Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Remaja Terbaru "That Girl is mine" ~ 05

Ceritanya aktif lagi di dunia blog, so buat yang nungguin lanjutan dari cerpen That Girl Is mine bagian ke lima udah bisa langsung simak kebawah. Sementara buat reader baru, kali aja bingung dengan jalan ceritanya, biar nyambung mendingan baca dulu bagian sebelumnya disini. Happy reading ya....

That Girl is mine

Saat jam istirahat, Airi sengaja menyingkir dari Kiara dan Iris. Bukannya apa, ia sedang tidak dalam mood untuk menjawab pertanyaan kedua temannya yang sering kepo, Knowing Every Particular Object alias ingin tau urusan orang. Selain itu, Airi juga tidak ingin ada yang melihatnya saat ia menemui Kei.

Iya, benar. Airi memang berniat untuk menemui pria menyebalkan itu. Apalagi alasannya selain untuk mengembalikan jaket yang katanya mahal dan di impor langsung dari Korea. Menyebalkan.

Taman belakang sekolah menjadi tujuan Airi yang pertama. Sayangnya gadis itu tidak menemukan sosok yang di cari. Setelah berpikir sejenak, ia berjalan kearah kantin. Biasanya kan kebanyakan siswa akan menghabiskan waktu di sana.

Setelah mengedarkan pandangan kesekeliling, Airi mengernyit. Kenapa pria itu tidak ada ketika di cari tapi justru malah muncul di hadapan saat tidak di inginkan. Sembari berbalik, Airi berpikir. Menebak dimana kira kira keberadaan pria itu. Kalau ia tidak salah mengingat, Kei adalah siswa kelas III, satu tingkat di atasnya. Apa sebaiknya ia cari kesana?

Secepat ingatan itu mampir, secepat itu juga ia buang jauh jauh. Nyamperin Kei kekelasnya merupakan hal terakhir yang akan ia pilih. Kalau sampai ia benar benar melakukan hal itu, bisa bisa gosip akan menyebar. Dan yang namanya gosip kan kadang suka kejam namun banyak salahnya. Kalau sampai dikira ia nyamperin pria itu karena suka padanya kan gawat.

Sambil terus melangkah Airi tetap menoleh kesekeliling. Hampir santaro sekolah sudah ia kelilingi tapi yang di cari tidak tampak juga. Bahkan sisa waktu istrihat juga tinggal dikit. Ditatapnya bikisan ditangan dengan perasaan dongkol. Mungkin sebaiknya jaket itu ia buang saja.

"Sorry, ada lihat Kei nggak?" akhirnya Airi memilih untuk bertanya kepada seseorang yang kebetulan lewat di hadapannya.

Sosok yang di panggil tidak langsung menjawab. Pria itu terlihat perpikir sambil mengamati raut wajah Airi. Menebak siapa gadis itu. Tak urung sikapnya membuat Airi menyesal bertanya. Kalau sampai tu orang biang gosip bisa gawat. Sebaiknya ia tarik kembali pertanyaannya.

"Maksut loe Kei Takesima?" pertanyaan balik membuat Airi mengangguk. "Kalau nggak salah si tadi gue liat dia di atap."

Airi mengernyit, baru kemudian mengangguk sembari mengucapkan terima kasih. Tak memberi kesempatan pria itu untuk mencari tau siapa dirinya ia segera melesat pergi. Atap yang di maksud pria itu pastilah atap gedung sekolahnya. Tempat yang biasa di gunakan oleh anak anak untuk membolos sambil tiduran ataupun merokok diam diam.

Begitu tiba di atas, Airi mengedarkan padangan kesekeliling. Sebelah tangannya terangkat untuk menghalangi sinar matahari yang terasa silau. Kosong, tidak ada. Mungkin sebaiknya ia menyerah.

"Nyariin gue?"

Heran Airi menoleh kesekeliling. Tidak ada siapa siapa? Jangan bilang kalau itu adalah suara dari hantu penunggu sekolah. Tanpa diminta bulu kuduknya langsung berdiri.

"Hei."

"Aaaa..." Airi melompat kedepan sembari berteriak ketika mendapati ada seseorang yang menepuk bahunya. Rasa takut dan kagetnya barusan berubah menjadi amarah ketika melihat Kei yang berdiri sembari menatap heran dirinya.

