Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ketika Cinta Harus Memilih ~ 08 | Cerpen cinta

Okelah, cerita berlanjut sodara - sodara. Dan kali ini tiba giliran Ketika Cinta Harus Memilih Part 08. Wukakakka, udah pada nggak sabar ya pengen tau ceritanya?.

Ya dimaklumi aja reader semuanya ya. Kerjaan adminnya soalnya bukan cuma nulis cerpen doank. Secara adminya kan (Sok) sibuk dikit. Kebetulan resto lagi rame, jadi masalah blog emang untuk sejenak terabaikan. Tapi tetep, Admin akan tetap mengusahakan blog Star Night ini akan tetap update.

Oke, cukup segitu obrolan ngalor ngidulnya. Sekarang kita langsung ke cerpen, untuk yang belum baca part sebelumnya bisa di cek disini.


Ketika Cinta Harus Memilih

Setelah memastikan semua peralatan yang akan ia bawa lengkap Cinta melangkah keluar rumah untuk kekampus. Tidak perlu pamit pada siapapun karena saat ini jelas - jelas ia hanya di rumah sedirian. Sejak dua hari yang lalu mama juga sudah memutuskan untuk kerja. Melanjutkan dunia karirnya yang sempat terhenti setelah menikah.

Begitu keluar dari pintu gerbang Cinta menoleh kekanan dan kekiri. Diliriknya jam yang melingkar di tangan. Merasa heran, Tumben Rangga belum nonggol. Apa jangan - jangan hari ini dia tidak di jemput. Ya sudah lah, dari pada menunggu yang nggak jelas mendingan juga naik bus.

Dan tanpa pikir panjang lagi Cinta melangkah menuju halte yang tak jauh dari rumahnya. Setelah menunggu sekitar 15 menit bus pun muncul namun sebelum Cinta sempat melangkah masuk, sebuah teriakan yang memanggil namanya menginterupsi. Saat berbalik ternyata Rangga yang baru menyusul dengan motornya.

Membatalkan niat untuk pergi dengan bus, Cinta segera melangkah menghampiri Rangga.

"Gue pikir loe nggak jemput gue tadi," Kata Cinta sambil meraih helm yang di sodorkan kearahnya.

"Gue baru terlambat dikit aja loe langsung kabur duluan," balas Rangga dengan nada menyindir.

"He he he, Sory deh. Abisnya loe juga nggak pernah bilang kalau gue harus nungguin elo kan?" Cinta beralasn.

Rangga hanya mencibir mendengarnya. Tanpa banyak kata langsung melajukan motor menuju kampus ketika mendapati Cinta telah duduk dengan nyaman di belakang.

"Cinta, gue nggak bisa nganterin elo kekelas ya, Soalnya gue ada urusan bentar," Kata Rangga saat mereka baru saja sampai di pelataran parkir.

"He? Oh, nggak papa. Gue bisa pergi sendiri kok," Balas Cinta walau tak urung merasa sedikit heran saat mendapati sikap Rangga yang hari ini terasa sedikit aneh.

"Ya sudah, gue duluan. Loe hati - hati. Jaga diri baik - baik" Pamit Rangga sebelum kemudian berlalu pergi tampa perlu menunggu kalimat balasan dari Cinta.


*** Ketika cinta harus memilih ***


@kantin...

"Cinta, Tumben banget hari ini Rangga nggak nganterin elo?" Kata Kasih sambil menikmati jus pesanannya.

"Nganterin kok. Tadi pagi gue bareng dia."

"Masa sih?. Kok gue ngga ada liat?" tanya Kasih setengah tidak percaya.

"Iya. Soalnya tadi kita barengnya cuma sampe parkiran doank. Katanya dia lagi ada urusan gitu."

"O.." Kasih hanya mengangguk. "Ah panjang umur, Tuh yang lagi diomongin muncul" Kata kasih sambil melambaikan tangan.

Cinta menoleh. Ternyata Rangga yang muncul bareng teman - temannya. Dan tampak sedang tersenyum sambil mengangguk. Kemudian berjalan kearah salah satu meja yang kosong tak jauh dari mereka.

"Kok dia nggak ikut gabung sama kita."

"Ye... emangnya siapa elo" Cinta mencibir.

"Gue emang bukan siapa - siapa. Tapi elo kan pacarnya" Kasih meralat dengan mulut yang di majukan lima senti.

"Jangan - jangan loe lagi berantem ya sama Rangga?" Selidik kasih. Cinta yang kebetulan sedang menyeruput kuah misonya kontan tersedak.

"Makanya kalau makan hati - hati. Nih minum."

Bukannya langsung meraih minuman yang di sodorkan Cinta malah terdiam. Sementar kasih yang ada di depannya justru terbengong sambil tersenyum - senyum nggak jelas.

