-san-kan."

Kevin tanpak tersenyum menanggapinya, terlebih ketika melihat raut cemberut di wajah Naomi.

"Kapan ya ada pangeran berkuda putih yang nyatain cinta ke gue. Padahal kan muka gue juga nggak jelek jelek amat. Kenapa nggak ada yang ngelirik gue ya? Apa harus gue yang ngambil inisiatif duluan," sambung Naomi yang langsung mendapat hadiah jitakan di kepalanya.

"Ya ampun kak Kevin. Sakit tau. Maen jitak aja. Asal tau aja ya, tiap lebaran ni kepala di fitrahin ma papa."

"Makanya jangan keganjenan. Masih sekolah juga udah mikirin pacaran. Mendingan juga belajar yang bener," balas Kevin tanpa rasa bersalah.

Naomi hanya mencibir mendengarnya. Sedikit kesel karena pria itu tidak tanggap. Ia kan tadi maksutnya menyindir. "Terus gue jadi harus kayak elo kak? Masa ȉƔɑ̤̈̊ªªαªαªªa , seumur - umur gue kenal kakak, nggak pernah tuh gue liat kakak ngegandeng cewek. Apalagi sampe diajakin jalan kerumah. Jangan – jangan,” Naomi mengantungkan ucapannya. Kepalanya menoleh kearah Kevin dengan tatapan menyelidik. “kak Kevin gay ya?"

"Pletak"

Jitakan untuk kedua kalinya mendarat dikepala Naomi.

"Ngaco! Sembarangan aja kalo ngomong!"

"Iya tapi Ъќ usah pake jitak juga kali. Beneran sakit tau."

"Lagian elo si, kalo ngomong asal nyablak. Mentang - mentang loe Ъќ pernah liat gue ngegandeng cewek dikiranya gue nggak demen cewek. Gue juga udah punya orang yang gue suka tau. Kalo loe tau, pasti loe kaget."

"Oh ya? Kok gue nggak tau. Siapa? Anak mana? Cantik nggak? Terus cantikan mana dia sama gue?"

Kevin tanpak sedikit mengernyit ketika mendengar seberondong pertanyaan yang meluncur tanpa di rem oleh gadis yang duduk disampingnya yang kini sedang menatapnya. Menanti jawaban yang akan ia lontarkan. Entah kenapa ketika melihat raut wajah Naomi saat ini, Kevin tak mampu menahan tawanya. Menurutnya wajah seperti itu benar benar terlihat imut.

"Gue juga heran kenapa loe bisa nggak tau," gumam Kevin sambil pasang pose berfikir. "Em dan soal cantikan mana, gimana ya. Cantik itu kan relatif."

"Bilang aja cantikan dia," potong Naomi langsung. Walau ia masih kurang yakin kalau apa yang Kevin katakan itu benar, tapi tak urung ia merasa kesel. Yang jelas bukan kesel karena ia kurang cantik, tapi kesel karena…

"Ih dia ngambek. Jangan gitu donk. Jelek tau. Lagian, gue kan Ъќ pernah bilang kalau dia lebih cantik."

"Akh tau ah, udah mo malem. Gue mo masuk. Kakak pulang aja gih sono," usir Naomi sambil bangkit berdiri. Tanpa menoleh gadis itu segera melangkah masuk kedalam rumahnya diikuti tatapan Kevin yang tanpak tersenyum sambil mengeleng - geleng kepala melihat tingkahnya.

Keesokan harinya Naomi sudah tanpak rapi dengan seragam SMA nya, setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya ia segera berangkat kesekolah dengan motor kesayangan. Selang beberapa saat kemudian gadis itu sudah duduk manis di atas bangku kelasnya. Matanya menoleh heran kearah Chacha, teman sebangkunya yang kini sudah duduk diam di sana. Tumben tu anak datangnya pagi, dan lagi ada apa dengan raut wajahnya pagi ini. Kenapa ia senyum senyum sendiri, membuat Naomi menatapnya curiga.

“Cha, loe nggak lagi kesambet kan?” sapa Naomi hati hati.

Chacha tidak langsung menjawab. Gadis itu tanpak mengkerjap – kerjapkan mata menatap Naomi yang juga sedang menatapnya. Detik itu juga senyum makin mengembang dari bibirnya.

“Ya ampun Naomi, gue lagi bahagia, bahagia, bahagiaaaaaaa banget,” balas Chacha antusias.

Naomi hanya mencibir sembari bergumam dalam hati. “Ngmonongnya biasa aja kale.” Sementara mulutnya tetap terdiam, karena ia yakin tanpa ditanya Chacha pasti akan dengan suka rela menceritakannya. Itu terbukti seiring dengan kalimat lanjutan yang meluncur dari mulut Ishida kemudian.

“Kemaren kak Adit jalan kerumah gue lagi. Dan dia juga ngobrol banyak sama gue.”