"Loe..." tunjuk Airi. Jeda sesaat karena gadis itu sedang mecoba untuk meredakan debaran jantungnya yang masih mengila karena kaget. "Mau loe apa sih?" geramnya.

Bukannya menjawab, Kei justru malah menaikan sebelah alisnya. Matanya mengamati raut wajah Airi dengan seksama. Sepertinya gadis itu benar benar kaget. Pemandangan itu tak urung membuatnya tersenyum. "Justru gue yang mau nanya, loe ngapain kesini? Nyariin gue?"

Seolah baru sadar, Airi membuang muka. Dihelanya nafas untuk sejenak baru kemudian tangannya terulur, menyodorkan bingkisan yang sedari tadi ia bawa?

"Apa?" tanya Kei walau tak urung mengabil bingkisan tersebut. Melongok isinya sementara Airi hanya menatapnya dalam diam.

"Oh jaket gue," angguk Kei sambil kembali menatap kearah Airi. "Udah loe cuci kan?"

Airi mendengus. "Udah," balasnya singkat. Matanya menatap curiga kearah Kei, terlebih ketika menyadari kalau pria itu melangkah mendekat. Tanpa sadar ia melangkah mudur.

"Loe... loe mau apa?"

Sialan, Airi hanya mampu memaki dirinya sendiri dalam hati. Kok dia jadi lemah gini sih?

Kei tersenyum, menatap tingkah Airi dengan geli. "Masih nggak ada ma kasih juga?"

Airi membuang muka sambil memutar mata. "Ma kasih? Kenapa harus?" tantangnya balik. Sudah cukup, ia tidak akan terintimidasi lagi oleh pria songong itu. "Loe aja nggak ada minta maaf sama gue?"

"Minta maaf?" Kei mengerutkan kening bingung. "Memangnya gue salah apa?"

Airi mendelik. Ni orang pake nanya lagi. Lupa apa dia dengan apa yang di lakukannya malam itu. Belum lagi ucapannya yang semena mena.

"O... Gue inget," Kei menjentikan jari, tatapan Airi menyipit. "Waktu gue bilang aset loe bagus?" Kei mengangguk angguk paham.

Airi kembali membuang muka. Wajahnya terasa panas. Memangnya harus di pertegas ya? Kan cukup minta maaf saja.

"Kenapa gue harus minta maaf? Gue kan muji elo," gumam Kei angkat bahu. Tatapan tajam Airi langsung ia dapatkan. Mulut gadis itu bahkan terbuka tidak percaya.

"Daripada gue bilang dada loe rata."

Kesabaran Airi habis. Tangannya bergerak melemparkan pukulan. Tapi seperti sebelumnya, Kei berhasil mengelak. Bahkan setelah berkali kali Airi melancarkan usahanya, tidak ada satupun pukulannya yang tepat sasaran. Membuat gadis itu makin kesel.

Memanfaatkan jurus bela diri yang di ajarkan, Airi berniat untuk melumpuhkan pertahanan Kei. Hanya sepertinya ia terlalu meremehkan kemampuan pria itu. Karena yang terjadi justru malah sebaliknya. Kei berhasil mencekal gerakannya. Bahkan tangan pria itu kini mengengam lengannya erat. Menguncinya untuk tidak bergerak.

"Loe tau?" Kei menarik paksa tubuh Airi, menghilangkan jarak diantar mereka. "Gue suka cewek hardcore," sambung pria itu berbisik di telinganya.

Airi melotot, Kei benar benar cowok kurang ajar. Dikerahkannya seluruh tenaga yang ia punya untuk meloloskan diri. Bahkan rela mengeluarkan jurus membabi buta. Membuat Kei akhirnya melepaskan cekalannya. Saat Airi yakin ia bisa melemparkan pukulannya. Yakin banget kalau kali ini pasti kena, entah bagaimana kakinya justru malah tersandung oleh kaki Kei. Entah itu gerakan sengaja atau tidak, yang jelas itu membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Airi awas."

Bukannya waspada, Airi justru malah menepis tangan Kei yang berusaha untuk meraih tubuhnya. Membuatnya kali ini sukses mendarat di lantai yang keras hingga menimpulkan bunyi gedebam. Gadis itu meringis, ia tidak bercanda. Kakinya benar benar terasa sakit.

