Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Cinta Ketika cinta harus memilih ~ 15

Baiklah, ni blog lama lama kok jadi makin terbengkalai aja yak kesannya. Wkwkwkkwkasiansekali. Tapi yah mau bijimana lagi ya kan? Namanya juga hidup bukan cuma di dunia maya, tapi dunia nyata juga. So masalah bagi waktu kadang emang rada susah. Cius deh. Termasuk buat ngeposting Cerpen Cinta Ketika cinta harus memilih ini. Tapi nggak papa lah. Toh pada akhrinya muncul juga walau emang rada molor dari biasanya.

Baiklah, biar nggak terlalu kebanyakan bacod, mending langsung simak aja yuk. Untuk yang belum baca bagian sebelumnya bisa langsung di cek pada cerpen ketika cinta harus memilih part 14. Happy reading....


Cerpen Cinta Ketika cinta harus memilih

Jantung cinta berdetak cepat saat mobil yang di kendarai berhenti di depan sebuah rumah yang tak terlalu besar. Matanya menatap kearah pintu rumah yang tetutup. Mungkinkah di balik pintu itu ia akan bertemu dengan orang yang selama ini di cari dan di rindukannya?.

“Cinta, ayo . Kita sudah sampai” Ajakan pak Alvino yang membukakan pintu mobil menyadarkannya. Sambil tersenyum kikuk ia mengangguk. Berjalan di belakang pak alvino menuju kerumah.

Begitu sampai didepan pintu Pak alvino tampak berjongkok di dekat vas bunga. Mengambil kunci yang terselip disana.

“Dia memang sengaja menyembunyikan kunci rumahnya di sini. Karena aku memang sering mampir kesini”.

Cinta hanya mengangguk dalam diam. Sama sekali tidak berkomentar.

Setelah mempersilakan cinta duduk ia segera permisi kebelakang. Untuk membuat air minum. Tidak lupa ia mejelaskan pada cinta untuk menunggu karena sepertinya sang pemilik rumah yang ingin di temui masih belum pulang. Mungkin sebentar lagi.

Sambil menunggu cinta menatap kesekeliling. Menatap foto yang tampak terpajang di dinding dan diatas meja. Matanya tertuju kearah sebuah foto dengan freame warna biru. Fotonya yang sedang tetawa sambil menikmati eskrim berdua di sebuah taman. Tampa sadar bibirnya tetarik membentuk sebuah lengkungan melihatnya.

Lima menit sudah pak alvino berada di dalam. Cinta menunggu dengan harap – harap cemas. Ketika pintu depan terbuka ia segera menoleh. Menatap lurus kearah seseorang yang baru masuk yang kini juga sedang menatapnya intens. Kedua tangannya terlihat mengucek – ucek matanya. Takut kalau semua itu hanya mimpi. Setelah yakin itu semua nyata dengan cepat ia berjalan kerah Cinta dan berhenti tepat di hadapannya.

“Cnta?”

Saat bibir itu berucap dengan cepat Cinta bangkit berdiri. Memeluk sosok yang berdiri didepannya dengan erat. Air matanya sudah menetes entah sejak kapan. Dengan susah payah mulutnya terbuka.

“Kak Rio....”

Alvino menghentikan langkahnya. Membatalkan niatnya untuk langsung kedepan mengantarkan minuman yang sudah di buat saat mendapati pemandangan yang ada di hadapannya. Diam – diam ia ikut tersenyum bahagia. Akhirnya Adiran, Rio Adrian, sahabat karbinya kini sudah menemukan Cinta. Adik kandungnya yang selama ini di carinya. Tak ingin mengganggu keduanya Alvino kembali ke belakang. Membiarkan keduanya untuk menikmati pertemuan mereka kembali.

*** Ketika cinta harus memilih ***

Setelah terlebih dahulu menarik nafas sejenak dan menenangkan detak jantungnya yang berdebar dengan keras Rangga mengetuk daun pintu yang tertutup itu. Menunggu beberapa detik. Detak jantungnya makin keras ketika mendengar langkah kaki yang mendekat. Sedikit lega saat mendapati senyum di wajah wanita paruh baya yang kini berada di depannya.

“Rangga?”

“Pagi tante?” Sapa Rangga sambil menunduk hormat.

“Oh, pagi."

“E....Cinta nya ada kan tante?. Rangga ke sini mau menjemput buat berangkat kuliah bareng” Kata Rangga lagi.

“Cinta?. Dia kemaren minta izin sama tante untuk menginap di rumah temannya karena ada tugas kuliah yang harus di selesaikan. Memangnya dia nggak cerita sama kamu.”

