Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen "Say No To Galau"

Galau lagi, galau lagi. Sebenernya obat galau tu apa si?. Udah keliling - keliling ngobrak abrik google masih juga belom nemu obatnya. -_______-

Tapi okelah, seperti kata salah satu reader blog ana merya, mari coba ambil hikmahnya aja. Yah salah satunya dengan menuangkannya dalam bentuk cerpen misalnya. And than, jadilah cerpen say no to galau.

Gimana sama cerpen hasil mengalaunya? Cekidot....


Say no to galau

"Hufh, akhirnya selesai juga," Tasya menghembuskan nafas lega, begitu juga Ardi, Dion, Yuli, Vano dan Lilian yang tampak sedang ikut mengumpulkan tumpukan buku yang berserakan di meja. Tak terasa sudah hampir 4 jam mereka dipaksa berkutat pada tumpuk - tumpukan buku sastra di perpustakaan kampus hanya untuk menyelesaikan tugas yang di berikan dosen 'Killer'.

"Iya nih, badan gue juga udah pegel semua," sahut Vano Sambil merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku.

"Oh ya, Seila. Udah pukul berapa sekarang?" tanya Yuli kearah Seila sambil terus menumpuk buku - bukunya.

"Enam kurang lima menit," balas Seila sambil melirik jam yang melingkar di tangannya.

"Nggak terasa udah sesore ini. Untung aja semuanya beres. Ya udah mending kita pulang yuk," Kata Vano sambil beranjak dari duduknya yang langsung diikuti oleh yang lain.

"Seila, loe pulang bareng siapa?" tanya Dion sambil berusaha untuk mensejajarkan langkahnya.

"Biasalah, nunggu jemputan sama kakak gue. Nie gue lagi mo sms dia," balas Seila tanpa mengalihkan tatapannya dari handphone yang ada di tangan. Jari - jarinya dengan lancar mengetikan kata demi kata.

"Ya udah, kalo loe nggak keberatan mending pulangnya bareng gue aja. Biar gue yang nganterin," Dion menawarkan diri. Untuk sejenak langkah Seila terhenti. Menoleh kearah Dion yang juga sedang menatapnya.

"E... Nggak deh. Ntar ngerepotin lagi. Lagian rumah kita kan nggak searah," tolak Seila sopan.

"Udah Seila, nggak usah nolak. Apalagi ini juga kan udah sore. Lagian kalau cowok itu emang tugasnya buat di repotin kok," kata Vano sambil melirik Lilian, pacarnya. Yang di lirik hanya mencibir kesel karena merasa sedang di sindir terang - terangan.

Sejenak Seila menunduk. Menimbang - nimbang tawaran itu. Sejujurnya ia merasa sangat senang. Secara selama ini sebenarnya dia diam - diam mengagumi makluk satu itu. Hanya saja tidak mungkin kan ia yang mengungkapkan duluan walau pun dalam kesehariannya hubungan mereka berdua terlihat akrab. Ehem, sangat akrab malah. Wajahnya kembali ia toleh kan kearah Dion yang menatapnya teduh sambil tersenyum tulus. Dengan perlahan tapi pasti akhirnya Seila mengangguk. Kembali melangkahkan kaki menuju parkiran.

"Ma kasih ya, karena udah nganterin gue," kata seila begitu tiba didepan rumahnya.

"Sama -sama. Ya udah gue pulang dulu ya," pamit Dion.

"Nggak mampir dulu?" tawar Seila berbasa basi.

"Makasih. Lain kali aja. Udah hampir malam solanya," tolak Dion sopan sambil pamit berlalu dengan diantar senyuman yang tak lepas dari bibir seila.

Cerpen Say no to galau

Dengan kekuatan penuh, Seila berlari disepanjang koridor kampusnya. Tatapan heran dari penghuni kampus lainya sama sekali tidak ia indahkan. Saat ini yang ada di benaknya hanya satu. Jika dalam wakut kurang dari lima menit ia masih belum mencapai kelasnya, maka bisa di pastikan nasipnya akan berakhir di tiang gantungan akibah ulah dari dosen 'KILLER' nya. # Lebay....

"Hufh... untung saja," gumam Seilla bernapas lega sambil duduk di bangkunya. Sejenak ia melirik kanan kiri. Tatapannya berhenti di ambang pintu dimana sang dosen telah menunjukan batang hidungnya. Dalam hati ia bergumam, 'neraka dimulai'.

@Kantin

"Seila, tadi pagi tumben banget loe telat?" tanya Lilian sambil menikmati es sirupnya.

"Bangun kesiangan," balas seila cuek. Vano geleng - geleng kepala melihatnya.

"Oh ya, hari ini Dion nggak masuk ya?" Ardi mulai membuka percakapan.

Mendengar nama Dion di sebut Seila langsung mendongakkan wajahnya. Menatap lurus ke arah Ardi. Dengan cepat diputarnya ingatannya. Kepalanya mengangguk membenarkan. Karena telat tadi ia jadi tidak menyadarinya.