"Airi, loe nggak papa?"

"Pergi loe," Airi lagi lagi menepis tangan Kei yang berniat membantunya. Gadis itu menatap tajam kearah pria itu yang kini masih menatapnya dalam. Membuatnya sama sekali tidak berkutik. "Jauh jauh loe dari... Aaa," ucapan Airi terpotong dengan sendirinya. Tadinya ia ingin bangkit sendiri, tapi rasa sakit di kaki kembali berdenyut. Yakin, pasti terkilir.

"Jangan bergerak," Airi ingin protes ketika Kei dengan semena - mena memerintah dirinya. Apalagi tanpa permisi pria itu meraih kakiknya sebelum kemudian dengan cekatan melepaskan sepatu dan kaos kaki yang ia kenakan. Parahnya rasa sakit menahannya melakukan hal itu. Bahkan ia sampai harus memejamkan mata dan mengigit bibirnya.

"Kayaknya terkilir deh," gumam Kei.

Airi membuka mata. Bertatapan langsung dengan mata Kei yang juga sedang menatapnya. Kalau sebelumnya ia ragu, kali ini ia yakin. Pria itu serius merasa cemas dan khawatir.

"Maafin gue ya, gue nggak sengaja."

Untuk sejenak, Airi terpaku. Nada tulus dari suara Kei meluruhkan amarahnya. Terlebih ketika pria itu kini kembali mengalihkan perhatian kearah pergelangan kakinya sembari memberikan pijatan ringan. Membuat Airi makin bungkam dan membiarkan pria itu melakukannya selama beberapa saat. Terlebih ia juga mulai merasa lebih baik.

"Oke nggak papa. Sekarang udah lebih baik," gumam Airi sembari menarik kakinya. Kali ini Kei manut, melepaskan gengamannya. Pria itu hanya diam saja ketika Airi mengambil kembali kaos kaki dan sepatunya. Kembali mengenakan dengan sesekali meringis menahan sakit. Setelah selesai, gadis itu bangkit berdiri.

"Gue bantuin."

Lagi! Tanpa permisi, Kei meraih sebelah tangan Airi baru kemudian menempatkannya sedemikian rupa melingkari lehernya.

"Gue bilang, gue bisa... Gleg."

Ucapan Airi terpotong. Gadis itu menelan ludah ketika tiba tiba Kei menoleh. Ia memang tidak bicara apa apa, tapi tatapannya sudah cukup untuk membuat Airi bungkam. Tatapan itu terasa seperti... Akh entahlah. Yang jelas, Airi hanya mampu bertahan lima detik, baru kemudian menunduk.

Masih tanpa suara, Kei mulai melangkah perlahan. Airi tentu saja melakukan hal yang sama. Dalam hati gadis itu tak henti merutuki diri. Ia benar benar tidak suka dengan kenyataan menjadi terlihat lemah seperti ini.

"Kei?" dari pada kaget melihat kemunculan sahabatnya yang kesakitan karana di papah, Kiara justru lebih kaget dengan kenyataan siapa yang membantunya. Kei bahkan bela belain mengantar Airi hingga tiba di bangkunya.

"Airi loe kenapa?" Iris menoleh kearah Airi. Baru kemudian kembali menatap kearah Kei, karena Airi sendiri memilih bungkam.

"Kakinya keseleo. Tolong jagain ya?"

Kiara dan Iris saling pandang. Dengan kening yang berkerut mereka kembali menoleh kearah Kei. Tapi yang di tatap hanya tersenyum baru kemudian berbalik pergi. Ketika menoleh kearah Airi, gadis itu malah menunduk sambil mengeluarkan buku - bukunya.

"Maksut tu orang barusan apa sih?" Kiara bertanya kepada Airi.

"Tau."

"Iya, pake minta kita buat jagain elo segala. Emangnya apa urusannya sama dia?" Iris ikutan bergumam.

"Airi, loe sama Kei punya hubungan apa sih?" tanya Iren, cewek blasetar jawa sunda yang duduk tepat di depan Airi. Tak urung hampir seisi kelas juga menoleh kearah Airi. Ikut penasaran dengan jawaban yang akan gadis itu berikan.