“Basi,” lagi lagi Naomi hanya mampu mencibir dalam hati tanpa berani menyuarakannya. Bukan, bukan karena ia takut pada Chacha, hanya saja ia merasa ia harus menghargai sahabatnya yang satu itu. Karena ia memang tau banget kalau Chacha naksir berat pada Adit, teman kuliah kakaknya yang sering mampir kerumahnya karena kebetulan rumah Chacha memang dekat dengan kampus. Hanya saja, yang Naomi tidak suka adalah, Chacha selalu lebay jika menyangkut pria yang satu itu. Bahkan, gadis itu juga kemaren sempet heboh waktu Adit memberikannya gelang tangan sebagai oleh – oleh dari pria itu yang katanya menang dari undian. Hufh, nggak banget deh.

“Dan loe tau, dia juga nanya – nanya soal sekolah gue gimana? Asik enggaknya? Ya ampun Naomi, jangan jangan kak Adit juga suka sama gue.”

“Please deh Cha, nggak usah Ge-er. Loe kan adik kakaknya, ya kali aja dia cuma basa basi,” komentar Naomi santai.

“Ikh, loe kok gitu sih. Emangnya loe nggak suka ya kalau gue punya pacar? Loe takut karena entar gue nggak temenan lagi sama loe. Iya kan?” tuduh Chacha langsung.

Sejenak Naomi terdiam sembari menghembuskan nafas lelah. Ini nih salah satu sifat sahabatnya yang tidak ia suka, gadis itu terlalu gampang menarik kesimpulan negative dari apapun yang terjadi.

“Bukan gitu, maksut gue. Loe jangan terlalu banyak mengharap dulu, nantinya kalau kenyataannya nggak gitu kan malah elo yang repot. Lagian kalau loe bisa jadian sama dia, gue adalah orang pertama yang paling seneng. Secara diantara semua orang yang ada di dunia ini, gue yakin banget kalau gue adalah orang yang paling tau betapa loe suka banget tuh sama pangeran berkuda putih itu.”

“He he he. Iya juga sih. Sory sory,” Chacha tanpak cengengesan.

Naomi hanya menggelengkan kepala tanpa membalas sama sekali karena sekilas ia melihat bayangan pak Gugun yang muncul dari pintu kelas. Tak lupa gadis itu memberi isarat pada sahabatnya untuk tutup mulut.

Selang waktu berlalu, saatnya pulang telah tiba. Naomi sedang membereskan tumpukan bukunya ketika tiba – tiba Chacha berdiri disampingnya dengan raut shock sehabis membaca pesan di handphonnya.

“Naomi bantuin gue,” gumam Chacha lirih.

“Chacha loe kenapa?” tanya Naomi tak mampu menghilangkan raut cemas di wajahnya.

“Gue harus gimana?” tambah Chacha yang makin membuat Naomi bingung.

“Loe kenapa? Kalau ngomong yang jelas donk,” Naomi tanpak gusar.

“Kak Adit ada didepan.”

“He?” Naomi mengernyit heran. Adit? Pangeran berkuda putih idolanya Chacha? “Kok bisa? Loe tau dari man?”

“Kakak gue barusan SMS. Dia bilang dia ada rapat di kampus. Makanya itu dia minta Kak Adit buat ngejemput gue. Astaga, sekarang gue harus gimana?”

Kali ini Naomi tak mampu menahan diri untuk tidak memutar mata saat melihat ulah sahabatnya. Ya ampun jadi Chacha udah kayak orang kesambet gitu cuma karena Adit?

“Ya elah Cha. Loe santai aja kenapa, nggak usah lebai gitu deh. Kan dia cuma jemput loe doank.”

“Ikh elo. Nggak ngerti banget sih. Maka nya jatuh cinta,” balas Chacha yang membuat Naomi menyesal menasehatinya.

“Terus? Sekarang loe mau gue ngapain?” tanya Naomi akhirnya.

Kepala Chacha mengeleng. Entah karena ia juga tidak tau atau isarat untuk Naomi agar tidak melakukan apa – apa.

“Loe diem aja, nggak usap ngapa – ngapain.”

Sumpah, kalau bukan karena Chacha sudah jadi sahabatnya sejak jaman TK dulu, pasti saat ini gadis itu sudah ia maki habis – habisan. Secara tadi yang kelabakan minta bantuan siapa la sekarang yang di suruh diem siapa.

“Ya sudah kalau gitu. Kita keluar yuk. Loe bilang tadi dia udah di depan kan? Dari pada nanti dia kelamaan nunggu. Sekalian gue juga pengen tau tu orangnya gimana. Loe kan belom pernah ngenalin ke gue,” kata Naomi sambil bangkit berdiri, siap untuk berlalu tapi tangan Chacha sudah keburu manariknya dengan kuat. Membuat gadis itu kembali terduduk heran.

“Nggak – nggak – nggak. Loe tetep disini!” kata Chacha tegas. “Loe nggak boleh ketemu sama dia sebelum gue resmi jadian,” sambung Chacha sebelum mulut Naomi sempat terbuka untuk protes.