“Rangga, loe kok bisa ada di sini?” tanya Cinta tak mampu menutupi rasa herannya.
Rangga tidak menjawab. Tangannya masih mengusap - usap punggung Cinta. Setelah beberapa saat barulah batuknya mereda.

“Jadi loe udah nggak papa kan?. Ya sudah, gue balik kemeja gue lagi."

Tanpa menjawab pertanyaan Cinta, Rangga segera bangkit berdiri. Namun sebelum pergi ia masih sempat melemparkan senyuman di bibirnya. Namun Cinta menyadari kalau senyuman itu bukan sebuah senyuman yang tulus. Entah kenapa ia merasa itu hanyalah kamuflase belaka.

“Lho, kok...?” Kasih terlihat heran, padahal tadi ia sudah sempat merasa terpesona akan perhatian dari Rangga terhadap Cinta. La sekarang,...?. Aneh, pikirnya.

Sementara Cinta hanya angkat bahu walau jujur ia juga merasakan hal yang sama. Dalam hati ia mencoba mengingat – ingat. Memangnya dia melakukan kesalahan apa?. Tapi Cinta tidak mau terlalu ambil pusing. Segera dialihkan perhatiannya pada makanan yang tadi dipesannya. Sementara kasih diam – diam mengamati gerak gerik sahabatnya. Dengan jelas ia melihat gurat kecewa tergambar di raut wajah sahabatnya itu.

Setelah menghabiskan makannanya, Cinta segera mengajak Kasih untuk segera berlalu. Saat melewati pintu mereka berpapasan dengan seseorang cewek yang juga baru ingin masuk. Seharusnya Cinta tidak perlu peduli pada orang ini. Kenal juga enggak, melihat wajahnya juga baru kali ini, kalau saja telinganya tidak terlebih dahulu mendengar nama yang keluar dari mulut nya.

“Kak Rangga?”.

Tanpa di komando tubuh Cinta langsung berbalik. Menatap kearah cewek itu yang sedang berbicara pada Rangga. Sementara Rangga sendiri justru malah terlihat kaget.

“Hei, ini beneran kak Rangga kan?” Tanya cewek itu lagi sambil melambai – lambaikan tangannya tepat didepan wajah Rangga.

“Cisa?”

Kening Cinta tampak berkerut mendengar satu kata yang keluar dari mulut Rangga. Jadi Rangga mengenalnya?. Tapi siapa cewek itu. Kenapa ia justru mengangguk membenarkan?.

“Kenapa loe bisa ada di sini?” tanya Rangga seolah masih tidak percaya akan siapa yang kini berada tepat di hadapannya.

“O, Ceritanya panjang. Yang jelas mulai hari ini Cisa sudah resmi menjadi mahasiwi di kampus ini. Soalnya papa di pindah tugaskan kekota ini, jadi mau nggak mau Cisa ngikut. Tadinya si sempet kesel banget. Kenapa si Cisa harus ikutan pindah segala. Padahalkan Cisa udah gede. Tapi karena sekarang Cisa tau kalau kak Rangga ternyata juga kuliah di sini jadi laen ceritanya dan bla.... bla... bla....”

Cinta tidak tertarik sama sekali untuk menguping pembicaraan cewek itu lebih lanjut. Dengan cepat ditariknya tangan Kasih untuk segera berlalu. Diam –diam ia mulai bisa menebak alasan kenapa sikap Rangga terlihat berubah. Sepertinya cewek itu ikut andil didalamnya. Walau berat untuk mengakui, sedikit rasa sakit tanpa sadar merayapi hatinya.

*** Ketika cinta harus memilih ***

Sudah lebih dari setengah jam Cinta menunggu Rangga di pelataran parkir. Tapi yang di tunggu masih belum menampakan batang hidungnya. Jujur saja ia sudah merasa sanggat bosan. Sempat terlintas dibenaknya untuk langsung berlalu pulang kalau saja ia tidak mengingat kata – kata yang Rangga ucapkan tadi pagi.

“Kak Rangga inget lho janjinya. Kalau besok kakak harus nemenin Cisa jalan.”

Mendengar kata ‘Rangga ‘ yang di sebut, Cinta segera menoleh.

“Iya Cisa. Kan tadi kakak udah janji."

“He he he. Kan kali aja kakak lupa makanya Cisa ingetin lagi. Ya sudah kalau gitu Cisa duluan ya. Kayaknya Pak Seno juga udah datang buat jemput Cisa. Da kak Rangga” Pamit Cisa melambaikan tanggan.

“Iya, hati – hati di jalan” Rangga balas melambai.

Setelah Cisa hilang dari pandangan ia segera berbalik untuk menuju ke arah motornya. Sedikit kaget saat mendapati Cinta yang kini menatapnya lurus.