“Ha?” Rangga kaget. Tapi beberapa saat kemudian ia kembali berusaha bersikap biasa – biasa saja. Tak ingin terlalu menarik perhatian wanita itu.

“Gitu ya tante. Tapi Cinta memang nggak bilang”

Kening mama Cinta tampak berkerut bingung.

“Kalau gitu Rangga pamit dulu aja tante. Soalnya Rangga juga harus kuliah” Pamit Ranga.

“Iya, Hati – hati dijalan” Balas Mama cinta sebelum Rangga benar – benar berlalu.
Sepanjang jalan menuju kampus Rangga terus menebak – nebak di mana keberadaan Cinta. Bahkan tanpa sadar ia sudah sampai di pelataran parkir. Apa mungkin Cinta kembali menginap di rumah kasih?. Pikirnya.

Ketika Rangga menoleh kearah pintu gerbang matanya menangkap sosok kasih yang baru turun dari bus. Dan Rangga merasa heran sekaligus khawati saat mendapati Kasih yang hanya berjalan sedirian. Jadi kemungkian Cinta bersama nya kecil. Atau Cinta sakit lagi makanya ia tidak masuk.

Tepat saat ia berniat untuk menyapa gadis itu matanya sudah telebih dahulu menemukan objek yang langsung menarik perhatiannya. Dan bukan hanya matanya yang terbuka lebar tapi hampir milik semua teman – temannya yang juga melihat kehadiran Cinta yang baru turun dari motor yang biasanya di tempati oleh pak Alvian.

“OMG?!. Cinta?. Sama Adrian?” Mata Rangga menyipit saat mendengar suara berisik di dekatnya.

“Kenapa si lagi – lagi tu anak selalu dapatin idola kampus kita. Dulu Erwin dia tolak. Terus dia beralih ke’Rangga. Dan belum ada seminggu kabar putusnya mereka, kemaren gosipnya dia pulang bareng pak Alvino. Sekarang apa lagi, kenapa dia malah diantar sama Adrian?” Balas Mahasiswi yang lainnya.

Dan Rangga sama sekali tidak ingin mendengar kelanjutan dari pembicaraan itu. Tangannya terkepal Erat. Dengan hati masih kesel ia segera melangkah menuju kekelasnya.

*** Ketika cinta harus memilih ***

Setelah pertemuan Cinta dan Rio atau yang lebih di kenal dengan nama Adrian, Cinta tidak langsung pulang. Begitu banyak hal yang ingin ia tau dan ia ceritakan pada kakaknya itu. Bahkan ia sampai memutuskan untuk menginap. Tak heran jika paginya Rio mengatarnya kekampus. Mustahil cinta berangkat bareng pak Alvino karena Pak alvino memang tidak tinggal bersama. Ia hanya kebetulan berteman akrab dengan Rio sejak mereka di paris. Tempat dimana Rio dan Alvino kuliah. Karena selain keren, Kemampuan kerja otak Rio juga memang di atas Rata – rata, tak heran jika ia mendapatkan beasiswa keluar negeri. Itu juga alasan kenapa Cinta selam ini tidak dapat menemukannya selama di indonesia.

Begitu Rio meninggalkan kampusnya, cinta melangkah masuk. Belum juga lima langkah ia terlebih dahulu di hadang oleh beberapa teman – teman cewek nya yang sedari tadi memang memperhatikan semua tingkah lakunya.

“Apa hubungan loe sama Kak Adrian?” Tuding mereka langsung.

“Dan kenapa loe kemaren juga deket sama pak Alvino. Apa loe ngerayu dia supaya bisa ngedeketin kak adrian."

“Gue cuma....”

“Cuma apa!” bentak cewek yang berbaju kuning itu kesel.

Dan cinta pasti sudah jatuh sekiranya tidak ada seseorang yang kini menahan di belakangnya. Dan saat berbalik.

“Erwin?”

“Kalian apa – apaan si” Bentak Erwin kearah orang – orang yang tadi menahan cinta.

“Loe nggak usah belain cewek murahan kayak dia. Memangnya setelah loe di tolak mentah – mentah loe masih mau bantuin dia."

“Masalah di tolak atau nggak itu urusan gue sama dia. Nggak ada urusannya sama kalian. Yang harus kalian pikirin itu adalah berhenti menganggu cinta, atau gue akan melaporkan ini kepihak kampus. Percayalah ini bukan Cuma ancaman” Kata Erwin datar tapi terdengar tegas.

Dengan kesel semua yang sedari tadi berusaha menganggu cinta satu persatu berlalu pergi.

“Cinta, loe nggak papa kan?” tanya erwin lagi.