"Ia. Hari ini dia ada acara penting gitu katanya. Nggak tau deh acara apaan," balas Vano.

"Eh, bukannya hari ini dia ulang tahun ya?" kata Yuli tiba - tiba mengingtkan.

"HA? Masa sih?" tanya Seila kaget. Ah sepertinya otaknya benar - benar blank sampe - sampe melupakan hari ulang tahun orang yang di sukainya.

"Oh iya. Kok gue bisa lupa ya?" Ardi membenarkan.

"Eh gimana kalau kita bikin acara kejutan buat dia?" kata lilian sambil menjentikan jari.

"Kejutan?" ulang Vano. Lili langsung mengangguk. Yang lain juga ikutan setuju.

"Tapi apa?"

"Gimana kalau kita bilang sama dia bahwa Seila kecelakaan?"

"Ha? Kok gue?. Nggak bisa," bantah seila cepet sebelum yang lain sempat mengomentari usul Vano barusan.

"Bener juga tuh," Ardi langsung menyetujui tanpa memperdulikan penolakan Seila sama sekali.

"Gue juga," Yuli, Lilian dan Vano kompakan mengangguk.

"Tapi gue kan nggak setuju," bantah Seila cepat. "Lagian kenapa harus gue si?"

"Soalnya lili kan pacar gue. Jadi nggak ngaruh - ngaruh amat. Kalau yuli la dia kan pacarnya Ardi," terang Vano.

"Terus, apa hubungannya?" kejar Seila.

"Ehem, nggak ada si. Cuma mau bilang aja kan cuma loe yang nganggur."

Dengan cepat sebuah jitakan mendarat di kepala Vano sebagai balasan atas mulutnya yang asal njeplak.

"Loe pikir gue apa. Ngganggur, sembarangan aja kalau ngomong," Seila terlihat sewot.

"Ya deh. Sorry," kata Vano terlihat tak iklas sambil mengusap - usap kepalanya yang terasa berdenyut - denyut secara jitakan yang Seila berikan lumayan keras.

"Baiklah, intinya loe setuju kan?" tanya lili mencari penegasan. Dengan berat hati mau tak mau Seila terpaksa mengangguk.


Dengan napas yang masih ngos - ngosan Dion berlari memasuki ruangan rumah sakit. Raut khawatir terlihat jelas di wajahnya begitu membuka salah satu ruangannya. Darahnya terasa seperti berhenti mengalir saat mendapati ke empat teman nya yang berdiri di samping tubuh yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan terselubung kain. sama sekali tak terlihat wajahnya.

"Seila kenapa?" tanya Dion kearah Vano.

"Dia kecelakaan ion. Tadi ketabrak mobil waktu pulang dari kampus," terang Ardi. Sementara Lili dan Yuli malah sudah berlinangan air mata.

"Heh, kalian bercanda kan?" tanya Dion tak percaya, walau justru air mata malah jelas menetes dari mata beningnya.

"Kita nggak bercanda Dion. Ini beneran," terang Vano dengan mata merahnya.

Dengan lemas Dion jatuh terduduk. Air mata yang sedari tadi di tahan tak mampu ia bendung.

"Ini mustahil. Kalian pasti bercanda. Bagaimana bisa, semalam saja dia masih baik - baik saja."

"Tadinya kita memang mau bercanda. Kita mau bikin acara kejutan di hari ulang tahun loe dengan membuat Seila pura - pura kecelakaan. Tapi...." Lili tidak sangup melanjutkan ucapnya justru ia malah terisak.

"Tapi apa..." kata Dion tanpa tenaga.

"Tapi dia malah ketabrak beneran," Ardi yang menjawab.

Dion terdiam. Begitu juga dengan yang lainya. Suasan untuk sejenak hening sebelum kemudian Dion bangkit berdiri mendekat kearah tubuh seila yang tertutup selimut.

"Ion" Ardi memegang pundak Dion seolah memberinya kekuatan saat tangan Dion terulur untuk membuka kain penutup. Setelah menarik napas untuk sejenak untuk sekedar memantapkan hati. Dion membuka nya.

Dan....

Suasana kembali hening sampai tiba - tiba.

"Huwahahahaha,...." tawa keempat temanya serentak meledak saat mendapati raut bingung Dion saat menemukan hanya tumpukan bantal guling yang ada di atas ranjang.

"Ini maksutnya apa? Seila mana?" tanya Dion terlihat linglung.

"Surprize..." kata Seila yang baru muncul dari pintu dengan Sebuah cake coklat di tangannya. Lengkap dengan lilin diatasnya.

"Kalian....." Dion kehabisan kata-kata. Benar - benar merasa andilau. Antara dilema dan galau. Ingin marah karena di kerjain dengan hal yang nggak lucu sama sekali atau malah harus bersukur karena semuanya baik - baik saja. Entah lah...

"He he he... Jangan marah donk.. kita kan sengaja bikin kejutan buat loe. ya ya ya...." pinta Seila dengan puppy eyes andalannya. Mau tak mau Dion tersenyum. Tapi sumpah ia juga benar - benar merasa lega.