“Cinta?. Loe belum pulang?” tanya Rangga sambil melirik jam yang melingkar di tangganya. Seharusnya kelas Cinta sudah berakhir sejak tadi.

“Loe nungguin gue?” tanya Rangga lagi.

“Ya enggak lah. Tadi itu gue ada urusan dikit sama pak Bayu. Pas gue mau pulang gue liat motor loe masih ada disini. Ya udah gue langsung kesini, terus loe nongol” terang Cinta.

“O... kirain loe nungguin gue."

“Mana mungkin. Loe kan nggak pernah bilang kalau gue harus nungguin elo."

Rangga hanya mengangguk membenarkan. Walau tak urung merasa kecewa atas jawaban yang baru saja ia dapatkan. Entah mengapa sebagian hati kecilnya berharap Cinta benar – benar menunggunya. Sementara Cinta sendiri menyesali kebodohannya kenapa tadi tidak langsung pulang saja.

Setelah mengenakan helm dengan benar, Rangga segera membawa motornya melaju pulang. Sudah hampir separuh jalan mereka meninggalkan kampus tapi belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut keduanya. Masing – masing sibuk dengan pikirannya masing – masing.

“Ehem, Rangga,” Akhirnya Cinta angkat bicara.

“Ya?”

“Gue boleh nanya sesuatu nggak?” tanya Cinta lagi.

“Apa?”

“E,,,” Cinta kembali terlihat ragu. “Kalau boleh tau, cewek yang tadi itu siapa?”.

Rangga terdiam. Tidak langsung menjawab . Perhatiannya tetap lurus pada jalanan di depannya. Setelah berpikir untuk beberapa saat barulah ia menjawab.

“Cisa."

Hanya satu kata. Cinta terdiam menunggu kalimat lanjutannya. Tapi sepertinya sia – sia karena bahkan sampai motor mereka terhenti di depan rumahnya Rangga tetap tutup mulut sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan lebih lanjut tentang siapa Cisa. Dan Cinta sendiri juga enggan untuk mendesaknya walau sejujurnya ia masih sangat penasaran. Setelah menyerahkan helm pada Rangga, Cinta segera bebalik. Melangkah menuju kerumah.

“Cinta."

Panggilan Rangga menghentikan langkahnya.

“Karena menurut loe status hubungan kita juga Cuma bohongan, Jadi gue nggak harus menjelaskan siapa Cisa yang sebenarnya kan?”

Deg.

Cinta membatalkan niatnya untuk berbalik. Tangannya terangkat menyentuh dada kirinya yang tiba – tiba terasa berdenyut nyeri.

“Loe bener. Itu semua bukan urusan gue. Maaf tadi gue udah lancang bertanya. Kalau gitu gue masuk dulu” Tanpa menoleh kearah Rangga sedikitpun Cinta melanjutkan langkahnya.

Didalam hati tak henti – hentinya Cinta merutuki diri sendiri saat mendapati airmata yang menetes dengan sendirinya. Harusnya ia sadar kalau Rangga itu memang bukan siapa – siapa. Tapi,... kenapa rasanya sesakit ini.

Setelah mendapati punggung Cinta yang hilang dibalik pintu, Rangga segera melanjutkan kembali motornya. Sepanjang perjalanan pulang ia terus menyesali kata yang telah terlontar dari mulutnya tadi. Jika menurutkan hati ingin sekali ia berbalik menemui Cinta untuk menarik kembali ucapannya. Tapi sebagian hatinya yang lain mencegahnya. Memintanya untuk membiarkan Cinta untuk ikut merasakan apa yang selama ini ia rasakan saat kalimat yang sama juga pernah meluncur dari mulutnya.

*** Ketika cinta harus memilih ***

“Loe mau minjem mobil gue lagi?. Ehem, kayaknya ada apa – apanya ni” Kata Fadly sambil menyodorkan kunci mobilnya kearah Rangga yang kini duduk dibangku ruang tamu rumahnya. Pagi itu kebetulan hari minggu. Kantornya juga libur jadi mobilnya nganggur.

“Apaan sih” Gerut Rangga.

“Eh tapi gue serius nie. Gue kenal loe juga udah lama. Kalau bukan karena hal penting mustahil loe mau minjem mobil gue. Biasanya loe kan lebih nyaman kalau pake motor. Jadi jujur aja, loe mau kemana?” tanya Fadly ingin tau.

“Ya jalan donk”

“Pasti sama cewek ya?”.

“Tentu saja. Memangnya loe pikir gue maho apa jalan sama cowok."

“Kalau gitu biar gue tebak. Pasti loe mau jalan bareng sama Cinta kan?”.

Rangga menoleh. Menatap wajah Fadly yang jelas – jelas terlihat sedang mengodanya.