“Nggak kok. Gue nggak papa. Ma kasih ya” Sahut cinta sambil menunduk. Erwin membalas sambil tersenyum.

“Kalau gitu gue kekelas dulu ya” Pamit Cinta tanpa sempat Erwin tahan.

Erwin hanya angkat bahu saat mendapati cinta yang semakin berlalu. Sebelum berbalik matanya tak sengaja menangkap sosok kasih yang berjalan tak jauh darinya. Setelah berpikir beberapa saat ia segera menghampiri gadis itu. Lima belas menit kemudian barulah ia benar – benar melangkah menuju kekelasnya. Tanpa sadar sepanjang perjalanan ia tersenyum.

Setelah beberapa menit yang lalu mendengar cerita yang keluar dari mulut Erwin dengan cepat Kasih berjalan menuju kekelasnya. Bahkan setengah berlari. Ia ingin cepat – cepat menemui sahabatnya itu. Memastikan bahwa sahabatnya dalam keadaan baik – baik saja.Namun sebelum ia sempat bertanya – tanya, Pak Tejo sudah terlebih dahulu mucul di ambang pintu. Dengan kesel kasih membatalkan niatnya. Terpaksa mendengarkan penjelasan mata kuliah yang di ajarkan.

“Cinta, ada yang ingin gue tanyain ke elo."

Cinta yang sedang membereskan buku – bukunya segera menoleh. Mendapati Kasih yang ada di sampingnya dengan tatapan cemas. Namun cinta justru membalas nya dengan senyuman manis.

“Kebetulan gue juga pengen cerita sama loe."

“Oh ya?. Apa?” Tanya Kasih penasaran. Apalagi saat mendapati senyuman lebar di wajah Cinta.

“Gue sudah ketemu sama kakak gue” Terang Cinta langsung.

“Ha?. Benarkah?” Tanya Kasih tak percaya. Dan Cinta mengangguk mantap.

“Gimana ceritanya?” Kasih tampak antusias.

“Ini semua karena pak Alvino. Dia yang bantuin."

“Pak alvino?”

Lagi – lagi Cinta membalas dengan anggukan. Kasih terdiam. Sepertinya ia sedang berpikir.

“Tunggu dulu. Jangan bilang kalau Temennya pak Alvino itu kakak loe?”

“That’s Right."

“What?” Mulut Kasih terbuka tanpa suara. Sementara cinta sendiri justru tersenyum lebar.

“Oh, atau perlu gue kasi tau kalau kakak gue adalah orang yang membuat seorang kasih terpesona?” Tanya Cinta dengan tampang di buat serius. Tapi kasih justru menjitak kepalanya dengan keras. Bukannya marah Cinta justru malah tertawa. Rasanya menyenangkan bisa mengerjai sahabatnya yang satu itu.

*** Ketika cinta harus memilih ***

“Cinta kekantin yuk. Gue laper banget. Tadi pagi gue nggak sempet sarapan” Ajak kasih sambil bangkit berdiri. Kebetulan sebelum mata kuliah selanjutnya di mulai masih ada waktu 30 menit untuk istirahat.

“Yah, gue mau keperpus bentar. Ada buku yang pengen gue cari."

“O... Ya sudah. Kita ke perpus dulu. Gue temenin."

“Nggak usah, katanya loe laper. Ya sudah loe pergi aja dulu. Entar gue nyusul. Oke."

“Yakin nie?”

Cinta tidak menjawab. Ia hanya mennyatukan jari tengah dan jari telunjuknya membentuk huruf ‘o’. Melihat itu kasih hanya angkat bahu. Kemudian pamit berbalik ke kantin, sementara Cinta sediri juga bangkit berdiri. Melangkah dengan mantap kearah perpus. Setelah mendapatkan buku yang ia cari ia segera mengubah haluannya kearah kantin. Namun sebelum sempat ia mencapat tujuannya ada seseorang yang menghadangnya.

“Mau apa lagi loe?” tanya Cinta terdengar lelah.

“Ada yang ingin gue bicarain sama loe."

“Apa?”

“Nggak di sini."

“He...."

Tiada kalimat penjelasan yang Cinta dapatkan. Sebagai jawaban tangannya kini sudah di gengam erat. Dan bukan nya memikirkan tempat yang harus di tuju, Cinta justru harus mati – matian menahan debaran jantungnya. Astaga, kenapa hanya dengan berpegangan tangan bisa memerikan efek sebesar ini. Secara diam – diam Cinta melirik orang yang berjalan di sampingnya. Sebagian hatinya memaksanya untuk berontak, tapi sebagian yang lain justru malah memintanya untuk terus seperti ini.