“Kenapa? Gue kan sahabat loe?”

“Justru karena loe itu sahabat gue lah makanya gue nggak mau loe kenalan sama dia. Gue nggak keberatan kalau sejak jaman dulu rangking loe selalu diatas walau gue udah belajar mati matian buat bersaing sama loe. Gue juga sama sekali nggak keberatan waktu gue kalah bersaing sama loe buat jadi wakil sekolah kita tanding cerdas cermat kemaren. Pokoknya gue sama sekali nggak pernah merasa keberatan untuk terus bersaing sama loe dalam hal apapun selama ini. Tapi kecuali untuk masalah yang satu ini, gue nggak mau dan nggak akan pernah rela kalau gue juga harus bersaing sama loe untuk mendapatkan orang yang gue suka.”

Mulut Naomi mangap mendengar penjelasan panjang lebar dari Chacha. Ternyata benar dugaannya selama ini. Sahabatnya itu adalah orang yang super lebay.

“Please deh Cha, mbok ya lebaynya itu di kurangi dikit. Gue kenal juga enggak. Tau dia itu juga cuma dari loe yang tiap hari nyinyir. Terus harus bersaing apanya?”

“Pokoknya gue nggak mau loe kenal sama dia sebelum gue jadian. Titik,” balas Chacha ngotot. “Ya secara Kak Adit kan keren, baik, cakep, tinggi sama sopan serta bertanggung jawab juga. Kali aja loe begitu liat dia langsung merasa love at first sight gitu. Kan nggak lucu kalau ujung – ujungnya gue masih harus bersaing sama loe buat ngedapatin dia. Tanpa saingan aja gue belom dapat – dapat apalagi kalau kalau harus bersaing. Sama sahabat sendiri lagi. Apa kata dunia?”

“Suka – suka loe aja deh. Pergi gih sono. Ngebawel aja,” usir Naomi, Chacha hanya tersenyum tiga jari sebelum kemudian berlari keluar. Meninggalkan sahabatnya yang masih berdiri terpaku di tempat.

Begitu Chacha hilang dari pandangan, Namoi segera membereskan bukunya yang masih berada di meja. Berniat untuk menuruti permintaan sahabatnya, Naomi justru malah jadi penasaran tentang pria yang bernama Adit itu. Akhirnya, dengan cepat ia segera menyelesaikan urusannya dan langsung lari keluar kelas.

Tiba di luar Naomi tanpak cingak – clinguk (????) sendiri mencari sosok sahabatnya sampai kemudian matanya terpaku kearah pintu gerbang sekolahnya. Tepat disana matanya menangkap wajah Chacha yang masih pasang tanpang malu – malu. Dan ketika Naomi mendapati siapa pria yang ada di hadapannya, gadis itu nyaris tidak bisa bernafas karena dadanya tiba – tiba merasa sesak. Jadi Adit itu…

“Kevin?” Naomi hanya mampu bergumam lirih. Hampir tidak mempercayai penglihatnnya sendiri. Mendadak gadis itu teringat pembicaraannya dengan pria itu beberapa waktu yang lalu.

“Gue juga heran kenapa loe bisa nggak tau.”

Jadi maksut Kevin tentang heran karena ia tidak tau adalah karena orang yang ia suka adalah Chacha? Sahabatnya sendiri? Astaga. Detik itu juga, Naomi merasa kalau semua semangat yang ia punya hilang entah kemana. Tubuhnya benar – benar terasa lemas, sama sekali tidak bertenaga. Dan gadis itu sama sekali tidak menyadari kalau kini tubuhnya sudah jatuh terduduk di halaman sekolah dengan tatapan nanar kearah pasangan yang baru saja berlalu meninggalkan sekolahnya.

Bahkan sebelum ia tau kalau sahabatnya menyukai Adit, sebelum ia tau kalau Adit dan Kevin adalah orang yang sama. Sebelum Kevin mengatakan kalau ia menyukai seseorang. Sebelum Chacha mengatakan tidak ingin bersaing dengan dirinya. Diatas sebelum semua itu terjadi, Naomi sudah terlebih dahulu menyadari satu hal. Satu hal yang ia tau ia tidak akan salah. Satu hal yang selalu di jadikan alasan kenapa ia tidak mau perpacaran selama ini. Satu hal yang ia tau pasti. Bahwa ia menyukainya. Tepatnya, Naomi mencintai Kevin. Kevin Aditiya, sahabat sekaligus tetangga depan rumahnya.

Ending….

Apa ini? Entahlah. Namanya juga ide dadakan yang asal ketik (????) yang langsung selese. Tapi nggak papalah. Anggap aja selingan sebelum memunculkan cerpen {Bukan} sahabat jadi cinta part selanjutnya. Oke?

Follow me at Twitter @ana_merya

Lanjut Baca : || ||

Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

Share :