"Apaan sih. Emangnya gue kelihatan punya hubungan sama tu orang apa?" kesel Airi jengah.

"Emang iya," jawaban koor seisi kelas tak uruang membuat Airi memutar mata. Membuatnya makin merasa kesel. Untung saja tak berapa lama kemudian guru kelasnya masuk. Membuat teman temannya mau tak mau harus berhenti merecoki dirinya.

"Ar, kok tadi Kei bisa bantuin loe?" bisik Kiara. Tak perduli sedang belajar, ia tetap bertanya. Bagaimanapun ia penasaran ingin tau. Belakangan temennya aneh. Katanya benci sama Kei, tapi kok berurusan lagi sama dia.

"Gue celaka juga gara gara dia."

"Maksut loe?" Kiara menoleh.

"Udah, males gue bahas. Loe mending diem sambil nyatat aja gih."

Kiara memberengut sebel. Airi apa banget sih. Ia kan beneran penasaran. Katanya mereka temen, tapi temen kok gitu. Namun begitu, Kiara tidak memaksa. Setidaknya, tidak sekarang.

Bel pulang terdengar, dengan langkah sedikit pincang, Airi berjalan menyusuri koridor. Kedua temannya masih ngebanyol tentang apa yang terjadi tapi sama sekali tidak ia indahkan. Toh nanti kalau sudah cape, diem sendiri.

"Loe beneran nggak papa nih pulang pake bus sendirian?" tanya Kiara sambil duduk di halte bareng Airi yang masih menunggu bus di halte.

"Nggak papa. Cuma keseleo gini juga," senyum Airi. Tangannya meraih tas miliknya yang sedari tadi di bawa oleh Iris.

"Udah, kalian pulang aja dulu. Tuh, bus kalian juga udah datang kan," tunjuk Airi kearah bus yang ada di seberang jalan. Kebetulan arah rumahnya dan kedua temannya berbeda.

"Nggak papa nih, kita tinggal?" tanya Iris sekali lagi.

Airi mengangguk sembari mengangkat tanganya membentu huruf 'O". Tak lupa ia tersenyum untuk menyakinkan. Setelah saling pandang untuk sejenak, Iris dan Kiara mengangguk setuju.

"Jangan lupa, kalau ada apa apa kabarin," kata Iris sebelum berlalu.

Setelah kedua temannya pergi, Airi menunduk. Memberi pijatan ringan kearah kakinya. Gadis itu sedikit meringis. Sakit gini gimana ia bisa kerja? Tak lama kemudian, bus yang di tunggu lewat. Dengan perlahan Airi bangkit, masuk kedalam bus. Untung saja masih ada bangku kosong di belakang jadi ia tidak perlu berdiri.

"Loe?" Airi nyaris tidak percaya dengan sosok yang kini berada disampingnya begitu ia duduk. Kei? Lagi - lagi orang itu. Kapan ia munculnya?

Yang ditatap hanya menoleh sekilas, sembari angkat bahu. Kemudian duduk santai disampingnya.

"Kenapa sih loe ngikutin gue mulu?"

"Kaki loe nggak papa?" dari pada menjawab, Kei lebih memilih untuk memberikan pertanyaanya sendiri.

"Bukan urusan loe!" Airi tidak menutupi sama sekali rasa tidak sukanya,

Untuk sejenak suasana hening. Airi mengalihkan tatapannya kearah luar jendela. Mungkin sebaiknya ia diam saja. Mengangap kalau Kei tidak ada disampingnya. Yah, dari pada ia harus emosi.

"Loe masih tetap mau kerja?" tanya Kei beberapa saat kemudian. Airi hanya menoleh tanpa menjawab. Ia sudah bilang bukan, lebih baik ia menganggap Kei tidak ada.

"Sebaiknya loe minta izin dulu. Dari pada kaki loe makin sakit," ujar Kei lagi. Ungakapan itu tak urung membuat Airi mendengus.

"Airi, loe dengerin gue kan?"

Airi menghela nafas. Gimana caranya bersikap Kei tidak ada kalau ujung ujungnya tu orang ngomong mulu.

"Kalau gitu nggak ada pilihan lain. Biar gue yang bilang sama bos loe."