Saat gengaman tanggan itu terlepas barulah Cinta menyadari kalau saat ini ia sudah berada di taman belakang kampus.

“Loe mau ngomong apa?” Tanya Cinta mengalah. Sudah hampir sepeuluh menit ia dan Rangga hanya duduk terdiam di bangku tanam. Hanya diam.

Rangga tidak menjawab. Ia bingung mau memulai dari mana padahal begitu banyak yang ingin ia tanyakan pada gadis itu.

“Gimana keadaan loe?” Tanya Rangga Akhirnya.

Cinta tersenyum sinis “Loe nahan gue Cuma buat nanyain itu doank?”

Melihat Rangga yang masih terdiam, bukannya menjawab Cinta segera berbalik. Sebelum ia berlalu Rangga sudah terlebih dahulu menahannya.

“Tentu saja tidak. Begitu banyak yang ingin gue tanyain sampe gue sediri bingung harus memulai nya dari mana."

Mendengar itu cinta menoleh, menatap Rangga yang menunduk. Sama sekali tidak mau membalas tatapannya.

“Gue beneran pengen tau gimana keadaan loe sekarang?. Gue pengen ngepastiin bahwa loe baik – baik saja. Gue ingin tau bagai mana kehidupan loe saat ini. Dan,....”

“Dan.....?” Tanya Cinta karena Rangga tidak melanjutkan ucapannya.

Setelah menarik nafas sejenak Rangga mengankat wajahnya, menatap lurus kewajah Cinta.

“Dan gue pengen tau kenapa loe kemaren pulang bareng pak Alvino. Gue juga ingin tau kenapa dari semalam loe nggak pulang ke rumah sementara justru tadi pagi loe malah bareng sama temennya pak Alvino yang jelas- jelas idola dadakan di kampus kita."

“Dari mana loe tau gue nggak pulang?” Cinta malah bertanya heran.

“Tadi pagi gue kerumah loe."

“Ha? Kenapa?” tanya cinta lagi.

“Ayolah cinta, ini bukan saat nya loe bertanya” Elak Rangga.

“Kasi gue alasan kenapa gue harus menjawabnya?”

“Tidak semua hal butuh alasan bukan?” Balas Rangga mengulang kalimat Cinta kemaren.
Cinta yang mendengarnya langsung menoleh, menatap Rangga juga yang kini menatapnya. Karena Rangga sama sekali tidak mengalikan tatapannya , Cinta menunduk. Menarik nafas berat baru kembali berucap.

“Gue baik – baik aja. Jadi loe nggak usah khawatir. Soal kehidupan gue, Nggak banyak berubah, masih sama seperti yang dulu. Dan kenapa gue pulang bareng pak Alvino?, itu karena dia tau di mana kak Rio. Kalau soal gue nggak pulang, gue bareng sama kak Rio, Seseorang yang mengantarkan gue tadi pagi."

“Maksut loe, temennya pak Alvino itu kakak loe? Bukannya namanya Adrian?” Tanya Rangga kaget sekaligus tiba – tiba merasa lega.

“Ya.... Adrian, Rio adrian” Balas cinta lagi.

Suasana kembali hening. Keduanya sama – sama terdiam sampai cinta kembali buka mulut.

“Gue sudah jawab semua pertanyaan loe, sekarang gue boleh pergi kan?” Tanya cinta lagi.

Saat tidak mendapati jawaban yang keluar dari mulut Rangga yang sepertinya masih terkunci cinta mengambil inisiatif untuk langsung melangkah.

“Loe nggak nanya alasan gue menanyakan ini semua?” Pertanyaan Rangga menhentikan langkah cinta.

“Loe tau kenapa menurut gue tidak semua hal harus ada alasannya?. Itu karena belum tentu alasan yang gue akan dapatkan seperti yang gue inginkan” Balas cinta tanpa berbalik dan segera berlalu. Meninggalkan Rangga yang masih terpaku, sama sekali tidak menahannya lagi.

Dari taman cinta langsung melangkah kearah kantin untuk langsung menemui kasih yang pasti menunggunya. Begitu sampai disana cinta justru malah membatalkan niatnya saat mendapati kasih ternyata tidak sedirian. Gadis itu tampak berbicara akrab pada erwin. Tak ingin menganggunya cinta segera berlalu pergi.

To be continue aja dulu ya, next adalah part terakhir. Tinggal mikirin lanjutannya cerpen kenalkan aku pada cinta atau bikin projek cerpen baru lagi. Itu juga kalau adminnya masih napus buat nulis... Wkwkwkwkkwkw

Salam, admin Lovely Star Night
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~