"Gila, sumpah beneran. Ini tu nggak lucu."

"Ia dan nyiksa banget. Mata gue aja sampe sekarang masih pedes gara - gara ngasi balsem kebanyakan," tambah lili disusul anggukan Yuli yang membenarkan ucapannya sehinggak mau tak mau membuat Dion ngakak mendengarnya.

"Tapi please, lain kali jangan di ulangi ya. Memberi kejutan itu boleh saja, tapi kalau terlalu mengejutkan juga nggak enak rasanya?" pinta Dion kemudian.

"Syip....".

"Ha ha ha, tapi hebat loe sampe nangis beneran gak perlu 'alat tambahan" puji yuli yang merasa matanya masih kepedesan.

"Tentu saja. Seila kan sahabat gue yang terbaik," terang Dion. Seila langsung menoleh. Sahabat? Hanya Sahabat?

"Oke sekarang tiup lilinya," Ardi mengingatkan.

"Eh, tunggu dulu" tahan Dion.

"Kenapa?" tanya Seila.

"Kalau gue ngajak seorang lagi buat ikutan gabung boleh nggak?" tanya Dion.

"Boleh aja si. Tapi siapa?" tanya tanya Lili.

"Ada deh. Tunggu bentar."

Tanpa menunggu jawaban lagi Dion segera berlalu keluar. Selang sepuluh menit kemudian ia kembali muncul dengan seorang cewek di sampingnya.

"Oh ya, gue pengen kenalkan pada kalian. Ini Prisillia. Tunangan gue."

JEDER...

Rasanya tu Seperti ada petir di siang bolong saat hari sedang cerah - cerahnya. Teramat sangat mengagetkan sekaligus menakutkan bagi Seila. Hei, yang rencananya ingin memberi kejutan kan dia, kenapa malah dia yang terkejut?

"Tunangan?" ulang Ardi ragu. Dion mengangguk cepat sambil mengenggam tangan cewek di sampingnya.

"Ia. Cantik nggak?" tanya Dion yang langsung meringis kesakitan karena mendapat cubitan di pinggang dari gadis di sampingnya yang tampak tersenyum malu - malu.

"Cantik si. Tapi kan..." Lilian tidak melanjutkan ucapannya. Sekilas ekor matanya menatap kearah Seila yang masih berdiri terpaku tanpa suara.

"Tapi?" Kejar Dion dengan kening berkerut yang sumpah mati Yuli benar - benar berniat untuk menjitaknya.

"Ehem.... Tapi kenapa selama ini loe nggak cerita sama kita?" potong Seila terlihat ceria. Ralat, pura - pura ceria maksutnya.

"Yah, rencananya gue kan pengen ngasih kejutan ke kalian."

"Oh gitu ya? Kita terkejut kok. Terkejut banget malah. Tapi nggak papa deh. Selamat ya?" kata Seila lagi sambil mengulurkan tangan dengan senyum tak lepas dari bibirnya.

"Ma kasih," balas Prisilia juga tersenyum.

"Kalau gitu kita bisa mulai potong kue nya kan?" lili berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Bener juga. Sebelum itu gue pengen mekuis dulu ya?"

"Loe mau minta apa emang?"

"Gue harap hubungan gua dan Prisilia berjalan langgeng. Dan sahabat gue yang satu ini," Kata Dion sambil menarik Seila mendekat " Dapat segera mendapatkan pasangan hidupnya juga."

Seila hanya tersenyum miris mendengarnya. No comen.

Tepat saat lilin selesai di tiup, tiba - tiba handphone Seila berdering. Tanpa melihat id caller nya Seila langsung mengangat. "Hallo, Oh iya ma.....e..... iya,..... Aku pulang sekarang," tidak sampai 5 menit Seila segera mematikan telfonnya. Segera di hampiri teman - temnanya yang kini menatapnya heran karena mendegar obrolannya di telfon barusan.

"Sorry ya guys. Gue nggak bisa ikutan bareng ngerayaain ulang tahun Dion. Nyokap gue barusan nelpon. Gua harus pulang sekarang. Ada urusan penting gitu."

"Yah... tapi kan..."

"Lain kali gue traktir loe ya. Tapi gue harus pergi sekarang. Da," pamit Seila cepat - cepat memotong ucapan Dion Barusan. Segera berlalu keluar meninggalkan teman - temannya dengan wajah bingungnya. Begitu keluar dari pintu air mata yang sedari tadi ditahanya langsung menetes. Dengan kasar ia mencoba menghapusnya. Tak mau telihat konyol dengan menangis di sepanjang koridor rumah sakit.

Begitu sampai di pelataran, ia mendongak menatap langit. Hujan? Hal yang paling ia benci tapi kali ini sangat ia syukuri kehadirannya. Dengan santai ia melangkah menerobosnya. Membiarkah rintikan hujan itu membasahi tubuhnya. Untuk sedikit menyamarkan air mata. Walau tidak dengan hatinya. Rasa sakit itu akan tetap terasa. Karena hujan tidak akan semudah itu untuk menghapusnya.

END!!!!!.

Detail Cerpen
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~