Dengan cepat Airi menoleh. Memberikan tatapan tidak sukanya kearah Kei yang kini juga sedang menatapnya. "Kenapa gue harus?"

"Karena kaki loe sakit," sahut Kei santai.

"Terus kenapa? Apa pedulinya sama loe?"

Kali ini Kei tidak langsung menjawab. Matanya masih menatap kearah Airi. Hanya menatap. Untuk beberapa saat suasana diantara mereka kembali hening. Jengah, Airi berniat untuk mengalihkan tatapannya namun urung ketika ia mendengar Kei bergumam lirih.

"Loe bener. Kenapa gue peduli?"

Airi mengernyit. Ia tau yang barusan itu kalimat tanya. Tapi dari nada yang Kei gunakan, sepertinya kalimat itu bukan untuknya. Terlebih ketika melihat raut pria itu yang tampak sedang perpikir begitu.

"Nah, gue bener kan? Untuk itu sebaiknya loe..."

"Apa jangan jangan karena gue suka sama loe?"

Kalimat Airi mengangtung tanpa tau harus di lanjutkan seperti apa. Gadis itu mendelik kearah Kei yang masih belum mengubah ekpresinya.

"Apa?" dari pada memikirkan kalimat lanjutannya, Airi lebih memilih untuk bertanya.

"Gue suka sama loe."

Jawaban itu lebih lirih dari sebelumnya, tapi entah bagaimana justru terdengar lebih tegas. Membuat mata bening Airi menjadi tidak berkedip. Mengabaikan seisi penghuni bus yang lain, Airi merasa mereka seolah hanya di tinggal berdua. Untuk sejenak keduanya hanya bertatapan dalam diam. Baru kemudian...

"Huwahahahha..." tawa Airi pecah. Gadis itu bahkan sama sekali tidak perduli dengan tatapan kesel Kei padanya ataupun perhatian dari penghuni bus lainnya yang kini menatapnya heran.

"Apanya yang lucu?" kesel Kei atas ulahnya.

"Loe bilang apa barusan?" tanya Airi sambil berusaha menahan tawanya. "Loe suka sama gue? ha ha ha," gadis itu kembali tertawa. "Nggak lucu," sambungnya spontan menghentikan tawa. Bahkan beserta seluruh jejaknya. Kali ini ia membalas tatapan Kei.

"Gue juga nggak merasa pernah bilang kalau gue bercanda," Kei angkat bahu.

"Sumpah, ini tu nggak masuk akal. Emangnya apa yang bikin loe suka sama gue?"

"Emang nggak masuk akal sih," untuk kedua kalinya Kei bergumam sembari menyetujui pendapat Airi. "Loe itu cewek sadis, galak, keliatannya juga nggak suka banget sama gue. Terus penampilan loe juga biasa biasa aja, nggak cantik - cantik amat. Jauh dari feminim dan sama sekali bukan tipe gue."

Apa apaan ini. Jawaban itu tak ayal membuat Airi makin gondok. Walaupun.... Emp, baiklah. Mungkin itu emang benar. Tapi mendengar itu keluar dari mulut Kei _ yang terang terangan baru bilang suka pada dirinya _ tentu saja terasa aneh. Ngeselin juga.

"Tapi mungkin karena itu loe malah jadi lebih menarik. Karena loe jadi terlihat berbeda dari pada cewek lainnya."

Makian Airi yang sudah siap di muntahkan kembali tertelan ke perut mendengar kalimat lanjutan dari mulut Kei barusan. Pikirannya mendadak blank sementara matanya sendiri tidak bisa di alihkan dari hadapan.

"Jangan bercanda sama gue. Loe itu..."

"Gue udah bilang tadi kalau gue serius," potong Kei sebelum Airi menyelesaikan ucapannya.

"Akh terserah loe deh," Airi akhirnya melepaskan kontak mata diantara mereka. "Yang jelas gue nggak suka sama loe. Benci banget malah."

"Gue tau."

Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Kei sebelum kemudian keduanya terdiam. Masing masing tengelam dalam pikirannya sendiri.

Next Cerbung That Girl is Mine Part 6

Detail Cerbung

Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

Post a Comment for "Cerpen Remaja Terbaru "That Girl is mine" ~ 05"