“Mau tau aja”

“Ya sudah. Ini juga udah siang. Gue pergi dulu” Pamit Rangga, Fadly membalas dengan anggukan.

Rangga hanya tersenyum saat mendapati wajah cemberut Fadly. Lagian mana mungkin ia mengatakan yang sejujurnya kalau ia meminjam mobil itu untuk mengajak Cisa ke taman hiburan. Untuk menghibur gadis itu yang ternyata terpaksa putus sama pacarnya karena kepindahan mereka. Ditambah lagi Fadly kan sama sekali tidak tahu menahu tentang berita kepindahan Cisa. Rangga juga masih mengingat dengan jelas kalau Fadly dari dulu juga tidak pernah mendukung kedekatannya dengan gadis itu. Walau alasannya sebenernya masuk akal si. Cisa sudah punya pacar. Hanya saja saat ini mereka kan sudah putus dengan kata lain Cisa sudah menyandang status single sekarang. Kalau begitu harusnya tiada lagi alasan untuk menghalanginya bukan?

*** Ketika cinta harus memilih ***

Setelah mengunci pintu pagar rumahnya Cinta menoleh kekanan dan kekiri. Lagi – lagi ia tidak mendapati Rangga yang menjemputnya. Setelah berpikir untuk sejenak dilangkahkan kakinya menuju kearah halte bus.

Sambil menunggu bus yang belum datang, cinta sesekali melirik jalanan. Siapa tau ia bisa menemukan sosok Rangga yang mungkin terlambat. Namun sampai bus yang ditunggu muncul ia masih belum melihatnya. Akhirnya cinta memutuskan untuk langsung naik saja.
Tepat saat Cinta sampai dihalaman kampus, ia berpapasan dengan kasih yang juga baru datang. Dengan segera di hampirinya sahabatnya itu untuk berbarengan masuk kekelas.

“Cinta, kok tumben loe pake bus?. Nggak bareng Rangga?” Tanya Kasih heran. Cinta hanya mengeleng.

“Kenapa?” tanya kasih lagi.

Cinta tidak menjawap. Matanya terpaku kearah sepasang anak muda berboncengan pake motor yang baru memasuki halaman kampus yang tak lain adalah Rangga dan.... Cisa?.

“Rangga?. Sama siapa dia?” tanya kasih yang juga melihatnya merasa heran.

“Ye.... Cinta, Ditanyain juga. Malah bengong."

“He?. Oh... Cewek itu?. Namanya Cisa” Sahut Cinta terlihat gugup.

“Cisa?. Cisa siapa?. Apa hubungannya sama Rangga?. Terus kenapa Rangga malah bareng sama dia bukan sama elo?” tanya Kasih lagi.

“Sudah lah. Bukan urusan loe juga. Mendingan kita kekelas sekarang. Bentar lagi juga masuk” Potong Cinta menarik tangan kasih untuk segera berlalu.

“Tapi kan....” Kasih tidak jadi melanjutkan ucapnya karena cinta justru malah berjalan cepat.

Sementara itu....

“Terima kasih ya kak Rangga. Karena udah mau bantuin Cisa tadi. Abis mobil pak Seno tiba – tiba mogok di tengah jalan. Lagian disini Cisa kan baru, yang Cisa kenal dekat hanya kakak. Terus Cisa juga takut kalau harus naik angkutan umum sendirian."

“Nggak papa kok. Kakak juga nggak keberatan” Balas Rangga sambil tersenyum.

“Ya udah. Kalau gitu Cisa duluan ya?. Tenang aja, entar pulangnya tu mobil pasti juga udah bener, jadi Cisa nggak perlu ngerepotin kakak lagi."

Kali ini Rangga hanya membalas dengan anggukan. Setelah Cisa beneran berlalu perhatian Rangga segera tertuju kesekeliling. Matanya sibuk mencari – cari seseorang. Dan saat ia menemukan siluet tubuh yang ia kenal sedang melangkah menjauh ia hanya mampu bergumam dalam hati.

“Sudah diduga, mana mungkin gadis itu mau menunggu” Gumam Rangga lirih sebelum kemudian berbalik menuju kekelasnya.

To Be Continue...

Penasaran nggak siapa sosok cisa?. Buat yang udah baca cerpen sedih Akhir rasa ini pasti tau donk. Yups, sekalian Ketika Cinta Harus Memilih part 8 ini adalah jawaban atas pertanyaan yang adnim lontarkan pada pertanyaan di cerpen itu. "Kenapa tokoh utamanya bernama rangga?". Dan sekarang sudah terjawab.

Baiklah, kita nantikan aja part selanjutnnya. Yang jelas konflik cerita udah di angkat. Oke?... Syiiip...

Admin LovelyStarNight.

Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~